Jakarta, CNN Indonesia -- Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama. Peribahasa itu cocok menggambarkan J.R.R. Tolkien. Meski sosoknya telah tiada, namanya terus dibanggakan selama setidaknya 14 tahun terakhir. Sejak 2001, saat Peter Jackson memfilmkan karya-karyanya.
Tolkien otak di balik
The Lord of the Rings dan
The Hobbit. Buku-bukunya lah yang diadaptasi Jackson untuk divisualisasikan ke dalam film. Padahal sebenarnya,
The Hobbit dirilis tahun 1937 dan The Lord of the Rings tahun 1954. Buku itu terjual jutaan kopi di seluruh dunia.
Ada beberapa fakta unik yang selama ini tak banyak diketahui orang tentang Tolkien. Mengutip Huffington Post, berikut tiga fakta penulis yang hidup di zaman Perang Dunia itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Christopher Lee, pemeran Saruman, penyihir berambut putih panjang di film The Hobbit adalah satu-satunya pemain film yang pernah bertemu Tolkien semasa hidupnya. Saat itu Lee masih sangat muda. Kebetulan, ia memang penggemar berat karya-karya Tolkien. Lantaran terlalu gugup, ia hanya bisa sedikit berkata-kata. Siapa sangka kini ia main di filmnya.
Pertemuan dengan Tolkien diceritakan Lee pada sebuah wawancara dengan Cinefantastique sekitar tahun 2003. Lee menjelaskan, saat itu ia sedang berada di sebuah pub bernama The Eagle and Child bersama beberapa temannya. Salah satu dari mereka mengenali Tolkien. Lee dan kelompoknya lalu mendekati sang penulis idola.
Mereka sempat sedikit berbincang. Lee mengakui, dirinya saat itu sedikit berlutut untuk memberi penghormatan pada Tolkien.
Kini, saat terlibat dalam pembuatan film berdasarkan buku karangan Tolkien, ia dianggap paling fasih. Para pemain dan kru film kerap bertanya karena kedalamannya menguasai buku. "Mereka bertanya pada saya seperti, 'Siapa nama ayah Frodo?' atau 'Apa nama pedang ini dan itu?' Sesuatu seperti itu," ia menuturkan.
Ada sebuah bahasa menarik yang terdapat dalam The Lord of the Rings dan The Hobbit. Yakni, bahasa kaum peri alias Elvish. Di film terakhir, The Hobbit: The Battle of the Five Armies saat Legolas (Orlando Bloom) berbicara dengan Tauriel (Evangeline Lilly), itulah bahasa kaum peri. Susah dipahami, karena Tolkien menggabungkan banyak bahasa di sana.
Tolkien sendiri merupakan seorang ahli bahasa. Spesialisasinya adalah bahasa Inggris klasik. Namun, ia juga menguasai bahasa Finlandia serta Welsh. Menciptakan bahasa baru merupakan salah satu hobinya. Di usia belasan, ia sudah menciptakan bahasa Animalic dan Nevbosh.
Tolkien juga membuat bahasa Sindarin dan Quenya, yang beribu pada bahasa Elvish dalam The Lord of the Rings. Selain itu, ia pun menciptakan bahasa Khuzdul yang diucapkan para kurcaci, bahasa Valarin, dan Black Speech.
Uniknya, sebenarnya Tolkien ingin menulis seluruh bukunya dalam bahasa Elvish.
"Jika terserah dia, dia akan menulis seluruh bukunya dalam bahasa Elvish. Penemuan bahasa adalah fondasinya. Cerita dibuat untuk memberi dunia pada bahasa, bukan kebalikannya. Bagi saya, nama muncul pertama, baru kemudian cerita mengikuti. Tapi tentu saja, The Lord of the Rings telah disunting dan banyak bahasa yang dibuang, sesuai selera pembaca," kata Philip Norman, seorang penulis pada New York Times.
Kalau J.K. Rowling mendapat ide soal karakter Harry Potter saat dalam perjalanan dengan kereta dan menuliskannya di kafe, Tolkien punya cara yang lebih unik untuk menciptakan Bilbo Baggins cs. Kalimat pertama untuk The Hobbit diciptakan Tolkien di tengah ujian sekolahnya.
"In a hole in the ground, there lived a hobbit," demikian kalimat pertama yang ditulisnya, menurut The Tolkien Society yang dikutip Huffington Post. Dorongan menulis itu datang setelah Tolkien membiarkan kerta ujiannya kosong melompong. Tak ada jawaban yang ia tuliskan ke dalamnya. Ia justru mengarang.
Tolkien sendiri sebenarnya tak yakin dengan apa yang dilakukannya. Namun, ide soal Hobbit berulang kali mengganggu pikirannya. Ia lantas memutuskan menggali lebih dalam karakter Hobbit yang diciptakannya dan mengerjakan sebuah karya besar yang dikenal sepanjang masa, daripada menuntaskan ujian. Bisa dipastikan, nilainya untuk ujian kali itu benar-benar buruk.
The Tolkien Library menambahkan, tidak diketahui apakah cerita yang ditulis Tolkien saat itu untuk The Hobbit atau juga The Silmarillion, buku setelah The Hobbit yang memberi gambaran dunia fantasi Tolkien secara lebih naratif. Namun yang jelas, ia membawa Hobbit-nya ke Middle Earth dan menjadikannya disukai seluruh dunia hingga kini.