Pulau Padar Disebut seperti Pasar, Sistem Kuota Wisatawan Diperketat

CNN Indonesia
Jumat, 08 Agu 2025 15:00 WIB
Pulau Padar di Manggarai Barat, NTT. (CNN Indonesia/Anugerah Perkasa)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan memperketat kedatangan para wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Padar di Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pengetatan itu dengan cara memberlakukan sistem kuota untuk wisatawan demi menjaga ekosistem dan habitat di TNK.

"Boleh ada turisnya karena itu juga yang membuat kesejahteraan mereka juga tumbuh ya, ada manfaat dari situ. Tapi tujuannya itu tidak boleh mengganggu ekologi, termasuk sistem kuota yang sekarang saya akan ketatkan di Padar," ujar Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni di Jakarta, seperti dilansir Antara, Kamis (8/8).

Menurut Raja Juli, kepadatan pengunjung sebelumnya telah membuat suasana di Pulau Padar "seperti pasar". Hal ini dikhawatirkan dapat mengancam daya dukung lingkungan kawasan konservasi.

Selain pembatasan jumlah wisatawan, Kemenhut juga berupaya meningkatkan keamanan. Rencananya akan dipasang pagar dan papan petunjuk di jalur pendakian. Pihak kementerian juga akan berkoordinasi dengan para relawan untuk membuat area-area foto menjadi lebih aman.

Langkah pengetatan kuota itu dilakukan untuk memastikan wisata di wilayah TN Komodo menjadi jenis ekoturisme dengan segmen yang spesifik dan terfokus atau "niche". Mengingat keberadaan turis yang berlebihan akan berdampak kepada daya dukung lingkungan di wilayah konservasi tersebut.

"Bukan tidak boleh datang ke Padar, tapi harus antre. Supaya apa? Supaya tadi ekosistemnya terjaga, habitatnya terjaga," terangnya.

Terkait dengan rencana pembangunan fasilitas wisata, Raja Juli Antoni menegaskan bahwa saat ini belum ada pembangunan di Pulau Padar.

Ia menyatakan bahwa Kemenhut akan meninjau ulang rencana tersebut dan memastikan bahwa setiap pembangunan, jika jadi dilakukan, tidak akan mengganggu lingkungan maupun habitat komodo.

Proses ini juga masih menunggu peninjauan dari UNESCO dan konsultasi publik, menyusul penolakan dari warga dan pelaku usaha lokal yang khawatir akan dampak negatif pembangunan vila terhadap lingkungan dan mata pencaharian mereka.

(wiw)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK