Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi
stand up comedy dan dagelan pasti sudah biasa Anda saksikan. Namun bagaimana jika keduanya dipadukan? Butet Kartaredjasa menjawab pertanyaan itu dengan karya terbarunya, pertunjukan
Mati Ketawa Cara Politikus Indonesia.Saat tampil di Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, pada Jumat (5/12), seniman asal Yogyakarta ini menampilkan kepiawaiannya mengawinkan dua bentuk pertunjukan komedi tersebut: stand up comedy dan dagelan.
Dalam acara yang berdurasi sekitar dua jam ini, disuguhkam empat komedian yang bisa mewakili tradisi komedi yang tumbuh di Indonesia. Mereka adalah Sammy Notaslimboy, Mongol Stress yang mewakili komika, serta Marwoto Kawer, dan Susilo Nugroho yang mewakili dagelan.
Keempat komedian itu tampil sendiri-sendiri, mengocehkan guyonan layaknya dalam
stand up comedy. Namun mereka memiliki peran yang saling berkaitan satu sama lain dalam satu alur cerita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai tema, isu politik tetap menjadi inti pembahasannya. Dengan cara pandang komedi, persoalan dan isu politik memiliki intepretasi yang berbeda untuk orang kebanyakan.
"Politik kita yang memang lucu, pasti menjadi sumber inspirasi yang menarik bagi para komedian itu. Tantangannya, jangan sampai mereka kalah lucu dibanding peristiwa politik yang sebenarnya," ujar Butet Kartaredjasa di Taman Ismail Marzuki, Jumat (5/12).
Sudut pandang yang berbeda inilah, yang memunculkan pandangan atau opini yang berbeda pula, satu sama lain memunculkan kontradiksi dan ironi.
Pentas ini, sebut Butet, bisa juga menjadi kaleidoskop politik melalui pementasan humor. "Bagaimana peristiwa-peristiwa politik tidak sekedar ditertawakan atau menjadi bahan lelucon, tapi direfleksikan, dilihat dengan lebih jernih melalui humor," ucap dia.
Humor penuh sindiranPentas
Mati Ketawa Cara Politikus Indonesia ini dipenuhi dengan humor
satire yang dilontarkan para komedian. Materi lawakan tak jauh dari sindiran-sindiran kepada para politikus, baik kebijakan, gaya hidup, karakter, cara berpolitik, dan sebagainya.
Pentas ini mengisahkan tentang seorang politikus (Marwoto Kawer) yang mendadak (pura-pura) sakit di saat yang tepat, yakni saat ia dinyatakan terjerat kasus korupsi. Ia merasa rumah sakit adalah tempat terbaik untuk menyelamatkan diri.
Seorang kolega (Sammy Notaslimboy) menjenguk sekaligus memberikan dukungan kepada politikus yang sedang ketiban apes itu. Kemudian datanglah dokter (Susilo Nugroho). Ia bermaksud untuk merawat dan melakukan operasi yang sebenarnya tidak diperlukan. Tujuannya, hanya untuk membuktikan kepada orang lain bahwa politikus itu sedang sakit.
Tak diduga, pasien lain (Mongol Stress) menyaksikan hal tersebut. Ia melihat drama di mana seorang politikus pura-pura sakit mendapat perlakuan istimewa, sementara dirinya yang benar-benar sakit malah diabaikan.
Selain menyindir, keempatnya juga memberikan beberapa kritik kepada warga Jakarta dan saran kepada Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
"Pemerintah sudah bikin
busway separator, masih saja banyak yang nyelip-nyelip melewati. Pak Ahok, saya kasih saran nih, besok-besok coba bikin "batas suci" macam di musholla, dijamin
nggak ada yang berani menginjak bahkan melewati!" tutur Sammy yang disambut gelak tawa penonton.