Kronologi Perempuan Usia 29 Kena Diabetes Hingga Koma, Ini Penyebabnya

CNN Indonesia
Selasa, 23 Des 2025 09:15 WIB
Gemar makanan dan minuman manis serta begadang, wanita Surabaya ini didiagnosis diabetes LADA hingga koma 12 hari.
Ilustrasi. Gemar makanan dan minuman manis, awas risiko diabetes mengancam. (iStock/Enes Evren)
Jakarta, CNN Indonesia --

Di usia yang relatif muda, Lilla Syifa (29) tak pernah membayangkan hidupnya berubah drastis akibat diabetes. Perempuan asal Surabaya, Jawa Timur, yang akrab disapa Cipa ini didiagnosis mengidap diabetes tipe 1,5 atau Latent Autoimmune Diabetes in Adults (LADA), kondisi yang kerap luput dikenali karena gejalanya mirip diabetes tipe 2.

Menurut dokter yang menanganinya, penyakit tersebut tak datang tiba-tiba. Pola hidup tak sehat yang dijalani Cipa selama bertahun-tahun menjadi salah satu pemicunya.

Cipa mengaku gemar mengonsumsi makanan dan minuman manis hampir setiap hari. Jajanan viral, dessert, hingga minuman seperti matcha menjadi pelarian dari stres pekerjaan. Di sisi lain, ia jarang berolahraga dan memiliki pola tidur yang buruk karena sering begadang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ditanya gaya hidup, memang aku ngaco sih," ujar Cipa, mengutip Detik, Senin (22/12).

Kondisinya mulai terdeteksi saat pemeriksaan medis menunjukkan kadar gula darah mencapai 356 mg/dl. Angka tersebut masuk kategori hiperglikemia parah dan mengindikasikan diabetes.

Hasil pemeriksaan HbA1c-nya pun mencapai 11,5 persen, jauh di atas batas normal di bawah 5,7 persen, seperti dikutip dari laman Kementerian Kesehatan.

Anggap sepele gejala yang muncul

Sebelum diagnosis ditegakkan, tubuh Cipa sebenarnya telah memberi sinyal sejak Mei atau Juni 2025. Namun, gejala-gejala itu dianggapnya tidak jelas dan kerap disalahartikan.

Salah satunya adalah kram kaki yang sering muncul tiba-tiba. Awalnya, ia mengira hal itu akibat kelelahan atau penggunaan sepatu hak tinggi.

"Sering kram di betis atau jari kaki yang tiba-tiba melengkung. Aku pikir karena pakai heels terus," kata Cipa.

Selain itu, Cipa mengalami rasa haus berlebihan atau polidipsia. Meski sudah minum banyak air, dahaga tak kunjung reda. Bibirnya bahkan sampai sangat kering hingga disadari orang-orang di sekitarnya.

"Pernah lagi naik ojol, macet, air minum habis. Panik banget cari air karena hausnya parah, kayak di padang gurun," ujarnya.

Gejala lain yang kemudian disadarinya adalah sering buang air kecil atau poliuria. Kadar gula yang tinggi membuat ginjal bekerja ekstra membuang glukosa melalui urine, sehingga cairan tubuh ikut tersedot keluar.

"Kayak 10 menit pipis lagi. Kepala juga pusing, lemas, lunglai," katanya.

Gaya hidup dan stres jadi pemicu

Cipa menyebut kebiasaannya mengonsumsi makanan manis sebagai bentuk pelarian dari tekanan kerja. Dalam sehari, ia bisa mengonsumsi makanan manis hingga tiga kali.

"Dessert itu bisa dibilang hampir tiap hari. Puncaknya di 2024 sampai 2025," tuturnya.

Kebiasaan begadang turut memperparah kondisinya. Pulang kerja larut malam, ia kerap baru tidur pukul 2 atau 3 dini hari, lalu kembali bekerja keesokan paginya.

Olahraga pun nyaris tak menjadi rutinitas. Kalaupun ada, hanya kardio ringan seminggu sekali. Ia mengaku tak pernah melatih otot dengan latihan beban.

"Gula yang aku makan nggak punya tempat 'persembunyian', karena aku nggak punya massa otot," ucapnya.

Koma 12 hari dan ancaman komplikasi

Kondisi Cipa sempat memburuk drastis. Pada 17 Agustus, ia kehilangan kesadaran dan koma selama sekitar 12 hari. Ia dirawat intensif di ICU, dipasangi ventilator, dan mendapat berbagai alat bantu medis.

"Infus sampai di leher, makan lewat hidung. Semua pakai alat," kenangnya.

Saat itu, dokter bahkan sempat menyarankan cuci darah karena fungsi ginjalnya tinggal 10 persen dan pankreas ikut terdampak. Beruntung, fungsi ginjalnya perlahan membaik sehingga hemodialisis tak jadi dilakukan.

Dokter juga mengingatkan risiko komplikasi serius, mulai dari gangguan motorik hingga kehilangan ingatan.

"Ini bukan sekadar nurunin gula. Gulanya sudah merusak organ-organ lain," kata Cipa.

Pengalaman pahit itu menjadi titik balik baginya. Kini, Cipa berusaha menjalani hidup dengan lebih sadar akan kesehatan, sekaligus menjadi pengingat bahwa diabetes tak selalu datang di usia senja dan sering kali berawal dari kebiasaan yang dianggap sepele.

Baca selengkapnya di sini

(tis/tis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER