Jakarta, CNN Indonesia -- Adakah di antara kita yang mengingat Nurfitriyana Saiman, Kusuma Wardhani dan Lilies Handayani? Agaknya peran dan prestasi mereka telah lama terlupakan.
Padahal ketiga atlet panahan ini meraih medali perak Olimpiade Seoul, Korea Selatan, pada 1988. Medali pertama untuk Indonesia sejak keikutsertaan di Olimpiade Helsinki, pada 1952.
Kini, kiprah Tiga Srikandi yang diasuh Donald Pandiangan ini diangkat ke layar lebar oleh rumah produksi Multivision Plus dengan menggandeng Iman Brotoseno sebagai sutradara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tiga aktris, Bunga Citra Lestari (BCL), Tara Basro dan Chelsea Islan, ditunjuk sebagai pemeran Tiga Srikandi yang berjasa mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
Sedangkan sang pelatih, Donald Djatunas Pandiangan, diperankan oleh Reza Rahadian. Berkat kepiawaiannya, peraih empat medali emas Sea Games ini dijuluki Robin Hood Indonesia.
Iman berharap, film
Tiga Srikandi mampu membangkitkan ingatan masyarakat Indonesia terhadap prestasi cabang olahraga tak populer tersebut.
"Kami memberi sebuah ingatan kolektif pada masyarakat Indonesia," kata Iman, "bahwa dulu prestasi olahraga, sebelum hingar-bingar bulutangkis yang menjadi langganan pemenang medali di Olimpiade, itu sudah pernah dilakukan oleh panahan."
"Dan itu hilang begitu aja, orang enggak ada yang ingat, pembinaan juga enggak berjalan, prestasi juga melorot, sayang sekali," jelas Iman yang ditemui usai syuting Tiga Srikandi di Buperta, Cibubur, baru-baru ini.
Seharusnya, menurut Iman, hal ini menjadi tamparan buat Pemerintah. "Mereka harusnya fokus pada olahraga yang pernah berprestasi seperti panahan, angkat besi daripada
ngurus yang lain-lain."
Iman juga mengungkap alasan Multivision Plus menginisiasi penggarapan
Tiga Srikandi, selain sebagai pengingat, juga meramaikan momen kebangsaan 70 tahun kemerdekaan Indonesia.
Semula Iman sempat mempertanyakan mengapa kisah cabang panahan yang justru difilmkan, bukan cabang populer seperti tinju atau bulu tangkis. Namun usai riset, Iman menyadari cabang panahan sempat mengalami masa jaya.
"Kalau saya lihat sih ini film biopik yang besar, karena untuk pertama kali kami menangkat sebuah isu yang sebenarnya kurang populer dibanding olahraga yang lain," katanya.
Ia pun menambahkan, "Memang ada beberapa cabang seperti tinju dengan Ellyas Pical, orang lebih tahu itu. Sebenarnya saya juga agak kaget, tapi ini memang olahraga yang berprestasi."
Diakui Iman, hal ini tak terlepas dari andil Raam Punjabi, selaku produser. "Pak Raam punya perhitungan sendiri," kata Iman. "Dalam pemilihan bintangnya, dia juga punya input, sekaligus memberikan kebebasan pada saya."
Pada masa awal penggodokan naskah fiilm, semula yang difokuskan adalah kisah tiga atlet panahan putri menggapai medali perak di Seoul. Setelah naskah, skenario dan riset usai, ternyata kisah Donald Pandiangan tak kalah menarik.
Donald, atlet panahan asal Sidikalang, Sumatra Utara, ternyata memendam keinginan memenangi medali Olimpiade cabang panahan. Gagal meraih medali saat Olimpiade Musim Panas Montreal, Kanada, 1976, Donald sang pembawa bendera di turnamen tersebut berambisi merebut medali di Olimpiade Musim Panas, Moskow, 1980.
"Dia punya mimpi untuk berangkat ke Olimpiade Moskow, tapi kan waktu itu Pemerintah Indonesia memboikot karena Uni Soviet menyerbu Afghanistan, sebagai bentuk solidaritas negara-negara muslim. Waktu itu Donald Pandiangan sangat terpukul karena tidak jadi berangkat, walaupun bertekad
at least merebut medali di sana."
"Saya sempat melakukan studi riset ke Kompas, saya buka
file-file berita lama memang ada berita,
Donald Menangis, dari situ saya bisa memahami betapa kecewanya dia dan mungkin merasa marah kepada Pemerintah yang mencampurkan politik dan olahraga," kata Iman.
Kisah Donald membuat Iman yakin, "Mungkin dia punya mimpi suatu saat harus bisa dapatkan mendapat medali yang gagal didapatkan dulu, mungkin enggak jadi pemain tapi pelatih.
Background itu jadi masuk ke dalam ceritanya," Iman menambahkan.
Reza Rahadian pun akhirnya ditunjuk sebagai pemeran Donald. Sementara para srikandi, menurut Iman, sudah dipertimbangkan sejak penulisan naskah dan skenario. Menurut Iman, masing-masing aktris dipilih karena ada kesesuaian karakteristik dengan tiga atlet tersebut.
"Karakter Lilis yang agak badung, keras kepala, paling muda, ini cocoknya buat Chelsea. Kalau Tara kan, memang dari Makassar jadi enggak masalah buat menjalani peran sebagai Kusuma, logat Makassarnya juga masih dipertahankan," ujar Iman.
Sang sutradara menyatakan, dari hasil audisi, kedua aktris dianggap paling pas. "Untuk Chelsea, dia harus melatih dialek Jawa Timurnya dan dia bisa. Sekarang
ngomong-nya
udah medok Jawa Timuran. Sementara Nurfitriyana kan lebih senior, lebih ngemong, pas diperankan oleh Bunga."
Sekalipun didukung jajaran aktor dan aktris unggulan, nyatanya produksi film ini tak selalu mulus. Sebelum syuting, peran Nurfitriyana batal diperankan oleh Dian Sastrowardoyo. Padahal Dian sudah mengikuti latihan panahan dan
workshop selama dua bulan bersama Tara dan Chelsea.
Syuting Tiga Srikandi sendiri baru dilaksanakan enam kali dan diperkirakan rampung, pada akhir Agusutus. Film ini ditargetkan dapat tayang pada 24 Desember.
"Sebenarnya Dian sudah menjalani proses
reading, latihan, ikut
coaching. Belum syuting, tapi bagian dari
workshop-nya. Kebetulan BCL memang waktu dia masuk, saya bicara dengan dia, terus oke. Dia benar-benar setiap hari latihan. Dia
commit sekali dan enggak ada masalah."
(vga/vga)