Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah lebih dari satu dekade Arie Untung wira-wiri di lacar kaca maupun sinema. Sejak mengawali debut lewat film
Brownies pada 2004, Arie sudah menjajal berbagai genre. Terakhir, ia identik dengan pembawa acara dan komedian.
Pada tahun 2015, suami Fenita Jayanti itu mencoba peruntungan masih di dunia film, namun dengan peran berbeda. Kali ini ia lebih memilih di belakang layar sebagai produser.
Bersama sutradara Anggy Umbara, Arie menggarap
3, sebuah film laga futuristik yang menyelipkan cerita terorisme di dalamnya. Arie mengatakan ini kali pertama ia keluar dari genre komedi yang telah membesarkan namanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi produser pertama kali, dan ini pertama kali saya keluar dari genre komedi. Ini serba mengejutkan sih buat saya," kata Arie saat ditemui usai acara peluncuran film berjudul
3 di kawasan Kuningan, Jakarta, pada Senin (28/9).
Pertama berhadapan dengan aktivitas baru itu, Arie mengaku stres. Apalagi dalam penggarapan Anggy sempat tiba-tiba sakit selama dua hari.
"Anggy sakit, cuti dua hari, dan itu dihitung bujet juga. Tapi stresnya ini tidak berhenti-berhenti," ujar selebriti yang genap berusia 39 tahun.
Meski berusaha menikmati segala prosesnya, ia tetap kewalahan. Apalagi film yang dipilihnya bisa dibilang punya alur cerita yang jarang dilirik pembuat film di Indonesia. Sampai film itu ditayangkan di bioskop pada 1 Oktober 2015, Arie mengaku masih tegang.
Ketagihan Jadi ProduserMeskipun merasa kewalahan dan stres, pria yang memiliki nama lengkap Arie Kuncoro Untung itu justru merasa ketagihan menjadi produser.
"Seperti ada hormon yang meletus gitu kalau pas ada yang nonton terus mereka pada suka dan alhamdulillah untuk film perdana saya puas," ucap Arie.
Ia bercerita, keinginannya menjadi produser berawal dari hobi menonton film. Arie selalu membandingkan satu film dengan film lainnya, film buatan anak bangsa dan film luar negeri.
Kini, setelah menjadi produser dan memproduksi film sendiri, Arie belajar banyak hal. Termasuk tentang kebiasaannya membandingkan film. Ternyata, kata Arie, film buatan Indonesia tidak bisa dibandingkan begitu saja dengan film luar negeri karena dana dan waktu yang dibutuhkan membuatnya jelas berbeda.
"Dilihat dari bujet dan
timing-nya jauh. Dari saya jadi produser, saya jadi tahu bagaimana menghargai susahnya sineas-sineas hebat yang luar biasa. Di sini saya masih anak baru."
Tapi, ketagihan menjadi produser bukan berarti Arie mau meninggalkan kegiatan membawa acara yang sudah ditekuninya selama puluhan tahun. Ia justru belajar banyak dan jadi menghormati pekerjaan apa pun, termasuk pembuat film.
"Asal jangan bertabrakan saja," kata mantan VJ MTV itu.
(rsa/vga)