Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagian orang yang membaca cerita horor seperti
Goosebumps, mungkin sempat membayangkan sosok sang penulis, R.L. Stine, tak kalah menakutkan. Apalagi wajahnya pun “sedingin” karakter horor Frankenstein.
Namun siapa sangka bila penulis ratusan kisah horor ini ternyata tak seseram yang dibayangkan sebelumnya. Jack Black, aktor yang memerankan R.L. Stine di film terbaru,
Goosebumps, punya kesan berbeda, sebagaimana dikutip laman NPR.
“Dia sama sekali bukan pria yang menakutkan,” kata Black tentang Stine dalam wawancara dengan NPR, baru-baru ini. “Dia benar-benar manis, menyenangkan, asyik diajak bergaul, dengan selera humor yang sangat luar biasa.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam film
Goosebumps, yang beredar di bioskop sejak 16 Oktober, Black menampilkan sisi gelap Stine yang misterius. Padahal di kehidupan nyata, sisi semacam itu sama sekali tak bisa ditemukan Black dalam diri Stine.
“Berperan sebagai pria jahat selalu mengasyikkan,” kata Black kepada NPR. “Si penjahat selalu memiliki sisi paling memikat dari keseluruhan film. Lihat saja, apa bagusnya
Star Wars tanpa Darth Vader. Tak mudah mengalihkan perhatian darinya.”
Dalam kesempatan berbeda, Stine menyatakan kepada NPR bahwa dirinya sama sekali tak berniat menjadi penulis, apalagi “spesialis” kisah horor. Hanya kebetulan ia sudah menyukai kegiatan tulis menulis sejak masih belia.
“Saya mulai menulis di usia sembilan tahun. Entahlah, dulu saya memang aneh,” kata Stine kepada NPR. “Saya menemukan mesin tik, lalu saya boyong ke kamar, mulai mengetik kisah-kisah lucu dan buku komik kecil. Saya selalu ingin jadi menyenangkan. Saya tak pernah berencana jadi menyeramkan."
Selama masa kuliah, Stine mengaku, rutin menulis untuk majalah humor buatan sendiri yang diberi tajuk Bananas. Selama sepuluh tahun, secara rutin, ia mengirimkan tulisan humornya kepada penerbit Scholastic.
“Itu seperti mimpi menjadi kenyataan,” kata pria kelahiran Ohio, Amerika Serikat, 8 Oktober 1943. “Begitu kontraknya usai, saya merasa karier saya baru saja berakhir. Saya tak tahu bagaimana masa depan saya.”
Lalu, sang editor meminta Stine membuat novel horor remaja, sekaligus memberikan judulnya,
Blind Date. Diakui Stine, dirinya sama sekali tak mengerti apa maksud si editor. Meskipun begitu, toh ia tetap menulis kisah horor.
Ternyata kisah horornya laris manis. Stine pun berniat melupakan kisah humor. “Ternyata anak-anak senang ditakut-takuti,” kata Stine, yakin. Tentu saja tak seberapa menakutkan. Hasilnya, ia menulis 125 buku
Goosebumps yang memadukan horor dan humor.
“
Goosebumps bukan novel horor,” kata Stine kepada NPR. “Saya tak ingin kelewat menakut-nauti anak-anak. Setiap kali saya merasa alur ceritanya terlalu intens, pada saat itu juga, saya sisipkan humor untuk menyegarkannya.”
Saran itu juga lah yang diberikan Stine kepada Black. Hal ini diakui Black sembari menirukan ucapan Stine, “Jangan kelewat menakutkan. Anda boleh saja membuat tegang, tapi jangan membikin trauma. Ingat, pembaca buku saya kebanyakan anak-anak.”
 Novel Goosebumps karya R.L. Stine (CNNIndonesia Internet/Dok. Scholastic) |
Maka jadilah Black memasukkan unsur komedi dalam aktingnya agar penonton berusia muda bisa menikmati film
Goosebumps dengan senang hati. Sampai kini pun Stine tetap bertahan dengan formula andalannya ini: horor bercampur humor.
Contohnya, Stine membuat sosok imut hamster menjadi menakutkan dalam salah satu edisi
Goosebumps: Little Shop of Hamsters. “Sisi mana yang menakutkan dari hamster? Bila jumlahnya ribuan atau sosoknya meraksasa,” kata Stine, enteng.
Yang jelas, Stine akan selalu mencari ide-ide baru untuk dipelinir ke dalam kisah horor. Ia akan terus “menakut-nakuti” kaum muda dari generasi ke generasi. Ia sendiri mengaku tak habis pikir bagaimana
Goosebumps bisa bertahan 23 tahun.
“Sukses Goosebumps membuat saya bersemangat,” kata pria bernama asli Robert Lawrence Stine yang juga dikenal dengan nama alias Jovial Bob Stine. Soal sukses, Stine punya nasehat bijak yang selalu dia bagikan kepada anak-anak.
“Jangan pernah merencanakan hidupmu. Kamu tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Selalu saja ada kejutan,” kata penulis beken yang tak punya ponsel ini. “Ponsel merusak misteri,” katanya kepada Huffington Post. “Semua plot rusak gara-gara teknologi.”
[Gambas:Youtube] (vga/vga)