Mira Lesmana: 'Bargaining' Bidang Film Indonesia Harus Kuat

Apriliana Lloydta Anuraga | CNN Indonesia
Kamis, 25 Feb 2016 11:01 WIB
Menurut sang produser film, Indonesia harus memiliki bargaining power yang kuat seiring dibukanya keran investasi asing di bidang perfilman.
Mira Lesmana (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/Asf/foc/15)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf membuka keran investasi asing di Indonesia termasuk bidang perfilman, mendapat tanggapan positif dari insan perfilman lokal, tak terkecuali Mira Lesmana.

“Sudah dibuka dan saya akan memberikan dampak yang positif. Dengan catatan yang sangat penting, bahwa kebijakan-kebijakan pendamping itu sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa pemain lokal terproteksi dengan baik,” tegasnya saat diwawancari CNNIndonesia.com di Jakarta Pusat, baru-baru ini.

Menurutnya, walau keran investor asing dibuka selebar-lebarnya, keuntungan tetap harus ada di tangan pihak dalam negeri. Kebijakan-kebijakan pendamping harus ada untuk keperluan jangka panjang. Kebijakan yang dimaksud Mira merujuk pajak atau bargaining power oleh pihak terkait.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kalau kita bilang Korea masuk lah katakan. Masuk lah pula film-film mereka misalnya ke Indonesia. Kita harus punya bargaining power yang kuat atau kebijakan yang juga mengatakan bahwa ‘oke, film Indonesia pun juga harus ada yang bisa diputar,’ misalnya seperti itu. Jadi harus dipikirkan dengan baik,” ungkapnya.

“Jangan sampai sudah bangun layar banyak sekali tapi tidak ada yang memutar film Indonesia, buat apa?” ia menambahkan.

Selain itu, pihak dalam negeri juga dinilai Mira harus mampu menjaga budaya dari Indonesia itu sendiri. Karena menurutnya, film termasuk kategori produk budaya. Hal tersebut perlu dilakukan agar budaya Indonesia tidak "menguap" di antara arus globalisasi.

Indonesia Perlu Sekolah Film

Di era keterbukaan seperti sekarang, dunia perfilman dalam negeri tentu saja tetap harus menjaga eksistensi agar tidak kalah saing dengan pihak asing, baik di dalam negeri sendiri atau di luar negeri. Saat ini, menurut Mira, film Indonesia yang bernar-benar mampu bersaing secara internasional hanya The Raid.

Karena proyek tersebut setidaknya sudah berhasil menembus pasar Amerika dan Eropa. Sedangkan, kebanyakan film lain baru mampu bersaing di tingkat festival-festival film luar negeri. Itu pun baru beberapa, belum menyeluruh.

“Kita masih sangat-sangat kurang, sangat-sangat minim pendidikannya, pendidikan film itu. Kalau kita lihat negara-negara yang maju, itu sekolah filmnya tinggal dicek deh, di India misalnya coba dicek, edan kan. Pun di Korea,” ungkapnya tentang alasan film Indonesia belum benar-benar mampu bersaing secara mendunia.

Menurutnya, kalau Indonesia mau seperti itu, sekolah film di dalam negeri harus banyak dan merata di seluruh Indonesia. Apa lagi mengingat di Indonesia, sekolah film yang benar-benar institusi atau institut kesenian yang memadai baru ada Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

“Makassar punya Institut Kesenian Makassar, tapi masih dalam skala kecil dan itu sangat butuh support,” tutur Mira.

Di Jakarta pun, Mira menilai setidaknya harus ada lima sekolah film yang memadai. Begitu pula di Indonesia bagian Timur, Barat, dan Tengah harus dibuat sekolah film yang memadai bagi para insan muda yang tertarik dengan perfilman.

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER