Jakarta, CNN Indonesia -- Sekarang mungkin mudah mendapatkan
Critical Eleven. Ia tersedia di rak utama toko-toko buku besar. Namun Juli lalu, novel terbaru Ika Natassa itu bak barang langka. Dalam
pre order di enam toko buku
online 1 Juli lalu, buku itu terbabat habis hanya dalam hitungan menit.
"1.111 kopi terjual habis dalam 11 menit," begitu klaim yang tertulis di sampul pembungkus
Critical Eleven edisi September 2015. Saat
pre order, edisi
Critical Eleven memang dibatasi hanya 1.111 eksemplar. Sampai September, ia sudah mencapai cetakan ke-tiga.
Seperti buku-buku sebelumnya,
Antologi Rasa,
A Very Yuppy Wedding,
Divortiare, dan
Twivortiare, novel kali ini masih khas Ika Natassa. Ada cerita yang dikisahkan dari dua sisi secara bolak-balik. Ada bahasa asing yang dicampurkan secara ringan tapi cerdas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar ceritanya masih kehidupan kaum urban kelas atas. Karakter-karakter tokoh utamanya pun mirip. Tanya Baskoro, gadis urban 28 tahun yang sukses bekerja di bidang keuangan, namun belum punya pasangan. Aldebaran Risjad alias Ale, lelaki matang kesayangan keluarga yang tak kunjung menemukan perempuan idaman.
Tanya yang memang menyukai bandara, bertemu Ale di penerbangan Jakarta-Sydney. "Permisi, tempat duduk saya di sebelah sana," demikian perbincangan pertama mereka. Seperti
critical eleven, 11 menit masa kritis kecelakaan pesawat, kedua lajang itu pun mengalaminya.
Tiga menit pertama Tanya terpikat. Delapan menit terakhir Ale yakin pilihannya jatuh pada perempuan di sampingnya itu. Di sela-sela 11 menit itu, ada penerbangan terbaik yang pernah mereka rasakan. Obrolan demi obrolan menyambung ringan, diselingi canda tawa.
Kurang lebih setahun kemudian, mereka mengikat janji pernikahan. Menguntai mutiara bahagia meski harus hidup berjauhan. Tanya di Jakarta, Ale di pengeboran minyak lepas pantai Australia. Namun petaka kemudian datang. Sampai lebih dari enam bulan, mereka tinggal serumah tapi penuh sandiwara. Ada yang tersakiti, dan ada yang tak sengaja menyakiti.
Sekali lagi, Ika Natassa berhasil merebut hati pembaca lewat tokoh-tokohnya. Meski mirip novel sebelumnya, Tanya dan Ale tetap menggambarkan masyarakat urban kebanyakan dengan segala kebiasaan dan permasalahannya.
Itu yang membuat karakternya membumi. Ika Natassa juga tidak meninggalkan gaya penulisannya yang sangat natural. Konflik, perasaan, sampai penyelesaian yang sederhana.
Ia tidak perlu pamer pengetahuan soal negara lain maupun bidang keuangan yang memang digelutinya. New York maupun Sydney, terasa dekat dengan pembaca. Apalagi Jakarta. Ika Natassa seperti menceritakan kisahnya sendiri.
Siapkan tiga menit pertama Anda untuk terpincut cerita
Critical Eleven Ika Natassa, dan delapan menit sebelum lembar terakhir adalah campur aduk antara haru dan bahagia.