ANOTHER TRIP TO THE MOON

Transformasi Tara Basro: dari Pendekar jadi 'Tarzan'

Rahmi Suci | CNN Indonesia
Senin, 26 Jan 2015 17:30 WIB
Usai memerankan jagoan di film Pendekar Tongkat Emas, berikutnya Tara Basro memilih menyatu dengan alam dalam film Another Trip to the Moon.
Aksi Tara Basro dalam film anyarnya, Another Trip to the Moon. (Danang Yogaheratno, Copyright on Bosan Berisik Lab)
Jakarta, CNN Indonesia -- Belum genap berselang sebulan setelah rilis film Pendekar Tongkat Emas di bioskop, salah seorang pemerannya, Tara Basro sudah meluncurkan film baru, Another Trip to the Moon. Kali ini, karakternya sungguh berbeda.

Berperan sebagai Asa, anak seorang dukun (Endang Sukeksi) yang lebih memilih menyingkir dari kehidupan modern di kota dan menolak menjadi penerus sang ibu. Perjalanan surealis nan magis Asa menjadi tema besar film drama fantasi berdurasi panjang arahan sutradara Ismail Basbeth ini.

(Baca juga: Magnet Film Magis yang Membuat Tara Basro Ketagihan)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asa memilih tinggal menyatu dengan alam di hutan bersama seorang kawan bernama Laras (Ratu Anandita). Mereka hidup dari alam. Berburu untuk makan. Suatu hari, Laras mati tersambar petir. Asa lalu menguburnya sendirian.

(Baca juga: Aktris 'Film Bisu' Tersiksa Suhu Dingin di Lokasi Syuting)

Kehilangan penyelaras, Asa pun limbung. Namun ia meneruskan hidup menyatu dengan alam. Apa daya, alam tak lagi terlihat sama baginya. Asa tak lagi utuh melihat dunia. Tanpa penyelaras, dunia tampak palsu.

Lalu, datanglah Manusia Anjing (Cornelio Sunny) menjemput Asa. Dia diperintah oleh ibu Asa yang sedang sakit sekarat. Keduanya sama-sama ketakutan. Asa takut hilang kebebasan. Sedangkan, Manusia Anjing takut tak lagi dapat menjadi manusia utuh.

Manusia Anjing menuntun Asa pulang. Mereka lalu dinikahkan. Tak lama, sang ibu meninggal dunia. Dibantu Kepala Pelayan (Mila Rosinta Totoatmojo), Asa dilatih menjadi penerus ibunya.

Asa kemudian melahirkan anak perempuan, namun dunianya masih sama: palsu. Ia ingin kembali merdeka melakukan apa yang dikehendakinya. Asa memutuskan pergi ke hutan. Di sana, ia temukan kembali penyelarasnya. Akhirnya, ia dan Laras hidup di dalam hutan menyatu dengan alam.

Meskipun tanpa dialog, film ini mampu membuat sebagian besar penonton tidak sedikit pun mengalihkan pandangan dari layar sejak menit pertama hingga menit ke-80 saat adegan film ini berakhir. Gambarnya bagus. Latar suara berupa senandung dan mantra-mantra pun berhasil menambah kesan magis.

Saat menonton film ini, barangkali Anda akan mengerutkan kening beberapa kali. Berusaha menerka-nerka maksud sejumlah adegan dalam film surealis ini. Sejumlah pertanyaan pun berkelebat dalam benak.

Mengapa ikan di sungai tiba-tiba berubah jadi ikan plastik? Mengapa kelinci buruan tiba-tiba berubah jadi kelinci robot-robotan? Mengapa jasad Laras harus dibawa pergi oleh Unidentified Flying Object (UFO)? Mengapa ada burung-burung kertas?

Atau sebaliknya, Anda barangkali begitu menikmati dan mampu merasai perjalanan surealis nan magis Asa, yang menjadi pusat penggerak cerita film ini, sehingga mudah menangkap maksud film tanpa perlu membincangkannya terlebih dulu dengan kawan di samping Anda.

Apa pun itu, pada akhirnya, keutuhan jalan cerita dan pesan yang ingin disampaikan dapat ditangkap karena para pemain memerankan tokoh-tokoh film dengan apik. Logika cerita pun terjalin dengan baik melalui adegan demi adegan yang bergerak secara linier.

Harapan atau asa kerap jadi alasan hidup itu sendiri, ia pusat kehidupan. Tetapi bagaimana hidup dengan asa namun kehilangan penyelaras? Film Another Trip to the Moon (2015) kurang lebih ingin menggambarkan hal tersebut.

Beberapa adegan dalam film ini dapat mengingatkan Anda pada tradisi lokal Indonesia. Misalnya, tradisi ritual kematian masyarakat adat Toraja saat adegan Asa menguburkan Laras. Sedikit banyak mengingatkan pada karakter Sangkuriang, Dayang Sumbi dan anjing Tomang dalam cerita legenda Tangkuban Parahu.

Sayangnya, ada adegan yang sedikit mengganggu yaitu adegan di pom bensin saat Manusia Anjing menuntun Asa pulang ke rumah. Mereka menumpang bus pariwisata yang sedang berhenti mengisi bensin.

Adegan yang merupakan satu-satunya adegan Asa berada di tengah kota itu, agaknya tidak perlu adanya. Pertama, meski dapat dipahami bahwa bus adalah simbol modernitas, kesan hiruk pikuk kota modern tidak didapatkan karena pom bensin tampak sepi tanpa aktivitas manusia, kecuali aktivitas sopir busnya.

Kedua, penggambaran bahwa Asa pulang ke rumah telah cukup terwakili oleh adegan Manusia Anjing menuntun Asa keluar dari hutan dan menaiki anak-anak tangga menuju rumah ibunya.

Terlepas dari kenyataan bahwa film nondialog dan ber-genre surealis bukan merupakan jenis film yang populer di kalangan masyarakat umum Indonesia atau dapat dikatakan not everyone's cup of tea, film Another Trip to the Moon berhasil menunjukkan keindahan sinema tanpa kata-kata.

Film yang terpilih masuk kompetisi Hivos Tiger Awards 2015 ini akan diputar perdana untuk publik (world premiere) di Rotterdam, Belanda, pada hari ini (26/1). Hivos Tiger Awards merupakan ajang bergengsi yang menjadi bagian dari International Film Festival Rotterdam.

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER