Perginya Sang Pemahat Kebesaran Bangsa

Windratie | CNN Indonesia
Selasa, 05 Jan 2016 11:44 WIB
Tak banyak masyarakat yang mengenal Edhi Sunarso, pematung monumen Selamat Datang, Tugu Pancoran, dan Patung Pembebasan Irian Barat.
Patung Selamat Datang di Bunderan HI, Jakarta (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Jakarta pasti sudah tak asing lagi dengan monumen yang terdapat di pusat kota Jakarta, tepatnya di Bundaran Hotel Indonesia, yakni tugu Selamat Datang. Landmark kota Jakarta tersebut adalah hasil karya pematung Edhi Sunarso.

Kemarin malam, Senin 4 Januari  2016, Edhi Sunarso telah berpulang ke pangkuan Ilahi. Edhi meninggal pada pukul 22.53 WIB dan disemayamkan di rumah duka Griya Seni Kustiyah Edhi Sunarso, Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan informasi yang diterima oleh CNN Indonesia, jenazah Edhi akan dimakamkan di makam seniman Imogiri.

Tak banyak masyarakat umum yang mengenal siapa pematung di balik monumen Tugu Selamat Datang, Patung Dirgantara di Pancoran (dikenal dengan Tugu Pancoran), dan patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Edhi bahkan sempat dijuluki sebagai A Forgotten Sculptor atau Sang Pematung yang Terlupakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilahirkan di Salatiga pada 2 Juli 1932, dia diberi nama Sunarso. Sunarso diangkat anak oleh keluarga Holan Atmojo, seorang kepala Mantri Ukur Pertanahan Belanda. Dengan jabatan orang tua angkatnya tersebut, Sunarso berkesempatan mengenyam pendidikan, seperti dirangkum dari berbagai sumber.

Namun, segala fasilitas sebagai anak angkat pegawai kantor Belanda tidak berlangsung lama. Di usia remaja Sunarno ikut berjuang melawan tentara Belanda. Pada usia 14 tahun (1946), Sunarso memimpin 23 orang melakukan gerakan dan sabotase di daerah-daerah.

Dia melakukan pencegatan patroli bersama Mayor Soekirno. Salah seorang anggota Mayor Soekirno yang bernama Edhi tewas tertembak dan tewas di tempat. Edhi merupakan salah seorang pejuang muda yang pemberani sekaligus keponakan sang Mayor.

Untuk mengenangnya, Mayor Soekirno memberikan nama Edhi kepada Sunarso. Saat itulah Sunarso dikenal dengan nama Edhi Sunarso.

Seniman tanpa ijazah

Sebagai pejuang RI, saban hari Edhi Sunarso melakukan perjalanan ke kantor KUDP Yogyakarta (Kantor Urusan Demobilisasi Pejuang) Yogyakarta untuk apel sore. Di perjalanan, dia kerap berpapasan dengan siswa-siswi ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) yang sedang praktik melukis.

Edhi pun tertarik untuk ikut menggambar. Sampai akhirnya, seorang pengajar ASRI bernama Hendra Gunawan menghampirinya dan menanyakan asal-usul Edhi. Berkat bantuan Hendra, dan beberapa teman lainnya, Edhi yang tak memiliki ijazah apapun diterima sebagai siswa toehorder (siswa pendengar yang hanya boleh mengikuti kegiatan praktik bukan perkuliahan teori) di ASRI.

Edhi semakin mencintai dunia seni. Dia lalu diajak oleh Hendra Gunawan bergabung dengan Sanggar Pelukis Rakyat yang didirikannya. Bakat Edhi semakin nampak cemerlang. Hendra mempercayainya untuk turut dalam tim pembangunan Tugu Muda Semarang pada 1952.

Pada 1953, Edhi dan dua orang mahasiswa ASRI lainnya mengikuti kompetisi patung internasional di London. Namun, karya kedua mahasiswa lain rusak dalam perjalanan karena menggunakan tanah liat sebagai bahan patung. Karya Edhi yang terbuat dari batu menjadi satu-satunya patung yang berhasil sampai di London dalam keadaan utuh.

Edhi mendapat peringkat ketujuh belas dalam kompetisi tingkat internasional tersebut. Setelah karya-karya peserta kompetisi dipamerkan secara terbuka, ada desakan dari publik untuk melakukan penjurian ulang tanpa mencantumkan nama dan asal negara peserta dalam karya.

Dalam penjurian ulang itu, karya Edhi yang berjudul The Unknown Political Prisoners mendapatkan posisi kedua dari 117 negara peserta. Edhi tidak mengetahui prestasi tersebut, tapi kabar itu sampai lebih dulu ke telinga Presiden Soekarno.

Ketika peresmian Tugu Muda Semarang, Bung Karno menghampirinya, menjabat tangan Edhi dan menyampaikan selamat. Edhi bingung atas ucapan selamat dari sang pemimpin Bangsa. Dia baru tahu akan prestasinya sebagai juara dua dalam kompetisi internasional setelah membaca buletin Universitas Gadjah Mada.

Tahun 1955, setelah belajar di ASRI, Edhi berkesempatan belajar seni di Visva Bharati Robindrannat Tagore University Santiniketan, India atas biaya UNESCO. Dia belajar selama dua setengah tahun dan sempat meraih penghargaan dari Calcutta University, serta penghargaan The Best Exhibit pada All India Fine Art and Exhibition.

Penanda kebesaran bangsa

Perjumpaan Edhi dengan Presiden Soekarno adalah titik penting perjalanan kesenimanannya. Bung Karno telah mendorong Edhi menjadi pematung dengan karya-karya besar monumental. Bung Karno memegang prinsip bahwa pembangunan negara, termasuk pendirian monumen, harus dikerjakan oleh anak bangsa.

Pada 1958, menjelang pelaksanaan Asian Games IV di Jakarta, yang akan diselenggarakan pada 1962, Bung Karno memanggil Edhi ke Jakarta. Dia diminta mengerjakan patung perunggu setinggi sembilan meter.

Edhi yang belum pernah mengerjakan patung dengan material perunggu pun terkejut. “Pak, jangankan sembilan meter, sembilan sentimeter pun saya belum pernah membuat patung perunggu. Bagaimana mungkin saya bisa melaksanakan pekerjaan ini?” Kata Edhi kepada Bung Karno.

Bung Karno pun menjawab tegas. “Hei, kau punya national pride ndak? Kau berani melawan Belanda, masak bikin patung saja ndak berani?”

Ketika mengerjakan patung Dirgantara, Bung Karno juga memberikan semangat kepada Edhi Sunarso. Saat itu Edhi kesulitan menemukan ide bentuk patung.

Bung Karno berkata, “Ed, kita tidak bisa membuat pesawat terbang, apalagi pesawat tempur. Tetapi waktu zaman revolusi kita tetap berani menerbangkannya. Jadi buatlah patung yang menonjolkan semangat keberanian itu. Apa yang kita punya? Kita punya semangat. Kita punya Gatutkaca!”

Patung-patung monumental Edhi hingga kini menjadi penanda kota yang menggambarkan kebesaran bangsa. Edhi Sunarso juga meraih banyak penghargaan dan medali. Tahun 2003, dia dianugerahi Piagam Bintang Budaya Dharma dari pemerintah RI. Tahun 2010, Senat ISI Yogyakarta mengangkatnya menjadi Empu Ageng. Maka sudah selayaknya Edhi dikenal sebagai pahlawan seni bangsa. (win/win)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER