Jakarta, CNN Indonesia -- Kadang hal yang terlihat sederhana, ternyata tak sesederhana apa yang terlihat. Secangkir kopi nyatanya memiliki filosofi sekuat rasa yang ditimbulkan.
Filosofi Kopi (
Filkop) mungkin hanyalah film drama biasa. Namun, sama seperti secangkir kopi,
Filkop adalah sebuah kombinasi yang pas antara cerita versi layar dan cerita versi buku yang Dewi 'Dee' Lestari tuliskan, ditambah dengan kemahiran teknik pembuatan film sehingga menghasilkan film drama yang kuat meski terlihat sederhana.
Angga Dwimas Sasongko kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam menyutradarai sebuah film drama setelah
Cahaya Dari Timur: Beta Maluku yang memenangkan Piala Citra tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angga memang tak menampilkan sekedar pemain-pemain rupawan, tapi ia menguatkan kisah dari imajinasi Dee.
Tak gampang mewujudkan imajinasi tulisan Dee ke dalam sebuah gambar bergerak. Tugas rumah seorang sutradara film menjadi banyak.
Tapi Angga dengan berani dan penuh inovasi mengembangkan ide cerita pendek menjadi film berdurasi 120 menit.
Jelas Angga sanggup membuat sutradara-sutradara film yang diangkat dari tulisan-tulisan Dee sebelumnya menjadi amatiran, karena gagal mengembangkan ide-ide jenius dari tulisan Dee.
Filmnya cukup panjang, iya, tetapi penulis Jenny Jusuf dengan ringan namun mengena membuat filosofi demi filosofi dalam film ini mudah dicerna.
Ceritanya yang segar didukung dengan kualitas gambar yang prima serta diiringi musik arahan Glenn Fredly yang membuat momentum drama menjadi semakin kuat, namun tidak terasa berlebihan.
Penonton dibiarkan menikmati setiap alur drama antara Ben (Chicco Jerikho), Jody (Rio Dewanto), dan juga El (Julie Estelle) mencari racikan kopi terenak di Indonesia.
Pergulatan batin mengenai finansial, idealisme, persahabatan, dan sedikit asmara juga membuat penonton duduk manis di dalam bioskop.
Menariknya penceritaan seolah membuat para pemeran tak perlu sok berfilosofi untuk membuat film ini menjadi layak ditonton.
Film ini bukan hanya menyediakan drama hiburan semata, tetapi juga berbagai pengetahuan mengenai kopi--minuman legendaris sejak berabad-abad silam yang membuat Indonesia menjadi sasaran perebutan negara lain ratusan silam--tanpa membuatnya menjadi membosankan. Mungkin paragraf ini malah yang terasa lebih membosankan.
Secara garis besar, film ini hampir tanpa cela.
Yang disayangkan hanyalah, kenapa tulisan-tulisan Dee yang lebih bagus daripada
Filkop, seperti
Perahu Kertas, tidak difilmkan seperti ini.
(ard/ard)