Jakarta, CNN Indonesia -- Panggung adalah arena yang penting, terutama bagi musisi dan grup band baru. Di sini lah, mereka menempa kemampuan musikal secara live, sekaligus mendekatkan diri dengan publik yang kelak menjadi penggemar setianya.
The I Way Fest 2 yang digelar di Bandung, pada Minggu (24/4) merupakan arena untuk maksud tersebut. Festival musik indie ini menjadi panggung debut musisi dan grup band baru yang tengah merintis karier di ranah musik.
Tajuk “The I Way” sendiri merujuk keleluasaan bagi musisi dan grup band baru untuk berkreasi sebebas mungkin sesuai cara (
way) mereka masing-masing. The I Way Fest boleh dikatakan berbeda dibanding festival musik indie lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain menampilkan musisi dan grup band baru, The I Way Fest juga menghadirkan berbagai elemen musik yang lumayan lengkap, dari
record label, record store, software rekaman,
merchandise hingga
event life painting.“Berangkat dari kegelisahan kami [komunitas Fikom Unpad] melihat banyak band-band baru yang belum berkembang dan memang sebenarnya butuh wadah,” kata Raisa Natanis,
marcom The I Way Fest kepada CNNIndonesia.com, di Bandung, pada Minggu (24/4).
“Kurang wadah, kurang dipertemukannya
record label, acara/
event, media segala macam, makanya, kami bikin acara ini karena kami ingin menyatukan semua elemen dari musik itu supaya mendorong skena musik Indonesia,” Raisa menambahkan
Parahyena, Pionies, The Godmother, The Schuberts, Alzheimergrind, adalah sederet grup band baru dari dalam dan luar kota Bandung yang berhasil diseleksi dan diperkenankan oleh panitia untuk tampil di The I Way Fest 2.
Festival musik yang juga dimeriahkan grup band indie terkenal macam The Sigit, White Shoes and The Couples Company, Danilla & Mondo Gascaro, Kelompok Penerbang Roket, ini digelar di Lanud Husein Sastranegara, sejak sore hingga malam.
Para penonton bergoyang seru kala The White Shoes and The Couples Company (WSATCC) tampil di atas panggung membawakan lagu
hits seperti
Aksi Kucing serta
Vakansi. Suara bising khas lapangan udara meningkah aksi Sari dkk.
“Jadi kami melihat band seperti WSATCC, The Sigit, mereka bisa besar tanpa
major label. Jadi kami punya pesan bahwa untuk membangun musik Indonesia enggak perlu ke
major label, tapi lakukan semuamu dan bebas berkreasi,” kata Raisa lagi.
Hadirnya label rekaman indie berbasis pertemanan Rumah Musik Jurnal di festival kali ini, antara lain untuk merangkul grup band indie baru. Sekalipun bukan major label, kesungguhan mereka dalam berkiprah patut diapresiasi.
“Rumah Musik Jurnal itu wadah kolektif, karena teman-teman rumah kebetulan semua main produksi musik seperti
merchandise, printing, buat video klip,
label record dll,” kata Awa, pendiri Rumah Musik Jurnal, kepada CNN Indonesia.com.
Lebih jauh, ia menyatakan prinsip usahanya yang boleh dikatakan tidak biasa, namun menarik. “Kami melihat band dengan cara idealis seperti kolektif atau gotong royong karena prinsip di kami musik itu untuk mencari teman.”
Selain label rekaman, di festival musik bertajuk
Create a Journey ini juga dihadirkan gerai Kuassa.com. Bagi awam, namanya mungkin terdengar asing, tapi sebetulnya laman penyedia musik
software digital ini sudah mendunia.
Kuassa.com malang melintang di dunia musik digital mancanegara selama enam tahun belakangan ini. Pengguna produk
software musik yang diluncurkan Kuassa.com kebanyakan komposer,
bedroom musician, music jingle, audio engineer sampai DJ.
“Jadi kami bikin produk-produk pertama itu seperti ampli gitar atau simulasi ampli gitar dalam bentuk digital. Jadi itu digunakan sebagai plug in di semua
software rekaman audio yang ada,” kata Graha, pendiri Kuassa.com.
Dengan hadirnya musisi dan grup band indie baru serta berbagai elemen musik, seharusnya The I Way Fest 2 menjadi acara yang menarik. Sayangnya, guyuran hujan lebat sempat menghentikan acara selama beberapa lama.
Salah seorang pengujung bernama Eki (18) mengaku sedikit kesal, karena keasyikan menonton The I Way Fest 2 terganggu derai hujan. Meski begitu, ia tetap semangat menunggu aksi grup band favoritnya di atas panggung.
“Tadi
nonton White Shoes, sekarang lagi
nunggu The Sigit. Seru sih acara dan
venue-nya, cuma kalau hujan gini jadi ganggu,” katanya. Sementara itu, Raisa meyakini semangat The I Way Fest tak mudah dilunturkan oleh guyuran hujan.
Ia berharap, The I Way Fest menyulut semangat positif bagi mereka yang masih takut berkarya. “Semoga semakin banyak
event musik seperti ini, anak muda jadi semakin berani, yang tadinya karyanya cuma disimpan doang, dengan ini mereka semakin berkreasi.”
(vga/vga)