Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering kali disebut sebagai silent killer karena gejalanya yang nyaris tak terasa. Namun, diam-diam penyakit ini bisa merusak berbagai organ vital tubuh.
Bukan hanya jantung dan otak yang menjadi korban. Dalam jangka panjang, ginjal pun bisa ikut terdampak.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Bethsaida Hospital Dasaad Mulijono mengatakan, kunci pemahaman hubungan antara hipertensi dan ginjal terletak pada sistem pembuluh darah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua sistem dalam tubuh saling terhubung lewat pembuluh darah, termasuk ginjal. Kalau pembuluh darah di otak tersumbat atau pecah, itu bisa menyebabkan stroke. Nah, pada ginjal, jika tekanan darah terlalu tinggi, pembuluh darahnya bisa rusak dan menyebabkan saringan ginjal jebol," jelas Dasaad ditemui di kawasan Gading Serpong, Tangerang, Kamis (18/7).
Dia menjelaskan, ginjal berfungsi sebagai penyaring limbah dan racun dari darah. Organ ini bekerja secara konstan sepanjang hari.
Namun, jika tekanan darah dalam pembuluh yang menuju ginjal terus-menerus tinggi, maka tekanan itu bisa merusak filter halus yang dikenal sebagai glomerulus. Lama-kelamaan, saringan ini menjadi bocor dan protein yang seharusnya tidak keluar bersama urine jadi ikut terbuang.
"Awalnya mungkin cuma rembes protein, tapi bila terus dibiarkan, ginjal bisa kehilangan kemampuannya menyaring racun. Akibatnya, fungsi ginjal menurun, dan pasien terancam gagal ginjal," lanjut Dasaad.
Sayangnya, banyak pasien hipertensi yang baru menyadari fungsi ginjalnya mulai terganggu ketika sudah terlambat. Padahal, menurut Dasaad, banyak kasus bisa dicegah jika pengobatan dikombinasikan dengan perubahan pola makan secara serius.
Apalagi, menurut dia, mengandalkan obat semata tidak cukup untuk mencegah kerusakan ginjal akibat hipertensi. Tanpa perubahan gaya hidup, termasuk pola makan, risiko kerusakan ginjal tetap tinggi.
"Saya pernah tangani pasien yang kreatininnya naik, padahal sudah minum obat dan mengurangi garam. Setelah ditelusuri, ternyata pola makannya masih 'ngadi-ngadi'," katanya.
![]() |
Salah satu penyebabnya adalah konsumsi tinggi protein hewani seperti daging merah, ayam, dan ikan. Meski terdengar mengejutkan, Dasaad menjelaskan bahwa protein hewani dapat membebani kerja ginjal secara signifikan.
"Protein hewan itu menghasilkan zat bernama TMAO yang bisa memicu peradangan dalam tubuh dan mempercepat kerusakan pembuluh darah," ungkapnya.
Zat TMAO atau trimetilamina N-oksida merupakan senyawa yang terbentuk ketika bakteri dalam usus memetabolisme zat-zat tertentu yang ditemukan dari makanan, misal dari daging merah. Jika kandungan zat ini dalam tubuh tinggi, maka bisa menyebabkan berbagai penyakit kardiovaskular, hingga stroke dan gagal ginjal.
Bahkan, telur yang selama ini dianggap sebagai sumber protein sehat juga bisa berdampak buruk bila dikonsumsi berlebihan dalam kondisi ginjal yang sudah lemah.
Tidak bisa dipungkiri, manusia tetap membutuhkan asupan protein, namun sumbernya bisa dialihkan ke bahan nabati seperti kacang hijau, tahu, dan tempe. Makanan ini lebih ramah ginjal dan tidak menghasilkan senyawa beracun seperti TMAO.
"Pasien yang menjalani diet nabati dengan kadar protein yang terukur bisa mengalami perbaikan fungsi ginjal yang cukup signifikan, bahkan sebelum cuci darah menjadi satu-satunya pilihan," tambah Dasaad.