Jakarta, CNN Indonesia -- Ada binar baru dalam pergelaran Rapsodia Nusantara. Seorang harpis muda Lisa Gracia Supadi sejak berusia empat tahun telah berlatih piano. Namun hatinya memilih harpa, yang kemudian membawanya ke panggung internasional.
Lisa Gracia Supadi membawa penonton pada sebuah keindahan suara petikan Harpa. Suara emas harpa pada lagu
Bungong Jeumpa, Tanah Airku, Cik-Cik Periuk, dan
Bengawan Solo mewujud sempurna lewat petikan jemari Lisa di pergelaran Rapsodia Nusantara, Sabtu (20/9).
Baru tahun 2013 lalu Lisa menamatkan pendidikannya di Conservatorium van Amsterdam dengan gelar Bachelor of Music in Harp di bawah bimbingan Erika Waardenburg, seorang profesor musik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Indonesia nama pemain harpa profesional memang dapat dihitung dengan jari, seperti diantaranya Heidi Awuy, Usy Pieters, Maya Hasan, dan Rama Widi. Alat musik senar berbentuk segitiga ini memang lebih familiar di negara-negara Eropa.
Namun hati Lisa tak bisa menolak keindahan suara emas harpa saat pertama kali menyaksikan petikannya di sebuah ajang paduan suara di Jerman. Saat umur Lisa masih sembilan tahun dia bersama Paduan Suara Anak Indonesia mengikuti kontes di Jerman.
“Kami bernyanyi tepat di belakang orkestra. Harpa tepat di depan mata saya dan saya pun langsung jatuh hati pada alat musik tersebut,” kata Lisa.
Bertahun-tahun memendam keinginannya belajar bermain harpa, baru pada usia 15 tahun dia mendapat kesempatan. “Saya berpikir di Indonesia siapa yang bermain harpa?” ujar perempuan berpenampilan feminin rock dengan gaya rambut side cut hair.
Melihat profil artis harpa Maya Hasan di sebuah media cetak memacu Lisa. Dia lalu memutuskan untuk mendalami salah satu instrumen musik tertua itu.
Demi menekuni harpa Lisa berhijrah ke Filipina. Di kota Manila, Lisa berguru pada seorang pemain harpa profesional dari Italia, Lourdes de Leon Gregorio. Dia kemudian bergabung dengan Philharmonic Orchestra di Filipina pada 2007 – 2008.
Di sana dia bermain bersama musisi-musisi internasional. Pengalaman tersebut semakin mengasah bakat besarnya.
Ilmu bermain harpa yang didapatnya di Filipina dirasa tak cukup. Lisa lalu mengambil pendidikan formal harpa di Conservatorium van Amsterdam. Setelah gelar Bachelor of Music in Harp performance diraihnya, dia kembali ke Indonesia pada 2013.
Meski menekuni harpa, Lisa tak lantas mengabaikan piano. “Saya tidak meninggalkan piano. Saya masih bermain piano sampai sekarang,” kata perempuan yang juga berprofesi sebagai guru harpa anak-anak di program Leerorkest Pemerintahan Belanda.
Lisa mengatakan, harpa merupakan alat musik apik, membawa kedamaian pada setiap pendengarnya. Namun sayang instrumen yang konon telah hadir sejak zaman Mesir kuno tersebut masih belum populer di Indonesia.
Terlahir dari keluarga pendidik musikDari mana bakat besar tersebut berasal pun terjawab. Lisa terlahir dari orangtua yang berprofesi sebagai pendidik musik di sebuah lembaga musik. Sejak dulu Lisa kecil selalu dijejali dengan musik.
“Saya sempat merasa malas untuk bermain musik, tapi saat melihat harpa saat umur sembilan tahun saya kembali semangat,” kata Lisa bercerita.
Diakui oleh Lisa kerepotan bermain harpa terletak pada pedalnya. Terdapat tujuh pedal pada bagian bawah harpa yang tidak tampak oleh penonton.
“Saat harus memainkan lagu yang banyak sekali akan sedikit sulit menyinkronkan tangan dan kaki sambil memainkan tujuh pedal,” ujar harpis yang juga tergabung dalam Kresendo Choir's Singapore Tour itu.
Indonesia diisi oleh orang-orang yang memiliki jiwa seni tinggi. Lisa mengatakan, musikalitas orang Indonesia tinggi sekali. Dia ingin musik klasik lebih populer lagi di Indonesia.
“Terutama lagi musik harpa,” ujar harpis yang pernah meraih The 2007 YPM Artist Award tersebut.
Sepanjang 2015 sampai 2013, Lisa menggelar konser solo di Jakarta dan Amsterdam. Termasuk diantaranya adalah penampilan orkestra dan opera di Amsterdam, Luxemburg, dan Jakarta di bawah tongkat komposer mancanegara, seperti Kenneth Montgomery, Ed Spanjaard, Jan Schut, Lucas Vis, Raymond Munnecom, Konradin Herzog, Adi MS, dan masih banyak lainnya.
Harpa memiliki karakter harmoni yang berbeda-beda. Bisa manis, bahagia, sedih. “Harpa adalah instrumen yang luar biasa,” katanya mengakhiri perbicangan.