Jakarta, CNN Indonesia -- Sutradara kawakan asal Australia, George Miller, kembali menghantam layar bioskop dengan seri ke-empat
Mad Max,
Fury Road.Dibintangi oleh Tom Hardy ("Mad" Max Rockatansky) dan Charlize Theron (Imperator Furiosa),
Fury Road menghidupkan film aksi era
Computer-generated imagery (CGI) dengan premis sederhana, namun disertai detail desain kostum dan
set mengagumkan, plus ketegangan tak terputus khas film aksi '80-an.
Kisah berawal saat Mad Max ditangkap oleh War Boys, pasukan milik tiran King Immortan Joe (Hugh Keays-Byrne), penguasa benteng Citadel. Nahasnya, Max tak mampu menyelamatkan diri. Ia malah diperbudak sebagai pendonor darah universal bagi pasukan War Boys, zombie setengah hidup dengan jiwa kamikaze.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak membuang-buang waktu dengan cerita latar belakang, Miller menyuguhkan aksi konvoi pengumpul peluru dan bensin yang dipimpin oleh Imperator Furiosa.
Menariknya, di dunia
Fury Road yang berpusat pada pemimpin pria, si ujung tombak penyambung kehidupan ternyata seorang wanita dengan satu lengan bio-mekanik.
Tanpa perlu mengeksploitasi tubuh atau mengusung stereotip
heroine, toh penampilan Furiosa berdaya mencuri perhatian.
Berambut cepak dan "ber-
make up" oli di dahi, ia tetap cantik sekaligus tangguh. Sedikit mengingatkan karakter Beatrix Kiddo (Uma Thurman) di
Kill Bill atau Yu Shu Lien (Michelle Yeoh) di
Crouching Tiger, Hidden Dragon.
Ternyata, Furiosa memiliki agenda lain: melarikan lima "istri" (diperankan oleh supermodel Rosie Huntington-Whiteley, Riley Keough, Zoe Kravitz dan Abbey Lee), yang diperbudak Immortan Joe, menuju kampung halamannya, Green Place.
Para istri itu hanya digunakan Immortan Joe sebagai "mesin" penghasil keturunan, yang kelak dibesarkan sebagai tangan kanannya. Tak ayal, mereka pun memilih kabur bersama Furiosa.
Di titik inilah Furiosa menjadi protagonis sentral
Fury Road. Max sendiri tak banyak bicara. Kesunyian Max menyeimbangkan karakter Furiosa yang aktif beraksi. Hampir sepanjang cerita bergulir, Furiosa mengambil kendali.
Adegan pengejaran di film ini juga nikmat di mata dan telinga: berlangsung terus menerus dan mendebarkan. Apalagi diiringi
score oleh produser asal Belanda, Junkie XL, dan
sound designer Christopher S. Aud, genderang perang
Fury Road ditabuh ke tingkat maksimum.
Kenikmatan visual
Fury Road disuguhkan oleh sinematografer John Seale, yang mampu menerjemahkan nuansa paska apokalips dengan tepat. Lokasi syuting film ini bertempat di gurun Namibia, Potts Hill dan Penrith Lakes, Sydney.
Sentuhan CGI yang tepat juga membedakan film ini dengan
blockbuster lainnya, karena mudah dicerna mata dan terlihat organik di medium 3D.
Walaupun sempat mengalami momen-momen monoton setelah satu jam berlalu, tempo film pun kembali tinggi setelah Furiosa dan Max memutuskan untuk memanfaatkan kekosongan kekuasaan di Citadel.
Di momen ini, penonton sedikit bernapas lega setelah digempur aksi tanpa henti. Di momen ini juga Max berujar, "Harapan adalah suatu kesalahan. Jika kau tidak bisa memperbaiki sesuatu, maka kau akan gila."
Fury Road tak sekadar aksi dan ledakan, film ini lekat dengan isu yang kini berkembang di masyarakat dunia. Berbeda dibanding tiga film pertama
Mad Max yang mengumbar minyak. Kali ini, air jadi sang "primadona."
"Jangan pernah kecanduan air, kawanku, karena kau akan membenci ketiadaannya," ujar Immortan Joe saat mengucurkan air kepada warga Citadel. Immortan Joe berkuasa dengan cara monopoli sumber air.
Isu ini dekat dengan kehidupan sehari-hari, di mana sumber air bersih diprivatisasi, daerah serapan air dikonversi menjadi mal, hotel atau apartemen dan higienitas air dipertanyakan.
Menjadi suatu ironi ketika satu bagian dunia kekurangan air kronis, sementara bagian lainnya dilanda banjir besar-besaran tiap tahunnya. Pandangan distopis Miller di film ini tak sepenuhnya sains-fiksi.
Fury Road tak hanya menghibur dan menyenangkan, juga wajib ditonton. Daya tariknya bukan semata elemen CGI atau plot hiperbolis. Lebih dari itu,
Fury Road adalah sebuah narasi, dengan penuturan kisah yang apik.
Ibarat gempuran amunisi yang dimuntahkan tank, daya ledak
Mad Max: Fury Road membikin klimaks.
(vga/vga)