Bangga Seni Budaya Asean, Bukan Kebarat-baratan

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Sabtu, 07 Mei 2016 15:08 WIB
Pegiat seni budaya di negara-negara Asia Tenggara kian gencar mengumandangkan karya kreasi sendiri. Hal tersebut menunjukkan nasionalisme tinggi.
Konser kolaborasi C Asean dan Malaysian Traditional Orchestra. (Dok. C Asean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pegiat seni budaya di negara-negara Asia Tenggara (Association of Southeast Asia Nations/Asean) kian gencar mengumandangkan karya kreasi sendiri. Hal tersebut menunjukkan nasionalisme tinggi, tak semata berpihak pada selera yang kebarat-baratan.

Laman Nation Multimedia baru-baru ini mengabarkan, para siswa di Thailand, terutama yang bersekolah di Roong Aroon School, diperkenalkan dengan seni budaya sedikitnya di sembilan negara yang tergabung di Asean Economic Community (AEC).

Dengan penuh percaya diri, sekitar 700 siswa Roong Aroon School memamerkan kepiawaian mereka memainkan musik Asean dalam sebuah pertunjukan tahunan yang kali ini diberi tajuk San Jai Sai Yai Asean. Mereka dibantu sejumlah musisi profesional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Profesor Rapee Sagarik yang tetap energik bermain biola di usia 96 tahun mendampingi para siswa bermusik. Ada pula penyanyi tradisional merangkap pengajar Surang Duriyapan, dan tak ketinggalan Duangporn Pongphasuk, sang jawara The Voice Thailand.

Pertunjukan tersebut juga didukung RA Pop Orchestra Band, RA Symphonic Band dan klub musik tradisional Thailand di Roong Aroon School. Tentu saja sangat menarik bila para siswa di negara Asean lain juga menampilkan seni budaya sendiri.

Dalam skala lebih besar, seni budaya Asean juga ditampilkan secara rutin setahun sekali di acara C Asean Consonant, yang digelar di negara-negara Asean. Tahun lalu, Thailand menjadi tuan rumah, berikutnya tahun ini, Malaysia dan Singapura.

C Asean Consonant menampilkan komposisi kreasi para musisi muda dari sepuluh negara Asean. Setelah memamerkan musik dengan instrumen khas negara masing-masing, para perwakilan musisi berkolaborasi, menyatukan keberagaman dalam harmoni.

C Asean Consonant tahun ini digelar pada awal April di Tunku Abdul Rahman Hall, Malaysia Tourism Centre (MaTiC), Kuala Lumpur, untuk kalangan terbatas (VIP), juga Auditorium, Office of Alumni Relations, National University of Singapore untuk umum.

Yang menarik, kali ini instrumen negara non-Asean pun dimainkan. Kendang Sunda bertalu di tengah petikan sitar India, memecah petikan pilu kecapi China. Berbagai instrumen tradisional lain saling bersahutan, mengalunkan Dayung Sampan, tembang dari Singapura.

Tak sekadar mengandalkan alat musik tradisional kebanggaan bangsanya, kesepuluh musisi muda berbakat juga berkolaborasi dengan enam musisi tamu dari Malaysian Traditional Orchestra (OTM) yang memainkan kecapi China dan sitar India.

Saat lagu Sheang Khaen Lao dari Laos dimainkan, terdengar tiupan panjang bernada rendah nan merdu dari khaen yang dimainkan musisi muda Laos, Sinthavong Sengmounthong. Khaen adalah alat musik tradisional Laos yang terbuat dari bambu besar.

Tabuhan kendang Sunda yang dimainkan oleh Agung Hero Hernanda perlahan masuk, membuat suasana magis meliputi arena pertunjukan. Lalu, di tengah lagu, sang dirigen, Watchara Pluemyart, mulai memandu kolaborasi musisi Asean dan OTM.

Ia mengangkat tangan dan menodongkan tongkatnya ke musisi OTM. Gayung bersambut, sang musisi pun memetik kecapinya. Gesekan beberapa alat musik tradisional lain yang menggunakan nada pentatonik membuat alunan lagu tersebut sarat nuansa China.

Berikutnya, giliran dirigen dari Malaysia, Yazid Zakaria, mengambil alih panggung dan memimpin C ASEAN Consonant memainkan lagu Hola Hela dari Brunei Darussalam. Genderang Thailand mengawali lagu dengan megahnya.

Lalu, secara bergantian, seluruh musisi unjuk gigi dengan komposisi musik yang membuat kepala mengangguk dan pundak bergoyang. Di lagu ini, semua instrumen dimainkan, termasuk sitar dan kecapi.

Yazid berhasil meramu semua instrumen sehingga tak ada yang terlalu menonjol. Perpaduan terdengar sangat harmonis. Lagu rampung, para musisi duduk melingkar di dekat bibir panggung. Tangan mereka memegang satu alat musik bambu dengan pemukulnya.

“Filipina terkenal dengan kesederhanaan dan keramahannya. Sekarang, kami ingin mengajak kalian untuk bergabung, bernyanyi bersama kami,” ujar seorang musisi yang kemudian mengajarkan penggalan lagu sederhana berjudul Salidummay.

Penonton dengan mudah mencerna dan bernyanyi bersama dengan instruksi dari para musisi yang mengiringi lagu dengan sesekali memukulkan alat musik bambu di tangan mereka. Satu penampilan sederhana, tapi sangat mengesankan.

Tak membiarkan penonton bersantai, para musisi langsung ambil posisi. Gamelan, suling bambu, dan kendang Sunda langsung bersahutan. Tanpa ragu, beberapa penonton langsung berbisik, “Indonesia. Ini dari Indonesia."

Benar saja, para musisi langsung memainkan lagu Tak Tong Tong dari Sumatra Barat. Di tangan Yazid, semua bunyi instrumen berpadu dengan baik. Dinamika lagu tiba-tiba turun dan Yazid menodongkan tongkatnya ke arah pemain kendang.

Seolah menerima tantangan, sang pemain kendang memukul alat musiknya hingga menimbulkan bunyi khas dangdut. Tak mau kalah, musisi dari OTM juga menabuh gendangnya bertubi-tubi hingga terjadi “pertarungan” sengit. Yazid memimpin semua musisi mengakhiri lagu dengan megah.

C ASEAN ternyata mampu menunjukkan taring mereka. Puncaknya, mereka memainkan lagu Pandang Pandang Jeling Jeling dari Malaysia dengan karakter Melayu yang sangat kental. Semua instrumen musik dapat dipadukan dengan baik hingga menciptakan satu alunan lagu yang sarat dengan irama dangdut khas Melayu.

“Proses penyatuan itu memang sangat susah. Ada perbedaan kualitas suara dari setiap instrumen semua negara. Namun, melalui komposisi musik yang tepat, mereka dapat menyatu,” ujar Yazid ketika ditemui CNN Indonesia.com seusai konser.

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER