Kegalauan Personel Band Kotak di Layar Lebar

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Rabu, 28 Jan 2015 07:45 WIB
Musik rock identik dengan hitam, tempo dan nada yang keras, dan menghentak. Sulit membayangkan seorang penyanyi ataupun band rock tampil galau dan melankolis.
Band Kotak meluncurkan film RockNLove di Jakarta (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Musik rock identik dengan hitam, tempo dan nada yang keras, dan menghentak. Sulit rasanya membayangkan seorang penyanyi ataupun band rock untuk tampil galau dan melankolis.

Namun band Kotak memilih menggambarkan kegalauan itu semua. Untuk pertama kalinya mereka berakting di layar lebar, Kotak memilih menggambarkan sisi melankolis dari para personel band rock.

Kotak bukanlah band yang baru ada kemarin. Sejak mereka terbentuk pada 2004, telah banyak hal dialami oleh band yang pernah meraih empat penghargaan Anugerah Musik Indonesia tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mulai dari terbentuk dari terbentuk melalui ajang pencarian bakat Dream Band, gonta-ganti personel, meraih berbagai penghargaan, hingga akhirnya berduet dengan Simple Plan. Tentu banyak kisah yang dapat diambil dari perjalanan band dengan personel Tantri, Cella, dan Chua ini.

Perjalanan Kotak mengarungi dunia musik Indonesia coba digambarkan dalam RockNLove karya Hedy Suryawan ini. Tantri, Cella, dan Chua yang belum pernah berakting dalam layar lebar ditantang untuk membuktikan kepiawaiannya beradu akting dengan pemain film yang telah lebih dulu eksis seperti Vino G. Bastian dan Denny Sumargo.

Kisah bermula ketika tiga orang dengan minat musik rock membentuk band bernama Kotak dan bersain dengan band rock lain guna memenangkan festival rock bergengsi di Ibukota.

Di tengah-tengah perjuangan membuktika eksistensi diri, Tantri, dan Cella harus juga menangani masalah dengan pasangan masing-masing.

Cukup sulit bagi Tantri menjaga keharmonisan hubungan dengan kekasihnya yang cuek. Sedangkan Cella harus rela berpisah akibat stigma negatif rocker yang kepalang tanggung ditelan orang tua kekasih. Sedangkan Chua harus bertahan dari kejaran penggemar fanatik yang mengganggu hidupnya.

Kotak pun harus menghadapi intimidasi demi intimidasi dari band pesaing yang dengan segala cara mencoba menjegal Kotak melenggang mulus dalam karirnya.

Konflik dan perjuangan yang coba digambarkan juga dibungkus oleh komedi segar dari tingkah para penggemar ataupun lingkungan Kotak.

Tentu perjalanan Kotak selama lebih dari satu dekade akan ada banyak cerita yang dapat diambil. Namun dalam film ini, Hedy lebih banyak menitik beratkan pada kisah percintaan ketiga personilnya dibandingkan dengan perjalanan karirnya.

Pun kisah percintaan yang dibawakan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau dialami oleh para personel Kotak. Para personel Kotak digambarkan oleh Hady tidak ubahnya seperti anak muda pada umumnya, memiliki kekasih, punya masalah, dan kemudian baikan ataupun putus mendapatkan yang baru. Sedangkan perjuangan mereka menjadi band rock terbaik bisa dibilang kurang menonjol.

Pesan yang ingin disampaikan sebenarnya cukup baik. Sepintar apapun seseorang, ketika perilakunya tidak baik maka dirinya tidak akan ada artinya. Namun, jika penonton tidak memperhatikan dengan jeli, pesan tersebut akan hilang begitu aja lantaran sudah terisi kisah romansa ala anak muda dalam film ini.

Teknik penggambilan gambar dalam film ini cukup baik. Hedy cukup mahir membawa nuansa konser dalam film ini. Sehingga menonton film sekaligus menikmati konser Kotak.

Namun, adegan perkelahian yang terjadi cukup digambarkan dengan gamblang. Baik adegan memukul dengan lampu neon ataupun yang lainnya. Pun dengan kata-kata yang diungkapkan sang rocker antagonis, dengan mudahnya mengeluarkan kata berkonotasi negatif tanpa ada sensor.

Hal ini sebenarnya tidak masalah jika yang menonton adalah dewasa, namun hal tersebut menjadi mengkhawatirkan ketika anak-anak ikutan menonton. Perlu pengawasan para orang tua dalam hal ini.

Kualitas akting para personil Kotak dapat dikatakan cukup baik. Hubungan romansa yang terjadi antara Tantri dengan Vino terjalin alami dan sangat cocok. Dalam hal ini Tantri mengaku Vino-lah yang sanggup membuat mood dirinya bagus saat beradu peran.

Pun sama dengan Vino. Pemain film ini dengan cukup piawai memerankan perannya sebagai tunangan Tantri. Meskipun tampaknya peran ini menjadi terlalu mudah bagi seorang Vino. Sangat ditunggu peran berkarakter kuat yang menantang kualitas akting dirinya.

Peran personil Kotak yang lain juga cukup baik. Cella dengan piawai menunjukkan kegalauannya saat putus dari kekasih. Sedangkan Chua, perannya diakui memang kesehariannya.

Untuk seorang pemain sandiwara amatir, hasilnya cukup memuaskan.

Apabila sang sutradara mengatakan 70 persen kisah ini adalah kenyataan dan sisanya fiksi, apakah benar atau tidak yang terjadi, Anda dapat menentukan sendiri dengan menontonnya.

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER