Jakarta, CNN Indonesia -- Bukan hanya sekali ada kematian yang diakibatkan komik. Di Jakarta, beberapa waktu lalu mencuat kabar tewasnya seorang pelajar berkaitan dengan komik favoritnya. Sebelumnya, beberapa tahun lalu juga ada remaja di Rusia yang bunuh diri setelah membaca Naruto, yang biasa juga disebut manga, komik asal Jepang.
Jauh sebelum Marvel punya Fantastic Four, Wolverine, Hulk, Captain Amerika, Thor, maupun Iron Man, bercerita lewat gambar bersambung sudah menjadi tradisi di Jepang. Tradisi itu yang akhirnya berkembang menjadi pembuatan komik, dan disebut manga. Bedanya dengan komik lain, manga memopulerkan membaca dari kanan ke kiri.
Mengutip situs About, kebiasaan membaca dari kanan ke kiri itu populer berkat Toba Sojo. Ia merupakan pelukis sekitar abad ke-11 dengan selera humor aneh, yang dipercaya menjadi salah satu tonggak eksisnya seni pra-manga. Ia membuat lukisan hewan yang bisa digeser dari satu media lukis ke media lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karya fenomenalnya adalah
choju giga, sebuah pengamatan satire soal kehidupan Budha. Tak ada gelembung balon yang menunjukkan perkataan masing-masing subjek dalam komiknya. Untuk memahami seluruh cerita, pembaca harus menggeser dari kanan ke kiri. Kebiasaan itu dipertahankan hingga komik modern.
Sekitar abad ke-18, Toba memulai masa modern dari komik. Ia memperkenalkan gambar-gambar lucu yang disatukan dalam
Toba Pictures. Ia mulai menggunakan sedikit kata untuk gambarnya. Dari sana lah kemudian manga berkembang.
Salah satu tokoh yang populer sebagai pemegang tonggak manga, adalah Katsushika Hokusai, seniman dan pencetak di abad ke-18. Ia dikenal karena lembar lukisan kayunya,
36 Views of Mount Fuji. Sketsa manganya dianggap sebagai satu contoh baik bagi seni Jepang.
Dari Hokusai lah kata "manga" muncul. Ia sering menyebut karyanya dengan istilah itu. Manga yang dimaksudnya, termasuk orang-orang membuat wajah lucu, memasukkan sumpit ke lubang hidung, dan orang buta yang melatih seekor gajah. Karya Hokusai didistribusikan ke seluruh Jepang.
Matt Thorn, Profesor bidang Produksi Manga di Universitas Kyoto Seika, Jepang menerangkan, manga diambil dari dua karakter huruf Tiongkok. Satu berarti kelonggaran, dan satu lagi gambar.
Transformasi manga ke modernDalam situs resminya, Matt-Thorn ia menjelaskan bahwa manga pada akhri abad ke-18 masih menggunakan teknologi cetakan kayu. Isinya sudah seperti masa kini. Ada gambar, narasi, dan dialog. Kontennya beragam, mulai humor, drama, fantasi, sampai pornografi.
Pertengahan abad ke-19, teknologi cetakan kayu mulai punah. Manga berganti media ke yang lebih ringan dan mudah dipindahkan. Ia lantas berkiblat ke kartun politik yang biasa muncul di koran-koran Eropa atau Amerika.
Tapi manga juga memengaruhi industri komik Amerika, terutama sejak masuknya karya Osamu Tezuka. Sekitar tahun 1960, ia membuat Mighty Atom yang terkenal di seluruh dunia. Karya itu memenetrasi publik Amerika dengan nama yang lebih modern:
Astro Boy. Tezuka lantas disebut sebagai "God of Manga"--Tuhannya Manga.
Thorn melihat perbedaan jelas perbedaan antara generasi pra-manga dan generasi manga. Perbedaan itu, katanya, tergambar pada tahun 1950. "Generasi sebelum manga menganggapnya sebagai bacaan anak-anak. Mereka berhenti membaca saat masuk sekolah. Sementara generasi manga, menganggap manga bisa dinikmati baik oleh anak-anak maupun dewasa," tulis Thorn.
Tahun 1950 dianggapnya penting, lantaran saat itu Tezuka membantu mentranformasi manga dari bentuk sederhana untuk bacaan anak, menjadi media canggih yang bisa mengungkapkan apa saja. Tahun 1959, majalah-majalah Jepang menjadi laris saat menambah konten manga di dalamnya.
Sejak itu, manga pun banyak digemari. Namun, ia masih menjadi 'mainan' para lelaki. Baru sekitar tahun 1967, ada seniman perempuan yang ikut mengerjakan manga. Di antaranya: Moto Hagio (
They Were Eleven), Yumiko Oh-shima (
Banana Bread Pudding), Keiko Takemiya (
Toward the Terra), Riyoko Ikeda (
The Rose of Versailles), dan Ryohko Yamagishi (
The Son of Heaven in the Land Where the Sun Rises).
Mereka bereksplorasi dengan tema dan cerita baru. Tidak lagi cerita homogen soal fantasi atau fiksi sains. Mereka membawa angin baru berupa tema-tema yang ringan, seperti romansa.
Klasifikasi mangaSeperti yang disebut Thorn, generasi manga menganggap komik sesuai untuk siapa saja. Cerita bergambar dengan sedikit dialog dan narasi, bukan lagi untuk anak-anak. Namun tetap saja, ada klasifikasi usia dalam manga.
Mengutip About, di sampul komik biasanya ada inisial huruf yang merujuk pada klasifikasi itu. E adalah untuk
Everyone, atau A untuk
All Ages. Artinya, anak usia enam tahun pun boleh membacanya. Apalagi usia dewasa.
Selanjutnya, ada inisial Y untuk
Youth. Biasanya itu dibarengi tanda Age 10+. Artinya, komik mungkin berisi kekerasan ringan, yang masih bisa ditoleransi anak usia 10 tahun. Lambang T artinya
Teens, atau Age 13+. Artinya, komik mungkin berisi adegan seksual atau kekerasan, tapi masih bisa untuk remaja.
Setelah itu, ada klasifikasi untuk remaja dewasa yang lebih bisa menerima situasi seksual secara eksplisit. Mereka ditandai dengan huruf OT atau
Older Teens, alias Age 16+. Baru setelah itu, ada manga yang khusus dewasa.
Komik itu biasanya berisi adegan seksual yang sangat eskplisit, bahasa kasar, pertumpahan darah, serta penganiayaan. Manga tipe itu biasanya dilabeli dengan inisial M atau
Mature, dan baru bisa dibaca usia 18 tahun ke atas.
(rsa/utw)