Jakarta, CNN Indonesia -- E.L. James mungkin penulis yang paling ikut campur saat novelnya ditransformasi ke dalam film. J.K. Rowling saja tak sampai mencampuri urusan visual saat
Harry Potter diangkat ke layar lebar. James, dikabarkan bersitegang dengan Sam Taylor-Johnson, sutradara yang memfilmkan bukunya,
Fifty Shades of Grey.
Namun sebenarnya, James hanya khawatir erotika dalam novelnya tidak divisualisasikan dengan baik oleh Taylor-Johnson.
Fifty Shades of Grey terjual sampai lebih dari 100 juta kopi di seluruh dunia, tak lain karena percintaan erotis Christian Grey dan Anastasia Steele.
Dari seluruh cerita, ada satu adegan yang paling dicemaskan James. Yakni, saat Christian dan Ana berada dalam Red Room, 'ruang bermain' di apartemen pribadi Christian yang berisi peralatan banyak seks lumayan ekstrem.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ingin adegan di sana sangat terasa dan erotis. Itu adalah perjalanan, dan kita sampai di sana pada akhirnya," kata James mengungkapkan, seperti diberitakan situs Time. Ia khawatir, adegan di ruangan penting itu nantinya justru terasa seperti di ruang bawah tanah yang tidak elite. Karena itu, James memberi instruksi detail pada tim produksi.
"Dia benar-benar membuatnya. Dia menggambar ruangan itu dan memberikannya pada desainer produksi kami," kata produser Dana Brunetti.
Tim desain dipimpin oleh suami istri David dan Sandy Wasco, yang sama sekali tidak berpengalaman menciptakan Red Room. Tapi, mereka pernah bekerja untuk film Pulp Fiction, yang menampilkan karakter yang 'diperbudak'.
"Erika (Erika Leonard James) bisa membuat gambar-gambar tak penting di atas delapan sampai sebelas lembar kertas," kata David. James juga menerangkan bagaimana adegan Christian dan Ana dalam ruangan itu, seperti yang ada dalam kepalanya saat menulis novel.
"Dia berkata, 'Ini tempat bangku untuk mencambuk, ini tempat untuk sofa'. Dan kami menggunakan imajinasinya itu," lanjut David.
Ia dan sang istri paham, Red Room akan menjadi latar yang paling menantang dari keseluruhan film Fifty Shades of Grey. Sebab, imajinasi setiap orang bisa berbeda-beda. Bahkan, demi membuat Red Room yang erotis, seksi, tapi juga elegan, mereka mendatangi para pelaku BDSM (
Bondage, Discipline, Sadism, Masochism) seperti Christian, dominan maupun submisif.
Dari para pelaku BDSM itulah David dan Sandy belajar banyak detail soal 'ruangan bermain' itu. Salah satunya, lantainya harus beralas kulit, karena orang akan banyak menghabiskan waktu berlutut di sana. Kulit membuat lantai lebih nyaman, terutama untuk para submisif.
"Mereka juga menggunakan kulit untuk kasurnya, tanpa seprai. Sebab setelah semuanya, ranjang itu tidak untuk ditiduri," David menambahkan.
Sutradara Taylor-Johnson juga ikut andil menciptakan Red Room. Namun, ia lebih banyak memperhatikan finishing. Taylor Johnson ingin, saat penonton melihat ruangan itu sekali, mereka tidak akan pernah melupakannya lagi.
"Dia ingin ruangan itu menjadi terhubung dan stabil. Jadi semua dibuat dengan warna cokelat. Kulit cokelat, kayu cokelat, serta hitam. Itu terlihat cantik," kali ini Sandy yang bicara.
Karena aneh untuk menyebut ruangan di mana pencambukan terjadi sebagai sesuatu yang cantik, ia dan David berusaha lebih banyak. Kali ini bukan soal desain ruangan, tetapi peralatan. Mereka benar-benar memesan terlebih dahulu secara eksklusif, peralatan seks yang dikoleksi Christian dan digunakannya untuk Ana.
"Sangat indah," kata David.
Alat seperti kursi pelana kuda, tempat tidur, dibuat di Inggris. Mereka juga memesan tali, yang harus terasa lembut sekaligus elegan. Warna merah pun dipilih untuk 'mengikat' Ana.
(rsa)