Jakarta, CNN Indonesia -- Berbagai karakter film pernah dimainkan Lukman Sardi. Ia mengawali profesi sebagai aktor sejak tahun 1970-an, dan masih eksis hingga kini. Perannya mulai tokoh agama, tokoh nasional, tokoh politik, anak kampung yang inspiratif, sampai anak berkebutuhan khusus. Kini, Lukman juga mulai berkiprah di belakang layar.
Putra almarhum musisi senior Idris Sardi itu akan segera merilis film yang disutradarainya sendiri, Januari mendatang. Itu disampaikan Lukman pada
CNN Indonesia, usai acara nonton bareng film
Negeri Tanpa Telinga di Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/8). Film pertamanya itu berjudul:
Di Balik '98.
“Itu film
feature panjang. Temanya lumayan berat. Tapi walaupun ada sisi sejarah dan politiknya, filmnya enggak fokus di situ,” kata Lukman. Ia ingin menyuguhkan potret kesengsaraan masyarakat Indonesia setelah peristiwa yang dikenal sebagai reformasi itu. Karena peristiwa itu, kata Lukman, ada harapan yang berantakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, beberapa keluarga terpaksa terpisah dan ada orang-orang yang tergusur dari tempat tinggalnya. “Ini lebih ke moral dan manusianya. Ada tokoh Pak Harto, Wiranto, tapi lebih menggambarkan mereka sebagai manusia. Dalam kondisi itu, semua orang situasinya terjepit, termasuk mereka yang di pemerintahan,” ujarnya.
Butuh waktu cukup lama bagi Lukman untuk merampungkannya. Apalagi, itu pengalaman pertamanya menjadi sutradara. Untuk syuting, ia hanya butuh waktu 1,5 bulan. Tapi kebutuhan risetnya, memerlukan waktu yang tak sebentar. Lukman beberapa kali turun langsung mewawancarai para pelaku dan saksi mata peristiwa Mei 1998.
“Ada yang dari sisi reformis, ada yang dari sisi pemerintah juga. Aku
kan sutradara, jadi harus tahu,” ucapnya menyebutkan.
Selain soal riset, pengalaman terberatnya juga saat mengambil adegan demonstrasi mahasiswa di Gedung DPR/MPR. “Butuh banyak ekstra. Saat mahasiswa masuk ke DPR/MPR, sama tragedi Trisakti,” kata Lukman lagi. Ia sendiri tidak ikut berakting, hanya mengatur pemain. Beberapa nama kondang yang diajaknya, antara lain: Donny Alamsyah, Chelsea Islan, Fauzi Baadila, Agus Kuncoro, Teuku Rifnu Wikana, dan Ririn Ekawati.
“Ada juga Om Amaroso Katamsi, yang jadi Pak Harto di film G30S/PKI. Dia juga jadi Pak Harto lagi, kan sama tuanya,” ujar pria kelahiran Jakarta, 14 Juli 1971 itu.
Menurut Lukman, ide awal pembuatan film itu bukan murni berasal darinya saja. Dari obrolan bersama beberapa teman dekat, ditambah ada produser yang mau membiayai, jadilah Lukman membulatkan hati menyutradarai film tentang tragedi Mei 1998. Soal menjadi sutradara, memang sudah menjadi cita-citanya sejak dulu.
“Kalau main
kan harus nunggu sesuatu, dan memainkan yang sudah di-
create orang. Kita jadi lakon. Ini kita bikin sendiri dari awal
banget, dari belum ada sampai ada. Dan bagaimana menyambungkan visi itu berbarengan sampai jadi sesuatu, itu adalah tantangan,” tutur bintang film
Rectoverso itu.