Jakarta, CNN Indonesia -- Siapa pun tahu perhelatan Golden Globe Awards berbeda dari Academy Awards. Namun kali ini, perbedaannya teramat kentara, terlihat dari deretan nominator yang diumumkan tadi malam (15/1) di Beverly Hills, AS.
(
Baca Juga: Golden Globe Awards vs Academy Awards)
Washington Post mengabarkan, kemarin (15/1), nominasi peraih Oscar tahun ini tak berpihak pada kaum minoritas. Tak satu pun nominator yang berkulit hitam, perempuan sutradara dan lajang.
(
Baca Juga: Nominasi Pemenang Piala Oscar 2015 Diumumkan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ava DuVernay, yang menyutradai
Selma, biopik Martin Luther King Jr., juga David Oyelowo, si pemeran King, tak beroleh nominasi. Padahal
Selma berjaya di ajang penganugerahan penghargaan lain.
Sementara itu,
Birdman dan
The Grand Budapest Hotel sama-sama meraih sembilan nominasi. Kritik pun diarahkan kepada panitia Academy of Motion Picture Arts and Sciences yang dinilai rasial.
Laman
L.A. Times menganalisa, isu rasial ini sudah mendera Oscar sejak 2013. Terbukti, sebagian besar pilihan panitia Academy 93 persen berkulit putih dan 73 persen berkelamin pria.
Minimnya keberagaman nominasi peraih Oscar memperlihatkan seberapa jauh Hollywood mendukung karya kalangan minoritas yang selama ini memang jarang sekali mendapat apresiasi.
Hannah Ehrlich, direktur pemasaran buku minoritas penerbit Lee and Low memperlihatkan hasil studi isu ini. Apresiasi untuk sutradara dan pemain film dari kalangan minoritas memang terbatas.
“Yang mengecewakan,” kata Ehrlich, “tahun lalu film
12 Years a Slave berhasil menang, tapi sekarang Academy seolah mengatakan, ‘Kami telah memenangkan film itu. Untuk sementara kami melakukannya dengan baik.’”
Topik perbudakan dan hak asasi manusia, menurut Ehrlich, sangat penting, tapi hampir di tiap kategori, nominatornya justru berkulit putih. “Tahun ini, Oscar mundur ke belakang.”
Sebagai contoh, nominasi aktor terbaik didominasi kulit putih, dari Steve Carell (
Foxcatcher), Bradley Cooper (
American Sniper), Benedict Cumberbatch (
The Imitation Game), Michael Keaton (
Birdman), dan Eddie Redmayne (
The Theory of Everything).
Isu rasial juga terlihat di deretan nominasi aktris terabit. Marion Cotillard (
Two Days One Night), Felicity Jones (
The Theory of Everything), Julianne Moore (
Still Alice), Rosamund Pike (
Gone Girl), dan Reese Witherspoon (
Wild).
Film buatan kaum minoritas bukan hanya diabaikan di ajang penganugerahan penghargaan. Lebih dari itu, soal pembiayaan dan pendistribusiannya juga dipersulit di Hollywood.
Sineas film
12 Years a Slave, The Butler, Dear White People, dan
Top Five, merasakan benar hal itu. “Masalah terbesarnya ada di industri yang secara terang-terangan menolak,” kata Darnell Hunt.
Pria yang bekerja sebagai direktur Ralph J. Bunche Center for African American Studies di kampus UCLA ini mengatakan, “Para pembuat keputusan lebih senang dikelilingi kalangan sendiri.”
Orang-orang ini, menurut Hunt, tak mau tahu dan tak peduli. “Hal semacam ini tentu saja tak bisa diteruskan. Mereka harus membuat film yang bisa dinikmati semua kalangan,” kata Hunt.
Kekecewaan insan perfilman dan penikmat film pun terbawa ke ranah media sosial. Mereka menuliskan komentar dengan tagar #OscarsSoWhite yang menjadi topik hangat di Twitter, terutama di AS.
Toh begitu, DuVernay berbahagia, film
Selma yang digarapnya meraih peringkat 99 persen positif versi laman Rottentomatoes. Persentasi tertinggi sepanjang sejarah nominasi film terbaik.
“Film-film Hollywood semakin miskin keberagaman,” kata Stacy Smith, pendiri sekaligus direktur Media, Diversity, & Social Change Initiative di USC Annenberg.
“Orang bakal mengira kontroversi Selma seputar akurasi sejarahnya,” kata Joe Pichirallo, ketua jurusan film dan televisi di New York University.
Selma memang sempat dikritik karena dianggap memelintir gambaran tentang mantan Presiden AS Lyndon Johnson yang mendapat porsi adegan cukup besar di film ini.
 Aktor Chris Pine dan Presiden Academy of Motion Picture Arts and Sciences Cheryl Boone Isaacs mengumumkan nominasi peraih Oscar di Beverly Hills, AS (15/1). |
“Saya tak bisa berspekulasi soal alasannya,” kata Cheryl Boone Isaacs, perempuan berkuit hitam pertama yang memimpin panitia Oscar sebagai Presiden The Academy of Motion Picture Arts and Sciences.
Halle Berry disebut-sebut sebagai aktris berkulit hitam pertama yang memenangkan Oscar kategori aktris terbaik untuk aktingnya di film
Monster's Ball (2001).
Berry menyampaikan dalam pidatonya ketika menerima penghargaan Oscar, “Malam ini, pintu kesempatan telah dibuka.” Nyatanya, sejak 2001, aktris nonkulit putih hanya bertahan sampai nominasi.
Penélope Cruz (
Volver), Catalina Sandino Moreno (
Maria Full of Grace), Gabourey Sidibe (
Precious), Viola Davis (
The Help) dan Quvenzhané Wallis (
Beast of the Southern Wild) sama sekali tak memboyong Piala Oscar ke rumah.
(vga/vga)