Jakarta, CNN Indonesia -- Sutradara asal Amerika Serika Joshua Oppenheimer kembali mendapatkan penghargaan internasional atas film bertema hak asasi manusia di Indonesia. Film dokumenter yang berjudul Senyap/
the look of silence memenangkan Penghargaan Utama Juri (Grand Jury Prize) dalam Festival Film Internasional Venezia ke 71 (Venice International Film Festival) di Italia.
Film Senyap diproduksi oleh 5 negara, yaitu Denmark, Indonesia, Norwegia, Finlandia, dan Inggris. 'Senyap' menjadi film dokumenter pertama yang memenangi penghargaan Mouse d’Oro (Penghargaan Kritikus Online) untuk film terbaik,
Selain memenangkan salah satu penghargaan utama tersebut, film yang juga di ko-sutradarai oleh orang Indonesia itu, memenangkan hadiah lainnya, yaitu FIPRESCI Award (Penghargaan Federasi Kritikus Film Internasional) untuk film terbaik, Fedeora Award (Federasi Kritikus Film Eropa dan Mediterania) untuk film terbaik Eropa-Mediterania, dan Human Rights Nights Award untuk film terbaik bertema hak azasi manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun lalu Openheimer juga sukses membawa film bertemakan hak asasi manusia di Indonesia ke kancah internasional melalui film Jagal atau yang dikenal dengan The Act of Killing. Kedua film dokumenter ini bercerita tentang pembantaian massal 1965 di Sumatera Utara. Bedanya, 'Jagal' mengambil perspektif para pelaku pembantaian, sedangkan 'Senyap' mengambil perspektif penyintas dan keluarga korban.
Film ini bercerita mengenai keluarga Adi Rukun yang mengetahui bagaimana kakaknya dibunuh dan siapa yang membunuhnya. Sebagai adik bungsu, Adi bertekad untuk memecah belenggu kesenyapan dan ketakutan yang menyelimuti kehidupan para korban. Ia lantas mendatangi mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan kakaknya.
Adi Rukun menyayangkan adanya pembohongan sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah, hingga menganggap mereka sebagai bahaya laten komunisme. “Lewat film Senyap, kami tahu apa yang sesungguhnya terjadi di balik kebohongan mereka. Cepat atau lambat, tapi pasti, kebohongan akan terungkap,” kata Adi Rukun dalam siaran pers, Minggu (7/9).
Penghargaan itu, menurut Adi, menjadi penyemangat bagi dirinya dan keluarga korban untuk terus membongkar kebohongan yang selama ini menjadi pondasi kekuasaan para pelaku pembantaian massal.
Sementara, sutradara Indonesia yang enggan disebutkan identitasnya itu mengungkapkan rekonsiliasi adalah jalan panjang yang penuh rintangan dan berat, namun bukan jalan yang tidak mungkin.
Joshua Oppenheimer mengatakan pembuatan film bertema hak asasi manusia itu merupakan dukungan bagi upaya Indonesia untuk menyelesaikan kasus pelanggarah HAM di masa lalu termasuk Tragedi 1965. " Dan menjadi komitmen untuk menghapus semua bentuk impunitas, sebagaimana dijanjikan oleh Presiden terpilih Joko Widodo semasa kampanye yang baru lalu,” katanya.
Melalui film Senyap dia berharap semua orang berhenti sejenak dan mendengar apa yang dibisikkan kesenyapan di sela-sela hingar-bingar propaganda. Mendengarkan apa yang tersembunyi dalam sejarah, menelusurinya, lalu menulis ulang kembali sejarah itu berikut dengan kesenyapan yang terlupa dan belum tersampaikan. "Menulis ulang sejarah itu adalah menulis lembar baru dalam identitas kemanusiaan kita,” tutur dia.