Jakarta, CNN Indonesia -- Para juri Academy Awards tahun ini tidak memasukkan
genre fiksi ilmiah ke dalam daftar film yang memperebutkan Oscar untuk kategori Best Picture.
Ini bukanlah kali yang pertama. Sebelumnya, Academy Awards pun melewatkan film-film fiksi ilmiah sebagai nominator yang berhak memperebutkan predikat film terbaik.
Juri, yang terdiri dari enam ribuan anggota Academy of Motion Picture Arts and Sciences (AMPAS) dari kalangan profesional industri perfilman, lebih tertarik pada film-film drama ketimbang sentuhan teknologi masa depan sebagai yang patut membawa pulang Oscar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal tidak sedikit film fiksi ilmiah yang dinilai pantas mendapatkan Oscar. Berikut CNN Indonesia merangkum lima di antaranya yang luput dari juri Academy.
Karya Christopher Nolan ini berbeda dengan semua film yang rilis sepanjang 2014. Kisah yang menceritakan pencarian bumi kedua akibat sang ibu pertiwi tak lagi bersahabat untuk umat manusia.
Fiksi ilmiah bukan berarti tidak dramatis, itulah yang ingin ditonjolkan Nolan. Kisah Cooper (Matthew McConaughey) dan keluarganya sudah cukup dramatis seperti film drama yang lain.
Dalam Oscar tahun ini, film lain yang juga mengusung teori fisika yaitu The Theory of Everything yang menceritakan kisah fisikawan jenius abad ini, Stephen Hawking.
Namun bila The Theory of Everything lebih memberatkan pada kisah drama sang fisikawan, Interstellar berani mengambil jalur yang berbeda.
Film ini hanya menggunakan kisah humanis sebagai awal, semakin ke dalam, ia semakin menegaskan dirinya sebagai karya fiksi ilmiah.
Kesempatan Interstellar untuk mencicip nikmatnya berdiri di panggung Oscar 2015 diwakili kategori Visual Effect, Original score, Sound Editing, Desain Produksi, dan Sound Mixing.
Sedangkan untuk kategori Best Picture, pihak Academy Awards memberikan kesempatan tersebut untuk American Sniper, Birdman, Boyhood, Grand Budapest Hotel, The Imitation Game, Selma, Theory of Everything, dan Whiplash.
Sekuel dari Star Wars ini menjadi juara box office pada eranya dengan pendapatan lebih dari US$ 534 juta. Namun pada penghargaan Academy Award ke-53 yang diadakan 31 Maret 1981, film ini hanya memenangkan Best Sound dan Special Achievment Award untuk Brian Johnson, Richard Edlund, Dennis Muren, dan Bruce Nicholson.
Film terbaik yang membawa pulang Oscar saat itu adalah film Ordinary People yang dibintangi oleh Donald Sutherland, Mary Tyler Moore, Judd Hirsch, dan Timothy Hutton. Film drama ini mengalahkan film drama lainnya seperti Coal Miner's , The Elephant Man, Raging Bull, dan Tess.
The Empire Strikes Back berlatar tiga tahun setelah Star Wars. The Galactic Emire berada di bawah kepemimpinan Darth Vader dan mengejar Luke Skywalker serta sisa-sisa the Rebel Alliance.
Ketika Vader mengejar teman-teman Luke seperti Putri Leia Organa, Han Solo, dan yang lainnya melintasi galaksi, Luke mempelajari latihan di bawah Jedi Master Yoda. Saat Vader menangkap teman-teman Luke, ia harus memutuskan untuk melanjutkan latihan ataukah pergi menyelamatkan yang lain.
Film ini saat itu mendapatkan berbagai macam tanggapan dari para kritikus film dan disebut sebagai film terbaik yang pernah dibuat sepanjang masa.
Bahkan di 2010, film ini terpilih untuk diaresipkan dalam rangka preservasi di National Film Registry oleh The Library of Congress karena berdampak secara kultural, sejarah, dan estetika.
Sekuel Star Trek ini dinilai yang paling terasa dari ide dan cerita Star Trek sesungguhnya. Film ini banyak mendapatkan kritik positif dengan hal yang menonjol adalah alur cerita dan interaksi antar karakter yang kuat.
Kalaupun ada kritik negatif yang menghampiri, hal itu terkait dengan rendahnya visual effect dan akting beberapa peran. The Wrath of Khan dinilai sebagai film Star Trek terbaik dan mampu meningkatkan nilai waralaba dari Star Trek.
Film ini menceritakan James Kirk bersama dengan penghuni USS Enterprise menghadapi tiran Khan Noonien Singh, karakter yang pernah muncul di serial TV pada 1967.
Dalam film ini menceritakan mengenai kematian kapten Enterprise, Spock, yang kemudian menjadi kelanjutan untuk film selanjutnya Star Trek III: The Search for Spock.
The Wrath of Khan begitu dirilis pada 4 Juni 1982, langsung mendadak sukses dengan memecah rekor box office dengan pendapatan hari pertama tertinggi di dunia. Keseluruhan, film ini mendapatkan US$ 97 juta.
Kekurangan yang ada dalam film ini adalah tidak dibuat secara dramatis. Apabila dikemas dengan sedikit drama, bukan tidak mungkin kursi nominasi Academy Awards ke-55 saat itu dapat diraih. Inilah film pertama dari sekian banyak waralaba Planet of the Apes yang bermunculan setelahnya. Versi perdana dari waralaba planet monyet ini disutradarai oleh Franklin J. Schaffner dan dibintangi Charlton Heston, Roddy McDowall, Maurice Evans, dan Kim Hunter.
Film ini menceritakan tentang kru astronot yang terdampar di sebuah planer di masa depan. Meski tempat tersebut sangat asing dan terisolasi, kemudian kru astronot tersebut menemukan sekumpulan monyet dengan intelegensi yang tinggi dan seperti manusia.
Planet of the Apes rilis pada 8 Februari 1968 dan mencapai kesuksesan komersil dengan capaian domestik US$ 32,6 juta. Film ini menjadi pionir dalam make up prostetik karya John Chambers, dan mendapat sambutan positif dari kritikus dan penonton.
Versi asli film ini kemudian dibuat ulang oleh Tim Burton pada 2001 dengan judul yang sama, dan Rise of the Planet of the Apes pada 2011.
Rentetan kesuksesan yang dibawa oleh monyet planet asing tersebut membuat film ini dipilih oleh National Film Registry oleh Library of Congress untuk didokumentasikan guna preservasi.
Pada Academy Awards ke-41, film Planet of the Apes mendapatkan kategori di Best Original Score, dan Best Costume Design. Namun tidak memenangkan kategori apa pun.
Pada tahun itu, film drama musikal Inggris mendominasi Academy Awards ke-41 dengan 11 nominasi dan memenangkan enam di antaranya. Film kedua yang memborong Oscar adalah The Lion in the Winter dengan tiga piala, dan Romeo and Juliet dengan dua kemenangan. Ketiganya film tersebut termasuk dalam kategori drama.
Kisah tentang manusia canggih yang kemudian melambungkan nama Keanu Reeves ini menjadi hits dari 1999 dan masih hingga kini. The Matrix menceritakan tentang simulasi manusia yang disebut Matrix guna mengendalikan populasi umat manusia.
Manusia Matrix ini memiliki kecanggihan dengan menggunakan panas tubuhnya dan aktivitas listrik sebagai sumber energi. Programer komputer Neo menemukan sebuah kebenaran yang membuatnya memberontak melawan mesin.
Film Matrix ini terkenal dengan adegan yang khas, bullet time. Adegan berupa gerakan menghindari peluru secara gerak lambat dengan sudut pandang kamera bergerak dengan kecepatan normal.
Film ini merupakan contoh dari genre fiksi ilmiah cyberfunk. Matrix bukan hanya berisi mengenai aksi pemberontakan, tetapi juga ide filosofis dan agamis.
Dalam Academy Awards ke-72, the Matrix memperoleh kemenangan dalam Best Adapted Screenplay, Best Sound Effects Editing, Best Sound, Best Film Editing, dan Best Visual Effects. Sedangkan untuk kategori Best Picture, dimenangkan oleh film drama American Beauty.