Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian menyatakan panitia
Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) bersikap tak terbuka kepada mereka saat mengajukan izin permohonan menggelar acara. Saat ini seluruh diskusi, pemutaran film, dan peluncuran buku bertema 1965 yang semula ada di jadwal acara UWRF telah dibatalkan.
“Izinnya tidak seperti itu (membahas 1965). Yang berkaitan dengan PKI tidak disebut oleh panitia. Jadi tidak sesuai izin. Kami mendukung Festival berjalan, namun hal-hal sensitif menyangkut SARA (suku, agama, ras, antargolongan) dan PKI kami sarankan untuk tidak dilaksanakan,” kata Kapolres Gianyar Ajun Komisaris Besar Farman kepada CNN Indonesia, Minggu (25/10).
Farman mengatakan Kepolisian mengeluarkan imbauan, bukannya larangan, untuk membahas soal 1965.
“Kami sifatnya mengimbau, mengingatkan. Ini kan festival sastra dan budaya yang sudah berjalan 12 tahun. Tapi kenapa baru sekarang mau mengangkat masalah PKI? Ini latar belakang pemikiran saya,” ujar Farman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Apa betul untuk memperingati 50 tahun PKI? Warga Indonesia kenapa harus memperingati PKI? Kenapa enggak memperingati Indonesia merdeka? Sastranya mau mengarah ke mana?” kata Farman.
Deretan acara bertema 1965 yang dibatalkan panitia UWRF meliputi tiga diskusi panel, satu pemutaran film, pameran, dan peluncuran buku. Tiga diskusi yang dibatalkan itu berjudul
1965, Bearing Witness;
1965, Writing On; dan
1965, Bali.
Sementara film yang batal diputar ialah
The Look of Silence (Senyap) karya Joshua Oppenheimer. Seluruh pembatalan ini, menurut Direktur UWRF Janet DeNeefe, merupakan tamparan besar bagi panitia. Ia menyebut hal ini sebagai sensor dari otoritas.
Namun Kapolres Gianyar mengatakan, “Sudah ada larangan pemerintah sejak dulu atas pemutaran film
The Look of Silence di Indonesia karena tidak lulus sensor.”
Sebelumnya, Panitia UWRF mengatakan tema 1965 menguat karena tahun ini bertepatan dengan peringatan G30S. Tema serupa pun menjadi bahasan utama pada
Frankfurt Book Fair, Jerman, di mana Indonesia menjadi tamu kehormatan.
Di
Frankfurt Book Fair, dua penulis perempuan Indonesia, Leila S. Chudori dan Laksmi Pamuntjak, mendiskusikan novel karya mereka,
Pulang dan
Amba, yang berlatar peristiwa 1965. Diskusi berlangsung hangat dan menyedot perhatian pengunjung.
Pada 1965, pembunuhan massal terjadi di berbagai daerah di Indonesia yang dipicu oleh peristiwa G30S, yakni tragedi berdarah pada 30 September malam di mana tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh.
Di Indonesia, Panitia UWRF mengatakan pembatalan seluruh sesi 1965 dilakukan berdasarkan masukan dari pihak keamanan dan pemerintah setempat. Panitia menyebut memilih “Mengalah demi kelangsungan Festival ke depannya.”
“Sejak awal sudah ada keberatan dari pemerintah lokal,” kata Hanna Nabila, Koordinator Media UWRF 2015. Keberatan terutama ditujukan pada segala tema program terkait 1965.
UWRF, ujar Hanna, merupakan wadah dan forum terbuka yang tak terkait politik. “Diskusi justru untuk menghormati para korban,” kata dia.
Apapun, panitia kini memutuskan untuk menerima masukan Kepolisian dan pemerintah setempat, dan membatalkan diskusi-diskusi bertema 1965.
(agk)