Jakarta, CNN Indonesia -- Record Store Day (RSD) yang berlangsung serentak di berbagai penjuru dunia, pada Sabtu (16/4), adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh pencinta musik dan penggemar rilisan fisik.
Di momen satu hari ini, mereka bisa mendapatkan rilisan langka dari berbagai musisi. Tentu saja menjadi kepuasan tersendiri bagi kolektor kala berhasil mendapat rilisan musik incarannya.
Digelarnya RSD menandakan bahwa rilisan fisik masih eksis di era digital. RSD juga menjadi arena pengenalan bagi sebagian orang yang belum mengenal rilisan fisik, seperti piringan hitam dan kaset.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penabuh drum Naif, Franki Indrasmono yang akrab disapa Pepeng, menjelaskan bahwa RSD di Indonesia masih memiliki pengaruh yang besar.
Hal itu terlihat dari semakin banyaknya musisi yang merilis dalam bentuk fisik saat RSD digelar.
"RSD itu momen yang sangat baik untuk merilis rilisan fisik. Kalau tahun-tahun lalu cuma ada beberapa kota yang merayakan, sekarang sudah ada 20 kota. Ya terbuktilah pengaruhnya RSD. Semakin banyak juga kota yang ikut partisipasi," kata Pepeng, saat diwawancarai oleh CNNIndonesia.com, pada Kamis (14/4)
Ia juga memperkirakan, jika tiap tahun jumlah kota yang menyelanggarakan RSD bertambah, maka pengaruh RSD akan semakin besar.
Sependapat dengan Pepeng, Managing Director Demajors David Karto menjelaskan, bahwa RSD memberi pengaruh agar orang-orang kembali mengapresiasi musik melalui rilisan fisik.
"Selain kolektor sebenarnya sasaran terbesar itu adik-adik yang belum pernah melihat piringan hitam atau kaset. Kalau mereka sudah suka dan mereka beli, apresiasi terhadap rilisan fisik pasti lebih menyenangkan," kata David.
Ia menjelaskan bahwa RSD tidak mewajibkan orang-orang yang hadir untuk membeli rilisan fisik. Hanya dengan datang meramaikan, mereka bisa bertukar informasi terutama refensi musik yang dapat menambah wawasan satu sama lain.
Dikatakan David, rilisan fisik tetap ada karena masih banyak orang yang membelinya. Hal itu terbukti dari musisi yang dinaungi oleh Demajors. Ia mengatakan bahwa Tulus adalah salah satu musisi yang rilisan fisiknya laku terjual.
Demajors pun merasa tidak gentar akan layanan musik digital. "Layanan musik digital di Indonesia itu masih baru dan menyentuh sedikit orang-orang yang paham saja. Bagi yang belum tahu, harus mempelajari dulu. Itu yang buat rilisan fisik tetap eksis, karena fisik dan digital berada di dunia yang berbeda," kata David.
Head of Operations & Marketing Guvera Indonesia Onny Robert sebelumnya pernah menjelaskan bahwa masih sedikit orang Indonesia yang mendengarkan musik lewat layanan musik digital. Masih perlu ada edukasi bagi penikmat musik untuk mengetahui hal ini.
Data Guvera menunjukkan bahwa hanya 1,2 juta orang yang mendengarkan Guvera. Tidak menyentuh angka 1 persen jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta.
(ard/vga)