Jakarta, CNN Indonesia -- "Di keluarga saya tidak ada yang melebihi usia 80 tahun."
Kalimat tersebut sempat terucap dari bibir komposer, guru musik, dan sekaligus legenda musik Indonesia, Slamet Abdul Sjukur menjelang perayaan 79 tahun dirinya pada tahun lalu. Hingga kini, kenangan tersebut masih melekat dalam benak sahabat-sahabat keseniannya.
Pada 24 Maret lalu, musisi yang lebih sering diapresiasi oleh negara luar ketimbang bangsanya ini mengembuskan napas terakhir setelah terjatuh dari kamar mandi. Peristiwa itu terjadi tepat menjelang ulang tahunnya yang ke-80 pada 30 Juni lalu. Kematiannya bagaikan petir di siang bolong bagi insan musik di Indonesia, dan dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tak lagi ada di dunia fana, keluarga, sahabat, dan murid-murid Slamet, bersama Dewan Kesenian Jakarta, memilih merayakan ulang tahun sosok yang disayang tersebut pada 3 Juli lalu. Di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, sebuah acara bertajuk
80 Tahun Slamet Abdul Sjukur digelar.
"Saya sampai saat ini masih belum percaya Bapak telah pergi," kata Tiring Mayang Sari, anak pertama Slamet, ketika ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (3/7). Di hadapan sahabat-sahabat kental ayahnya, sang putri kesayangan mengenang sosok bapaknya.
Perayaan 80 Tahun Slamet Abdul Sjukur dilaksanakan secara sederhana dan filosofis. Kesederhanaan menjadi gambaran sosok Slamet semasa hidupnya. Acara tersebut berisikan pameran memorabilia Slamet. Mulai dari kumpulan notasi karya ciptaannya, hingga patung dan kutipan filosofis yang pernah terlontar oleh Slamet.
Selain dengan pameran, murid-muridnya mempersembahkan penampilan berjudul
'Pesan Terakhir' dari Slamet.
Sebelum meninggalkan dunia, Slamet sempat berpesan kepada beberap muridnya. Slamet berpesan, agar Aksan Sjuman, Gatot Danar Sulistiyanto, Gema Swaratyagita, Indra Perkasa, dan Iwan Gunawan membawakan sebuah karya dengan komposisi gong dan piano.
Pada Jumat malam kemarin, karya tersebut ditampilkan untuk pertama kalinya.
 Beberapa koleksi karya Slamet Abdul Sjukur yang dipajang di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jumat (3/7). (CNN Indonesia/ Endro Priherdityo) |
Melanjutkan karyaSlamet Abdul Sjukur memang bukan musisi-selebritis yang terkenal seperti beberapa muridnya, misalnya Gilang Ramadhan. Namun Slamet ibarat pencerah yang mengajarkan banyak musisi dan komposer Indonesia untuk bangga akan budayanya sendiri.
"Dirinya dapat menggunakan kearifan lokal untuk sesuatu yang sifatnya sangat global, atau yang global dapat disangkut kearifan lokal," kata Aksan kepada CNN Indonesia.
"Pandangan beliau yang saya rasakan adalah jangan pernah malu untuk eksplor diri sendiri,"
Slamet menunjukkan kekayaan kearifan lokal Indonesia ke kancah internasional dengan beragam penghargan yang ia dapatkan semasa hidup.
Sebut saja Bronze Medal dari Festival de Jeux d'Automne Perancis (1974), Golden Record dari Academie Charles Cros Hongaria (1983), Millenium Hall of Fame of the American Biographical Insitute (1998), dan Officier de l'Ordre des Arts et des Lettres (2000).
Semasa hidupnya, Slamet tercatat telah menghasilkan karya sebanyak 55 buah, sejak 1958 hingga 2014. Baik karya karya persembahan untuk seseorang yang ia cintai, hingga pesanan dari berbagai negara asing.
Beberapa negara memang kerap memesan lagu dari lulusan National Superieur De Musique De Paris tahun 1963 tersebut. Sebut saja Perancis, Swiss, dan Belanda. Selain itu, masih banyak lagi negara yang telah mengakui dan mengapresiasi sang legenda komposer.
Ada beberapa proyek Slamet yang urung rampung sebelum sang maestro pergi untuk selamanya. Proyek-proyek tersebut kini dijalankan oleh murid-muridnya yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia.
Kebanyakan dari mereka terhimpun dalam Pertemuan Musik Surabaya. Salah satu murid yang meneruskan kerja sang guru adalah Gema Swaratyagita. Gema adalah salah satu murid terdekat Slamet.
"Acara ini juga sebagai salah satu usaha untuk melanjutkan impian beliau yang terakhir." kata Aksan.
Namun usaha untuk melanjutkan ilmu yang diberikan oleh Slamet tidak berhenti hanya dalam bentuk pertunjukan.
Setidaknya ada beberapa karya Slamet yang diperjualbelikan, salah satunya adalah buku Sluman Slumun Slamet yang berisikan filosofi dan pemikiran sang komposer. Ada juga beberapa cakram padat berisi karya Slamet semasa hidup.
(win/win)