Sunyi Perjuangan Guru di Bogor Lawan Pernikahan Anak

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Jumat, 22 Agu 2025 17:00 WIB
Di balik upaya melawan angka pernikahan anak di Kampung Cijantur, Kabupaten Bogor, ada semangat seorang guru yang bertahan dengan fasilitas pas-pasan.
Zentri, seorang guru di SDN Kadusewu, Kabupaten Bogor yang bertekad untuk memutus rantai pernikahan dini. (CNN Indonesia/Tiara Sutari)

Zentri juga aktif berkoordinasi dengan kepala desa, guru lain, hingga petugas BKKBN untuk memberi penyuluhan. Ia mengingatkan bahwa pernikahan dini bisa berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi anak perempuan, bahkan memengaruhi masa depan mereka dalam jangka panjang.

Zentri melakukan semua itu dengan perjuangan yang tinggi. Jarak temput dan kondisi perkampungan yang lumayan sulit tak bikin Zentri urung memperjuangkan hak anak demi mencapai masa depannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zentri harus menempuh perjalanan sekitar 16 kilometer pulang-pergi dari rumahnya di pinggiran Kota Bogor menuju sekolah.

Perjalanan juga bukan jalanan yang mulus. Dia harus melewati jalanan berbatu dan kebun tanpa lampu jalan untuk tiba di bangunan sekolah sederhana yang berdiri di tengah kampung.

Bukan hanya itu, jalanan pun kerap becek dengan genangan di mana-mana saat musim hujan. Terkadang, Zentri harus berjalan kaki sejauh 8 kilometer (km) karena sulitnya jalanan untuk dilalui motor bebek tuanya.

Perlahan mengubah pola pikir

Semua perjuangan ini memang tidak mudah. Zentri butuh waktu bertahun-tahun agar masyarakat mulai menyadari pentingnya pendidikan. Meski begitu, perlahan perubahan mulai terjadi.

Jika dulu hampir semua anak perempuan berhenti sekolah setelah lulus SD atau dinikahkan bahkan sebelum lulus, kini sudah ada yang melanjutkan ke SMP bahkan SMA. Beberapa anak mendapat kesempatan belajar di yayasan di Jakarta sambil mondok.

"Alhamdulillah sekarang orang tua mulai suka lihat anak-anaknya sekolah. Meski masih ada yang menikah di bawah 17 tahun, jumlahnya sudah lumayan berkurang. Rasanya senang banget kalau lihat anak-anak bisa lanjut [sekolah]. Mudah-mudahan mereka jadi contoh buat adik-adiknya nanti," kata Zentri dengan mata berbinar.

Siswa/i saat pelajaran sekolah selesai di SMP Negeri 273 kampung Bali, Jakarta, Selasa, 18 Juli 2017. (CNN Indonesia/Safir Makki)Ilustrasi. Di hampir setiap wilayah Indonesia, pernikahan dini memang masih marak terjadi. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Cijantur sebenarnya hanyalah sepotong cerita dari potret pernikahan dini di Indonesia. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu menyebutkan bahwa hampir di setiap wilayah Indonesia, pernikahan dini memang masih marak terjadi. 

Meski Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 telah menetapkan batas minimal usia perkawinan bagi laki-laki dan perempuan di angka 19 tahun, praktik pernikahan anak masih terus terjadi. 

Data Kementerian Agama menunjukkan, pada 2022 terdapat 8.804 pasangan di bawah usia 19 tahun menikah. Angka itu memang mengalami penurunan, dari 5.489 pada 2023 menjadi 4.150 pasangan di tahun 2024. Tapi, kisaran usia menikah dini tetap mengkhawatirkan, yakni di kisaran 13-16 tahun.

"Turunnya angka tersebut memang memberi harapan, tetapi disparitas antar-daerah masih tinggi. Faktor penyebab juga beragam, kemiskinan, budaya, pemahaman agama, hingga pola pengasuhan," kata Pri. 

Menjaga api kecil di Cijantur

Zentri menyadari bahwa dirinya tidak bisa mengubah keadaan dengan cepat. Namun dia percaya, setiap anak yang berhasil melanjutkan sekolah adalah sebuah kemenangan kecil yang patut disyukuri dan tentunya dilanjutkan.

Baginya, satu papan tulis dan empat ruang kelas yang penuh sesak tetap bisa menjadi benteng untuk melawan tradisi pernikahan anak yang diwariskan turun-temurun.

"Kalau kita niat, insya Allah, Allah bantu. Saya cuma pengin anak-anak di sini bisa sekolah, biar hidup mereka lebih baik dari orang tuanya. Itu saja," ujarnya pelan.

Di tengah keterbatasan, suara tawa dan bacaan murid-muridnya terus menjadi alasan Zentri untuk bertahan.

Setidaknya, perjuangan sunyi seorang guru di sudut kampung Bogor ini membuktikan, pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai pernikahan anak yang masih marak terjadi di Indonesia. 

(asr/asr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER