Jakarta, CNN Indonesia -- Terumbu karang jadi salah satu kekayaan alam Indonesia. Namun betapa banyak terumbu karang di Indonesia yang sudah rusak karena ulah tangan manusia. Pengeboman, pelemparan jangkar, dan aktivitas destruktif lainnya, membuat jumlah terumbu karang di Indonesia semakin berkurang tiap harinya.
Kerusakan terumbu karang ini tentu sebuah kerugian yang besar bagi bangsa Indonesia. Terumbu karang berfungsi sebagai tempat berkembang biak biota laut yang selama ini menjadi konsumsi manusia. Biota laut tersebut juga berperan dalam menghasilkan 70 persen oksigen yang selama ini kita isap.
Pentingnya penyelamatan terumbu karang bagi kehidupan manusia ini menyadarkan sang seniman yang juga pecinta laut, Teguh Ostenrik. Ia berpikir untuk membuat sebuah karya seni rupa yang sekaligus dapat menyelamatkan keberlangsungan terumbu karang. Ide ini ia coba terapkan bersama Terumbu rupa dan beberapa organisasi pecinta dan pemerhati alam lewat gerakan Coral Day.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Seni enggak harus selalu di galeri dan museum, tapi harus bermanfaat bagi sekitarnya,” ujar Teguh saat jumpa pers Coral Day 2015 di Pondok Indah Mall pada Jumat (14/8).
Untuk mewujudkan hal itu, Teguh dan gerakan Coral Day akan melakukan transplantasi karang. Namun transplantasi karang kali ini sedikit unik, yaitu dengan menenggelamkan sebuah karya seni rupa yang bakal menjadi tempat tumbuhnya terumbu karang. Karya seni rupa semacam ini, Teguh menamakannya dengan ARTificial Reef.
ARTificial Reef nantinya akan menggunakan teknologi bio rock. Teknologi yang dikembangkan, sejak 1974, ini bekerja dengan cara deposit elektro mineral lewat penyetruman bertegangan rendah ke sebuah medium besi, dalam hal ini karya seni rupa yang Teguh buat. Dengan begitu, pertumbuhan terumbu karang akan berlangsung jauh lebih cepat.
“Dengan cara ini, terumbu karang dapat tumbuh delapan kali lebih cepat dari biasanya,” tuturnya.
Teguh menamakan ARTificial ini Domus Lungus, yang berarti rumah panjang. Selain karena ukuran panjang enam meter, lebar delapan meter, dan tinggi lima meternya, penamaan “rumah panjang” ini mencerminkan kondisi sosial Indonesia. Di Indonesia budaya komunal masih kental, membuat orang bisa menemukan rumaunya di manapun ia berada.
ARTificial Reef kali ini akan menjadi karya seni rupa bawah laut kedua dari Teguh, setelah tahun lalu ia membuatnya di lautan Pulau Senggigi, Lombok. Kali ini lautan pulau Wakatobi akan jadi tempat pembenaman karya seni sekaligus wahana melestarikan terumbu karang pada Coral Day 2015 yang berlangsung 5 September 2015.
 Teguh Ostenrik menamakan ARTificial ini Domus Lungus, yang berarti rumah panjang. (CNNIndonesia Free Watermark/Dok. Yayasan Terumbu Rupa) |
Kenapa Wakatobi?Meski terkenal dengan keindahan bawah lautnya yang dihiasi 750 spesies terumbu karang dari 850 yang ada di dunia, Wakatobi tak luput dari kerusakan terumbu karang. Pada daerah laguna—air laut yang terjebak di cekungan daratan—di Wangi Wangi, Wakatobi, contohnya, tinggal satu titik yang masih ditumbuhi terumbu karang dari semula 25 titik.
Selain itu Wakatobi juga akan menggelar konferensi walikota seluruh Asia Pasifik pada September ini. Momen ini akan dimanfaatkan Coral Day 2015 untuk menarik perhatian dunia bahwa penting sekali memelihara terumbu karang. Kedua alasan tersebutlah yang membuat Wakatobi sebagai tempat dilangsungkannya Coral Day 2015 ini.
“Ini sangat istimewa bisa diadakan di tempat kami. Ini juga jadi edukasi yang sangat mahal buat masyarakat kami. Saya sangat bahagia,” ungkap Bupati Wakatobi Hugua yang jauh-jauh datang ke Jakarta untuk menghadiri jumpa pers Coral Day 2015.
Museum Bawah LautPenenggelaman ARTificial Reef di Wakatobi ini memancing ide liar sang seniman Teguh Ostenrik untuk berkarya seni di bawah laut. Di kesempatan jumpa pers Coral Day 2015, ia menyampaikan pemikirannya untuk membuat museum bawah laut di Wakatobi kepada sang bupati.
“Saya tadi bilang kepada pak bupati, ‘bagaimana kalau kita bikin museum bawah laut di Wakatobi?’” cetusnya. “Saya mau penyelam bukan hanya ke Wakatobi buat melihat terumbu karang, tapi juga melihat karya seni,” Teguh menjelaskan.
Keinginannya ini pun disambut positif Hugua, Bupati Wakatobi.
“Saya pikir ini ide yang sangat cemerlang. Saya akan wujudkan,” ucap Hugua.
Hugua mengatakan, Wakatobi sudah memiliki museum budaya di Bajo. Namun museum ini seperti museum biasanya, berada di daratan. Berkat Coral Day dan ide Teguh, ia akan membuatkan museum di bawah laut. Ia menyadari museum bawah laut ini punya nilai ekologis yang sangat tinggi.
(vga/vga)