INDUSTRI KREATIF JOKOWI

Pak Presiden, Dengarkan Suara Seniman

CNN Indonesia
Kamis, 23 Okt 2014 18:34 WIB
Fasilitas dan anggaran seni kurang memadai. Perguruan tinggi seni pun hanya ada enam. Terlalu minim bagi Indonesia nan kaya raya.
Memajukan industri kreatif berarti meningkatkan ekonomi negara. (Antara/Fanny Octavianus)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Seniman sendiri sudah kreatif tanpa ada campur tangan pemerintah. Tetapi akan lebih baik jika pemerintah ikut membantu.” Pendapat ini disampaikan oleh Angga Mefri, penari merangkap manajer Nan Jombang Dance Company.

Sanggar tari ini didirikan oleh koreografer Ery Mefri, suami Angga, di Padang, Sumatra Barat, pada 1983. Piawai memadukan tari kontemporer dengan falsafah dan tradisi Minang. Salah satunya, tarian rancak yang menyelipkan jurus-jurus silat.

Berada jauh dari pusat kota, Angga merasakan betul sulitnya sebagai seniman di daerah untuk dijangkau oleh pemerintah. "Pemerintah lebih berfokus ke pusat, padahal banyak seniman-seniman di daerah yang lebih kreatif dan berpotensi.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merasa dianaktirikan oleh pemerintah tidak membuat sanggar tari ini berkecil hati dan berhenti berkarya. Tidak banyak yang tahu, saat ini, Nan Jombang berkolaborasi dengan Natya Dance Theatre dari Chicago, Amerika Serikat, dan dilanjutkan tur hingga 2016.

Nan Jombang juga bekerja sama dengan Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang menggelar Padang Bagalanggang International Arts Festival yang berlangsung 25 Oktober-1 November 2014. Seniman manca negara turut berpartisipasi di acara ini.

Mencari tempat berkumpul mengai kreativitas

Kondisi berbeda dirasakan seniman asal Bandung, Sofyana Ali Bindar. "Dengan adanya Wali Kota Ridwan Kamil yang juga sama-sama orang kreatif, ia memiliki rencana-rencana yang menyokong agar industri kreatif bergerak maju," kata Sofyan.

Seniman yang biasanya independen saat berkarya, kata Sofyana, kini gemar kongko di taman-taman kota yang difasilitasi oleh pemerintah, seperti Taman Film dan Taman Musik. "Orang Bandung itu suka kongko, saat kongko itu melahirkan ide kreatif.”

Sebagai seniman yang bergerak di dunia audiovisual, Sofyana berpendapat, banyak seniman Bandung bergerak di bidang film. Terutama sejak adanya Taman Film, yang memang diproyeksikan pemerintah sebagai lokasi syuting.

“Menparekraf Mari Elka Pangestu juga memberikan banyak dukungan kepada seniman, terutama di bidang film,” katanya. Dukungan tersebut meliputi program pembiayaan, juga pergelaran festival-festival film pendek di dalam dan luar negeri.

Sofyana menilai, industri kreatif Indonesia masih dalam masa pertumbuhan, karena itu masih membutuhkan dukungan pemerintah. "Kita harus dapat bersaing di pasar bebas, tetapi tidak melulu dengan ekonomi fisik, tetapi dengan seni dan budaya," ujarnya.

Pria kreatif yang tergabung dalam kelompok Sembilan Matahari ini berharap, film-film Indonesia dapat lebih diapresiasi dan dapat masuk ke jaringan mainstream. Diyakininya, akan lebih baik jika ada satu ruang khusus untuk mengakomodir film Indonesia.

Sembilan Matahari sendiri biasa bergerak di bidang video mapping dan film-film pendek. Saat ini, Sembilan Matahari sedang membuat serial-serial pendek dengan mengambil karakter remaja perempuan bernama Airis.

Lewat serial ini, Sembilan Matahari menyampaikan nasihat, “tidak harus membeli barang-barang jika ingin menyelesaikan masalah.” Nasihat ini tidak disampaikan dengan cara menggurui, melainkan cara kreatif sekaligus menyenangkan.

Pendidikan seni, investasi jangka panjang.

Sehari-hari bersinggungan dengan seni dan para seniman, membuat Ketua Koalisi Seni Indonesia M. Abduh Aziz mengetahui secara nyata kondisi industri kreatif di Tanah Air. Bukan sebatas yang komersil, bahkan juga nonkomersil.

“Kemajuan industri kreatif kita luar biasa,” paparnya. “Industri kreatif yang sebelumnya tidak diantisipasi ternyata mampu mengembangkan ekonomi negara. Perkembangan yang sudah semakin baik ini harus diikuti perbaikan pendidikan seni secara formal.”

Sekarang ini, kata Abduh, banyak orang berpikiran frame industri kreatif ini packaging-nya adalah memasarkan hasil kreasi dan karya budidaya manusia saja. Seniman semata-mata hanya dianggap harus berkarya dan mencipta macam-macam, setelah itu selesai.

“Padahal seharusnya harus ada investasi jangka panjang. Misalnya, dengan inventarisasi dan riset,” kata Abduh seraya menyarankan pemerintah harus memerhatikan pendidikan seni untuk para peserta didik.

Perbaikan institusi pendidikan seni juga harus diupayakan. Sampai saat ini, Indonesia hanya memiliki segelintir perguruan tinggi seni di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Solo, Padang Panjang. Jumlah yang kelewat minim bagi negeri yang kaya raya.

Guru dan dosen harus diberi pembinaan seni. Pendidikan seni harus ada di sekolah umum. Tujuannya, meningkatkan apresiasi seni. Bukan lantas menjadikan anak didik sebagai seniman, tapi sebagai penikmat seni dan target market produk ekonomi kreatif.

“Nah, bagi anak-anak yang memang bercita-cita menjadi seniman, mereka perlu memiliki bekal pendidikan seni agar bisa mendapatkan peluang lebih besar di dunia kerja dan didukung infrastrukturnya yang baik,” kata Abduh.

“Pemerintah juga patut memberi perhatian pada penegakan hukum bagi karya para seniman, lebih menjamin kebebasan berekspresi para seniman,” kata Abduh seraya mencontohkan aksi perusakan karya seniman oleh sekelompok orang yang menganggapnya porno.

Tak kalah penting: penambahan alokasi anggaran yang dikelola secara transparan dan lebih tepat sasaran. Sayangnya, kata Abduh, alokasi dana negara masih sangat terbatas. Anggaran dari Kemendiknas dan Kemenparekraf dinilai kurang memadai.

“Anggaran yang kami terima dari Kemendiknas hanya 1,3 T dan Kemenparekraf 600 M per tahun. Ini sangat kurang, apalagi untuk memajukan budaya dan kreativitas indonesia,” ia mengeluhkan. “Selain itu, penyebaran dananya juga tidak merata.”

Adanya otonomi dan desentralisasi, menurut Abduh, menjadikan pemerintah berpikiran bahwa hal ini adalah urusan daerah. Padahal daerah punya sumber daya yang tinggi terhadap kebudayaan dan industri kreatif.

“Pemerintah harus adil, termasuk soal aliran dana,” katanya. “Keadilan tidak berarti semua daerah diberi porsi sama, tapi dilihat dari besaran populasi, wilayah, juga potensi daerahnya. Perlu ada kebijakan khusus untuk potensi industri kreatif di daerah.”

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER