Jokowi Dituntut Minta Maaf Soal Pembantaian PKI

CNN Indonesia
Senin, 10 Nov 2014 20:25 WIB
"Kita harus mendukung presiden baru karena dia ingin menyelesaikan masalah HAM." Joshua Oppenheimer, sutradara asal Amerika yang mengucapkannya.
Presiden Joko Widodo (Getty Images/Oscar Siagian)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Kita harus mendukung presiden baru karena dia ingin menyelesaikan masalah HAM."

Ucapan itu bukan terlontar dari mulut masyarakat Indonesia. Joshua Oppenheimer, sutradara film dokumenter asal Amerika yang mengucapkannya. Itu merupakan sebagian harapan Joshua saat menggarap dua film tentang pembantaian Indonesia, The Act of Killing (Jagal) dan The Look of Silence (Senyap).

Film pertamanya mendapat banyak penghargaan. The Act of Killing bahkan masuk nominasi Oscar, meski tak sampai membawa pulang piala. Kini, film keduanya membuat Venice International Film Festival terperangah. Saat pemutaran perdana di Jakarta, Senin (10/11) Joshua mengatakan ia ingin mengubah sesuatu di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia ingin luka hati karena pelanggaran HAM di Indonesia sembuh. Caranya, kata Joshua, melalui pengungkapan sejarah hitam dan permintaan maaf dari pemerintah. Sebab menurutnya, sejarah bukan untuk ditutupi. Ia tahu pembantaian jutaan orang tak bersalah di tahun 1965 harus dibuka kembali, bukan dibiarkan terlupakan.

"Tahun 1965 adalah titik awal pelanggaran HAM di Indonesia. Dari situlah rezim ketakutan dan senyap mulai terbentuk. Rakyat trauma, diam, dan terpaksa menerima pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi belakangan," ujar Joshua melalui Skype. Ia memang tak hadir dalam pemutaran perdana The Look of Silence di Indonesia. Namun Joshua berharap pesan filmnya tersampaikan.

"Kalau mau serius memberantas pelanggaran HAM, kita harus menganggap tahun 1965 adalah kuncinya," ia menuturkan. Melalui filmnya, ia berharap mata masyarakat dan pemerintah lebih terbuka. Lalu, ada yang berinisiatif mengakui dan memaafkan, tak hanya diam berpangku tangan.

"Presiden baru pernah berkata dalam kampanyenya, ingin menyelesaikan masalah HAM. Ingin mengakui apa yang terjadi. Kita harus mendukung segala upaya agar pemerintah Indonesia secara resmi mengakui yang terjadi dan meminta maaf sebagai bentuk rekonsiliasi," ucapnya dalam bahasa Indonesia yang fasih.

Joshua menambahkan, "Kalau tidak begitu, luka Indonesia tidak akan pernah sembuh," ucapnya tegas.

Ucapan Joshua itu didukung penuh oleh Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM, M. Nur Khoiron menargetkan, tahun 2015 Joko Widodo sebagai presiden baru Indonesia harus menegaskan soal pelanggaran HAM. Mengakui, katanya, adalah bagian dari langkah mengungkap kebenaran. Setelah itu Jokowi perlu meminta maaf pada keluarga korban yang menderita karena dituding PKI, dan memastikan pelanggaran HAM tak terjadi lagi.

"Tanggal 10 Desember mendatang akan ada lokakarya nasional. Kami berharap ada pidato dari presiden baru. Kami harap beliau hadir, dan menyampaikan apa agenda pemerintah soal penyelesaian pelanggaraan HAM di masa lalu," ujarnya membeberkan. Ia menegaskan, ini saatnya persepsi sejarah diubah, terutama menyangkut komunisme.

Joshua sendiri merupakan sutradara asal Amerika Serikat. Ia membuat dua film dokumenter tentang pembantaian PKI di Indonesia, berdasarkan riset sejak awal 2000-an. Film pertamanya bercerita dari sudut pandang pelaku, Anwar Kongo, yang dengan bangga melakukan pembantaian atas nama pembelaan negara.

Sedang The Look of Silence yang hari ini diputar, memandang lewat mata Adi Rukun, seorang anggota keluarga korban. Alih-alih diam, Adi memilih menentang kesenyapan dan mendatangi pembunuh kakaknya, Ramli, satu per satu. The Look of Silence menggambarkan betapa Adi dan keluarganya terluka, sementara pembunuhnya berbangga.

"Saya enggak suka pembunuh mengaku pahlawan ideologi dan negara. Saya harap diakui bahwa itu salah," kata Adi mengungkapkan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER