Jakarta, CNN Indonesia -- Sosok perempuan cerdas dan kuat bukan hanya dimiliki Emma Watson saat memerankan Hermione Granger dalam film Harry Potter. Di dunia nyata, ia juga patut menjadi inspirasi wanita. Terbukti, enam bulan lalu Watson diangkat menjadi Duta Perempuan PBB.
Ia amat bangga. Watson mengakui, ia memang lekat dengan pemikiran feminisme. Bintang film Noah itu bahkan sudah memikirkan bias gender sejak belia. Saat memberikan pidato untuk kampanye PBB HeForShe di New York, Sabtu (20/9) waktu setempat, memori itu ia kuak.
Di usia delapan tahun, kata Watson, ia bingung dengan sebutan ‘bossy’ yang melekat padanya karena suka mengarahkan. Yang ia heran, sebutan itu tidak berlaku bagi anak lelaki, meski mereka juga melakukan hal yang sama. Menurutnya, itu aneh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Di umur 14 tahun, saya mulai dibicarakan secara seksual oleh oknum pers. Di umur 15 tahun, teman-teman perempuan saya mulai meninggalkan olahraga karena tak ingin tampil berotot. Di umur 18 tahun, teman laki-laki saya sulit mengungkapkan perasaan mereka,” kata Watson dalam orasinya.
Ia lantas diidentikkan sebagai wanita yang terlalu kuat, agresif, mendominasi, anti-pria, dan tidak menarik. Gabungan dari sifat-sifat yang terdengar buruk itu disimpulkan menjadi sebuah kata populer: feminis. Bagi Watson itu tak masalah dan sama sekali tak rumit.
Namun bagi sekelilingnya, ia dipandang negatif. Watson si pembenci pria. Menurutnya, pandangan itu harus dihentikan. Feminisme bukan berarti mendiskreditkan laki-laki.
“Definisi feminisme adalah keyakinan bahwa pria dan wanita harus punya hak dan kesempatan yang sama. Itulah teori kesetaraan gender di segi politik, ekonomi, dan sosial,” tuturnya menekankan.
Utopia feminismeSeharusnya, kata Watson, wanita berhak dibayar sama seperti pria. Wanita berhak membuat keputusan soal tubuhnya, berhak ikut andil dalam membuat keputusan untuk negara, dan mendapat penghargaan yang sama seperti pria. Sayang, bicara itu semua seperti utopia.
Watson berpendapat, belum ada satupun negara yang bisa mencapai kesetaraan gender. Masih banyak wanita di negara berkembang yang tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Watson menganggap dirinya beruntung. Orangtuanya tidak membencinya karena terlahir perempuan, sekolahnya tidak membatasi apapun, dan gurunya maklum jika suatu hari ia melahirkan. “Merekalah duta kesetaraan gender yang membentuk saya seperti hari ini,” katanya.
Untuk mencapai mimpi kesetaraan gender di dunia, lanjut Watson, perlu lebih banyak orangtua, sekolah, dan guru seperti dalam hidupnya. Sebab ia sadar betul, tidak semua wanita terlahir beruntung sepertinya. “Bahkan secara statistik sedikit sekali,” tutur Watson.
Gadis 24 tahun itu juga menyadari, usia feminisme bukan hanya satu atau dua tahun. Gagasan itu sudah muncul sejak tahun 1800-an. “Tahun 1997 Hillary Clinton pernah berpidato di Beijing soal hak-hak perempuan. Toh masih banyak yang tidak berubah sampai saat ini,” ucapnya lagi.
Juga masalah priaMenurut Watson, salah satu kunci mencapai impian feminisme adalah kaum pria. Selama ini, katanya, feminisme hanya menjadi pemikiran wanita. Saat ia bicara saja, hanya ada 30 persen khalayak pria. Dengan tegas Watson mengatakan, feminisme adalah juga masalah pria.
“Bagaimana kita bisa mengubah dunia jika hanya setengah yang merasa diundang dan terbuka atas pembicaraan ini,” katanya, sedikit menyindir. Pria cenderung berstereotip, mereka yang feminis sama dengan lemah. Karena itulah hanya segelintir pria yang legawa meminta tolong pada wanita.
“Saya melihat banyak lelaki muda dengan penyakit mental tidak meminta bantuan karena takut tidak perkasa. Akhirnya, bunuh diri menjadi penyebab kematian terbesar pria di Inggris,” ujar Watson.
Itu membuktikan, pria sebenarnya juga terpenjara oleh stereotip gender yang kebanyakan mereka ciptakan sendiri. Sudah saatnya, kata Watson, manusia tidak lagi melihat jenis kelamin sebagai spektrum yang berlawanan. Dengan kesetaraan gender, pria dan wanita bebas berprestasi.
Kata-kata Watson itu seakan sengaja ditujukan untuk menyadarkan para pria. Ia bicara penuh keberanian, mengungkap hal-hal yang selama ini dianggap biasa tapi ternyata sarat muatan gender.
Di akhir pidatonya, Watson pun mengajak semua orang turut andil dalam kampanye kesetaraan gender HeForShe yang digagas PBB. Ia mengakui, banyak yang memandangnya tak layak menyuarakan itu. Namun Watson hanya ingin menyadarkan semua orang dengan kata-katanya.
“Anda mungkin berpikir, saya hanya seorang gadis Harry Potter. Saya pun bertanya apa saya layak berada di sini. Tapi yang penting, saya peduli dan ingin membuatnya lebih baik,” ujarnya. “Jika Anda punya keragu-raguan saat kesempatan ini disajikan, saya harap kata-kata ini membantu,” lanjutnya.
Watson hanya berharap, pidatonya dapat mengubah sesuatu. Ia menutupnya dengan harapan ada yang mau terlibat dalam kampanye HeForShe. “Jika Anda percaya kesetaraan, Anda salah satu feminis yang saya bicarakan sebelumnya. Saya bertepuk tangan untuk Anda,” ucapnya.