Jakarta, CNN Indonesia -- Puitis dan bermakna dalam. Mungkin kebanyakan hal itulah yang dirasa ketika membaca karya William Shakespeare. Hari ini (23/4) adalah tanggal kematiannya tepat empat abad yang lalu. Dan karya-karya roman milik Shakespeare dibunyikan kembali di berbagai belahan dunia, termasuk di Jakarta, Indonesia.
Seorang pecinta dan penulis puisi Dea Safira Basori adalah salah satu yang membunyikan penggalan karya Shakespeare. Namun tidak seluruh karya dari sang penulis Inggris ia bunyikan, Dea mengadaptasi karya Shakespeare dalam puisi feminis karyanya sendiri berjudul
They Say We Are Women.
"Shakespeare menurut saya adalah penulis yang benar-benar menjelajahi setiap bentuk emosi dari manusia, kebaikan, kejahatan, ketamakan, semuanya," kata Dea saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com seusai acara Shakespeare in A Cup yang diadakan di Kinosaurus Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (23/4) sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dea mengaku ia bukan pecinta berat karya sang pujangga Inggris. Ia hanya membaca beberapa karyanya, walau terhitung jari tapi kemampuan Shakespeare dalam 'membongkar' emosi manusia sedikit banyak membuat Dea terinspirasi.
Sang Bard of Avon terkenal akan beragam karya baik berupa literasi maupun dalam hal pementasan. Sebut saja untuk puisi Shakespeare's Sonnets yang mengisahkan cinta, kecantikan wanita, dan kematian. Lalu karya dalam bentuk pementasan teater, The Tragedy of Romeo and Juliet dan Hamlet adalah yang paling banyak dikenal.
"Kisah yang dibuat Shakespeare itu kebanyakan tragedi namun sebenarnya ada di dunia nyata dan sangat menarik. Jadi kisahnya itu tidak hanya merefleksikan kondisi di Inggris ketika itu namun juga kemanusiaan secara umum." kata Dea.
Kehadiran Shakespeare di Indonesia memang tak terkenal Sapardi Djoko Darmono ataupun penulis lainnya seperti Pramoedya Ananta Toer. Selain karena bahasa Inggris yang digunakan Shakespeare kelewat lawas bila dibandingkan era kini, Indonesia pun tak memperdalam pembahasan karya-karya Shakespeare.
Kondisi tak awam ini disadari oleh Ayu Mutia, salah satu pendiri dari komunitas puisi Unmasked yang mengadakan Shakespeare in A Cup. Unmasked merupakan acara yang membuka kesempatan siapa pun dapat membacakan puisi karya mereka sendiri di depan hadirin.
Dan di acara tepat setahun Unmasked berdiri sore tadi, Shakespeare menjadi inspirasi.
"Shakespeare di Indonesia memang belum banyak, tidak sebanyak di Inggris atau India atau Australia. Sama dengan acara pembacaan puisi ala
open mic ini," kata Ayu saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com seusai acara.
Dalam acara yang juga dihadiri cukup banyak hadirin berwarga negara asing seperti Inggris dan Australia itu, tak banyak orang Indonesia yang membacakan puisi berdasarkan Shakespeare.
Namun kondisi ini justru dianggap Ayu sebagai sebuah kesempatan masyarakat Indonesia belajar lebih banyak tentang Shakespeare dari kisah yang dituturkan orang asing. Para bule cukup banyak mengisahkan pengalaman mereka harus mempelajari Shakespeare semasa sekolah.
"Ini bisa jadi pertukaran budaya," kata Ayu. "Dan karena Shakespeare yang membuat fondasi dunia sastra benar-benar kuat, saya setuju dengan anggapan bahwa mungkin dunia akan sangat berbeda bila tak ada Shakespeare." lanjutnya.
(abm)