Jakarta, CNN Indonesia -- Pria jangkung dengan rambut keriting ini mengaku memulai The Upstairs dengan angan tinggi. Dia menyebut dirinya punya daya khayal tinggi soal kegiatan bermusiknya.
"Anak muda pemimpi aja lah waktu itu," seloroh Jimi Multhazam saat bincang-bincang mengenai rilis ulang mini album debut The Upstairs,
Antah Berantah di Record Store Day (RSD) Indonesia 2015, pada Minggu (19/4). "Waktu itu kita cuma pengen punya album. Wah, keren nih, kayaknya," Jimi menambahkan.
"Waktu bikin
Antah Berantah, boro-boro kita tahu soal teknis rekaman. Kubil aja waktu mau
nge-take baru belajar
makai pick, ya jadi selama itu dia main
genjreng aja," ucap Jimi tentang ulah sang gitaris memainkan gitarnya secara asal, sambil tertawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memulai The Upstairs dari nol pada 2001, Jimi pun mempelajari segala urusan teknis mengenai promosi album dan rekaman secara autodidak. Dirilis pertama kali tanpa label rekaman mana pun, kaset
Antah Berantah yang dulu dibanderol seharga Rp10.000, kini versi rilis ulangnya laku keras dengan harga Rp50.000.
"Pertama gue tempel poster album
Antah Berantah di Bioskop 21, kan orang keluar bioskop
ngantre tuh, jadi nengok semua. Gue dari jauh makan kacang
aja ngeliatin," tutur Jimi.
Bermodalkan semangat menggebu untuk menelurkan album bersama The Upstairs, pria yang berkuliah di Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta ini menempuh berbagai cara untuk rekaman. Dari meminjam gitar milik teman hingga mengakali proses rekaman dengan komputer.
Sampai hingga ke titik di mana hanya tinggal Jimi dan Kubil Idris sebagai anggota asli yang tersisa di band beraliran
new wave tersebut, dia menyatakan bahwa band dengan empat album itu akan terus berjalan.
"Lanjut aja sih, selama masih ada Kubil, gue sih lanjut. Karena memang Upstairs itu kan sebagian besar, bisa dibilang 90 persen lagu itu dibuat sama Kubil, sampai album
Katalika pun masih Kubil yang bikin. Jadi otak musikalnya The Upstairs ini adalah Kubil Idris, nah biasanya gue bikin lirik. Terus
pattern-nya gue ubah-ubah sedikit sampe ketemu yang enak," ujar Jimi menjelaskan.
Vokalis yang juga tergabung dalam kuartet rock Morfem tersebut juga memiliki kenangan tersendiri dengan rekaman fisik. Pertama kali bersentuhan dengan kaset di bangku sekolah dasar, Jimi pertama kali membeli kaset kompilasi
single dari Queen, Men At Work, Toto dan The Police.
"Karena waktu zaman gue itu plat yang punya 'anak-anak komplek' lah ibaratnya, kalo kelas menengah kayak gue pasti kaset. Itu abang gue lah yang bawa. Tahun '80-an lah kira-kira, masih SD kelas tiga," pungkas Jimi. Plat yang dimaksud tak lain piringan hitam atau vinil.
Sementara rilisan musisi lokal pertama yang dibeli oleh Jimi adalah album karya Indra Lesmana yang memuat
hits berjudul
Dansa. Namun dirinya mengakui kaget ketika mendengarkan album tersebut.
"Gue liat video klipnya dulu di TVRI, dia pake
keyboard yang disandang gitu kan, kayak gitar. Terus drumnya tuh Gilang Ramadhan cuma pakai
kick sama
snare. Terus gue beli albumnya Indra Lesmana, kan lagu pertamanya
new wave, enggak taunya
track dua sampe habis jazz semua. Gue enggak masuk, sampai pusing," katanya sambil terbahak.
Jimi pun mengakui bahwa dirinya bukan kolektor musik yang militan. Tapi dia berkata masih ingin memiliki beberapa album dalam format CD.
"Gue sendiri pun merasa ingin banget punya album Netral yang pertama sampai ke-tiga. Itu kenceng banget keinginan gue itu mendapatkan albumnya dalam bentuk CD," tukas Jimi.
Pria yang gemar beraksi memakai kacamata hitam ini juga mengakui ingin merilis ulang beberapa album The Upstairs dengan format piringan hitam.
"Sebenernya ada keinginan, cuma kendalanya kalau
Energy kan, terkait dengan label, kalau yang lain sih pasti ada lah. Menurut gue vinil itu format rekaman yang paling bagus kualitasnya. Ada sih obsesi seperti itu,' tutur Jimi.
 Grup band The Upstairs saat beraksi di acara Record Store Day 2015 di Jakarta (19/4). (CNNIndonesia/Nadi Tirta Pradesha) |
(vga)