HARI ANAK NASIONAL

AI dan Anak-anak, Pelarian Emosional Tapi Lukai Hubungan Sosial

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Rabu, 23 Jul 2025 09:45 WIB
Kecerdasan buatan (AI) mulai meracuni anak dan remaja Indonesia. Namun, ketergatungan terhadap AI bisa jadi 'racun' yang berbahaya buat anak.
Ilustrasi. Kecerdasan buatan (AI) mulai meracuni anak dan remaja Indonesia. (istockphoto/HRAUN)

AI memang mampu meniru kalimat-kalimat yang terdengar empatik. Namun di balik itu, teknologi tidak memiliki perasaan. Hal ini, menurut Arnold, membuat anak yang terlalu mengandalkan AI tidak terlatih dalam membaca dan merespons emosi manusia yang nyata.

Kondisi ini pun secara tidak disadari bisa menghambat perkembangan empati. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena AI tidak menunjukkan ekspresi emosional yang autentik, anak tidak belajar mengenali dan merespons isyarat sosial yang kompleks. Lama-lama ini bisa memicu emotional flattening, di mana anak tahu cara berkomunikasi, tapi kehilangan kedalaman emosi," ujarnya.

Kondisi ini bisa makin parah jika anak berada dalam lingkungan yang tidak menyediakan ruang aman untuk bercerita. AI pun menjadi pelarian yang nyaman, sekaligus mekanisme regulasi emosi yang instan.

Di kalangan remaja, ketergantungan pada AI tidak berhenti pada interaksi emosional. Mereka juga bisa mulai membandingkan diri dengan avatar atau persona digital yang tampak ideal. Hal ini memicu krisis identitas dan perasaan tidak cukup baik dalam kehidupan nyata.

"Dinamika pembentukan identitas remaja bisa terganggu. Mereka mulai melihat diri melalui lensa digital dan menurunkan nilai dirinya jika tidak sesuai dengan standar tersebut," ungkap Arnold.

Meski teknologi terus berkembang, para ahli sepakat bahwa hubungan manusia tetap memiliki peran yang tak tergantikan dalam perkembangan emosi anak. Orang tua diharapkan lebih peka terhadap kebutuhan emosional anak, dan tidak hanya hadir secara fisik, tapi juga secara emosional.

"Anak yang merasa aman, didengarkan, dan tidak dihakimi, tidak akan mencari pelarian ke AI," kata Arnold.

AI memang menawarkan kenyamanan instan dalam komunikasi. Namun jika dibiarkan mengambil alih fungsi-fungsi dasar relasi manusia, dampaknya bisa sangat merugikan. Anak-anak berisiko tumbuh dengan kesulitan mempercayai orang lain, tidak terbiasa membangun hubungan yang sehat, dan minim empati.

"Teknologi seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti. Karena pada akhirnya, yang membentuk manusia bukan hanya seberapa cepat ia mendapat respons, tapi seberapa dalam ia bisa merasakan dan membagi kehangatan dalam relasi yang nyata," kata dia. 

(asr/asr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER