Jakarta, CNN Indonesia -- Dua tahun sekali Selasar Sunaryo mengadakan pameran Bandung New Emergence (BNE) yang ditujukan bagi seniman muda. Pameran yang sudah diadakan untuk kelima kalinya itu kali ini menantang para seniman berada di luar zona nyaman mereka.
Saat memasuki ruangan pameran BNE, tampak sebuah instalasi dengan kayu yang menggambarkan dua orang laki-laki menggunakan blangkon. Dua laki-laki lain memegang palu, lalu di tengahnya terdapat tumpukan buku. Dari kejauhan, kedua instalasi itu terlihat seperti permainan jungkat-jungkit.
Karya milik Maharani Mancanegara itu bernama
Interlokusi Lagak #1 dan
Interlokusi Lagak #2. Terbiasa berkarya dengan melukis di atas kayu, instalasinya di BNE Vol. 5 berada di luar kebiasaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Biasanya saat sedang mengerjakan sesuatu terlintas membuat hal tentang karya itu. Lewat pameran ini seniman diajak bersosialisasi dengan lingkungan,” kata Maharani di acara pameran Bandung New Emergence.
Pada pameran ini Maharani mencoba mengambil konsep pendidikan, terutama sejarah pendidikan. Dia melakukan riset ke beberapa tempat, salah satunya adalah Arsip Nasional Republik Indonesia.
Salah satu karya unik dari Maharani adalah sebuah kotak. Terdapat sebuah pemutar di samping kotak tersebut. Jika diputar akan keluar tabung berisi informasi sejarah pendidikan di dalamnya. Lewat karya tersebut Maharani menggambarkan tempat penyimpanan peluru dengan tabung yang digambarkan sebagai amunisi.
“Dari riset ini saya menerima banyak masukan sehingga informasi yang saya dapatk akan saya bagikan kepada orang lain. Penyimpanan peluru tersebut seolah-olah menggambarkan banyaknya amunisi informasi yang tertahan untuk orang-orang,” ujar Maharani menjelaskan.
Selain riset dan bersosialisasi dengan orang-orang yang memiliki perhatian pada sejarah pendidikan, Maharani mencoba sesuatu yang baru di pameran tersebut, yaitu karya mekanik.
“Saya ingin mencoba hal baru dan juga ingin menampilkan bahwa sejarah itu bergerak, tidak hanya diam,” katanya mengungkapkan.
Riset Maharani tentang sejarah pendidikan membawanya kepada hal-hal baru. Tidak hanya pengetahuan, tetapi juga metode baru untuk pengerjaan karya. Maharani mengakui bahwa dia terkenang dengan kata-kata Jakob Soemardjo pelopor filsafat Indonesia yang mengatakan, “Kalau ingin sesuatu hal yang baru, bacalah sesuatu hal yang lama.”
Di ruangan yang sama, terdapat karya yang membuat kita seperti berada di ruangan riset penelitian luar angkasa. Terdapat gambar besar bertuliskan ‘Bangsa bermanfaat adalah bangsa yang menghargai IPTEK'. Terdapat gambar laki-laki yang mengangkat kedua tangan ke atas, lalu gambar pesawat-pesawat yang meluncur ke langit di belakangnya.
Karya ini bernama
LAPAN: Bangsa Bermanfaat dari Nurrachmat Widyasena. Lalu ada gambar struktur sebuah satelit dan roket dengan judulnya
LAPAN: Satelit Tubsat dan
LAPAN: RX “King”-450’.Menurut kurator BNE Mitha Budhyarto, Nurrachmat memang senang dengan hal-hal yang berbau teknologi, namun riset untuk karya-karya lainnya hanya sebatas riset google. “Akhirnya dia melakukan riset ke LAPAN, sampai dia bisa menonton peluncuran roket,” kata Mitha.
Para seniman di BNE Vol. 5 ini dituntut berkarya di luar kebiasaan mereka. Nurrachmat dan Maharani menggali lebih dalam hal-hal yang mereka sukai. Maharani dengan sejarah pendidikan dan Nurrachmat dengan teknologi. Mereka berdua melakukan riset mendalam dengan bertanya langsung kepada para pakar.
Tantangan untuk para senimanBerbeda dengan karya dari Mirfak Prabowo dan Aulia Ibrahim yang juga berkolaborasi dengan Agus Novianto. Karya Mirfak yang berwarna-warni terlihat seperti gumpalan warna yang bernama
PU-Rs-RYB. Itu merupakan karya temuannya di studio miliknya.
Mirfak yang biasanya membuat karya lukis ditantang para kuratornya menggunakan medium bekas. Dampak yang dihasilkan dari zat-zat kimia keras yang biasa digunakan Mirfak lebih berbahaya.
“Kami menantang dia menggunakan medium bekas, bukannya medium baru. Limbah yang tersedia di studio kami minta agar digunakan,” kata Mitha. Karya yang dibuat dari sisa-sisa polyurethane, resin, resin pigment, dan cat acrylic menghasilkan karya yang unik. Tidak disangka merupakan hasil dari medium bekas.
Karya lainnya dihasilkan oleh Aulia Ibrahim dan Agus Novianto. Di ruangan yang hitam dan gelap itu, terdapat instalasi yang terlihat seperti kubus dari kejauhan. Instalasi itu diterangi proyeksi warna-warni yang terus merubah warnanya, diiringi oleh musik yang mengikuti pergantian warna.
Meskipun Aulia mengaku sering membuat karya instalasi, di pameran ini dia ditantang untuk berkolaborasi dengan seniman lain yang memiliki keputusan yang sejajar dengannya. Karya kolaborasi itu berjudul
Unison Square Garden.
“Saya sudah biasa berkolaborasi dengan orang lain, tapi biasanya orang lain mengikuti keputusan saya. Pada karya ini keputusan kami berdua sama-sama sejajar. Akhirnya kami mencari titik temu, bagaimana menyatukan sudut pandang kami berdua,” kata Aulia menjelaskan.
Hasil kolaborasi tersebut merupakan penciptaan situasi menggunakan unsur suara dan cahaya. Para pengunjung dapat memasuki instalasi tersebut dan mendapatkan situasi ruang dari karya ciptaan dua seniman itu.