Indonesia, Sebutir Debu yang Bikin 'Kelilipan' di Cannes

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Rabu, 27 Mei 2015 11:42 WIB
Indonesian Cinema memang belum mencetak transaksi di pasar film Cannes Film Festival. Namun, film-film kita yang diputar sangat diminati publik Perancis.
Poster Cannes Film Festival. (REUTERS/Regis Duvignau)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mengutip ungkapan Olga Lydia dan Happy Salma, di industri film dunia yang begitu raksasa, Indonesia bagai butiran debu. Baik Olga maupun Happy telah merasakan megahnya pasar industri kreatif di Cannes Film Festival.

Olga ikut menjaga dan mempromosikan booth Indonesian Cinema dalam festival tahun ini. Ia merasakan betapa pelaku pasar film dunia lalu lalang di hadapannya. Dalam sekali ajang Marche du Cannes saja, kata Olga, transaksi yang terjadi bisa setara Rp 13 triliun.

"Di Cannes, this is the big game. Tidak saja jumlah uang yang diinvestasikan sangat besar, tetapi juga banyak cara membuat film," Olga menyebutkan dalam laporan hari-harinya di Cannes Film Festival yang dikirim ke media.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak cara mengumpulkan modal, membuat, mendistribusi, sampai menjual film di sana.

Indonesia sendiri, Olga mengakui, belum melakukan transaksi film. Namun ia melihat potensi Indonesia di ajang yang terselenggara sejak 13 hingga 24 Mei itu. Apalagi, baru delapan kali booth Indonesian Cinema mewarnai Cannes Film Festival. Proses masih panjang.

Setiap Olga berjaga misalnya, ada saja direktur film yang mendatanginya untuk sekadar bertanya karya Indonesia apa yang patut direkomendasikan. Mereka ingin ada kita di festivalnya, mulai skala besar hingga kecil.

"Beberapa menanyakan film panjang animasi, yang sayangnya kita belum punya. Ada juga yang tertarik setelah saya katakan kita punya tenaga animator yang andal," ujar Olga lagi.

Jaringan Indonesia pun mulai luas. Beberapa tokoh makin dikenal. Sebagai contoh, beberapa direktur film menanyakan keberadaan Nia Dinata atau Sheila Timothy. "Itu menandakan network Indonesia makin berkembang," Olga menuturkan.

Bukan hanya itu, film-film Indonesia yang diputar di sana juga sangat diminati, meski belum menjadi jawara. Saat Filosofi Kopi diputar pada hari pertama misalnya, orang-orang langsung mengantre. Ruangan penuh. Yang datang terlambat bahkan terpaksa berdiri.

Olga melanjutkan cerita, mereka bahkan bertahan dari awal hingga akhir film meski di saat bersamaan ada dua film lain diputar.

Tabula Rasa yang juga diputar dua kali, hari ke-dua dan ke-lima, pun penuh penonton. Lima ratus tiket yang disediakan ludes. Apalagi Kedutaan Besar Indonesia untuk Perancis menyiapkan rendang usai menonton film tentang serba-serbi kuliner khas Indonesia itu.

Dua ratus porsi rendang licin tandas. "Waktu habisnya bahkan terlalu singkat untuk diambil gambar," ucap Olga mendeskripsikan. Mereka menikmati rendang lengkap dengan lontong, sembari berdiskusi tentang film Tabula Rasa.

Satu lagi film kita yang diputar di ajang yang juga dipenuhi selebriti Hollywood itu, yakni The Fox Exploits the Tiger's Might. Dari 1.800 film pendek yang juga diputar du Critics Week yang dihadiri kritikus dan jurnalis film Perancis, film itu masuk 10 besar finalis.

"Selesai pemutaran film, para pemain dan sutradara serta produser dipanggil ke depan. Mereka berjalan diiringi tepuk tangan panjang," tutur Olga. Ia menambahkan, film itu bahkan dipuji karena begitu menegangkan dan membuat penonton sampai tak sempat bernapas.

Melihat itu semua, plus konsistensi dari tahun ke tahun, Indonesia bisa semakin menancapkan kuku-kukunya di Cannes Film Festival. Meski sebutir debu, kita cukup "mengganggu" dengan membuat "kelilipan". Bukan tidak mungkin pula kita menjadi pantai indah yang menarik mata.

(rsa/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER