Jakarta, CNN Indonesia -- Terinspirasi dari kisah nyata tentang pertemuan kembali dua orang yang jatuh cinta setelah 17 tahun, novelis Noorca M. Massardi lalu menuliskannya dalam bentuk fiksi.
Tidak hanya kisah cinta, Noorca juga mengangkat persoalan pelik bahaya kekerasan verbal yang dampaknya jauh lebih besar dari kekerasan fisik.
"Novel ini diangkat dari kisah nyata kedua tokoh utamanya, yang sama-sama mengalami kekerasan verbal dalam kehidupan mereka sebelumnya," ujar Noorca, saat peluncuran novel 'Setelah 17 Tahun' di Midtown Bistro & Lounge, SCBD, Jakarta, pada Sabtu (17/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Novel yang diberbitkan PT. Gramedia Pustaka Utama (GPU) tersebut merupakan novelnya yang ketujuh, dan ditulis di Jakarta dan Bali selama kurun waktu 15 bulan.
Kisah Cinta
Setelah 17 Tahun berkisah tentang dua tokoh utama bernama Putri Maulida dan Andri Bangsawan.
Cerita kedua tokoh dituls paralel hingga pada bab terakhir bertemu di satu titik.
Dengan alur cerita yang maju mundur, novel ini diawali dari kisah perceraian Putri dengan suami pertamanya Alfian karena tidak tahan dengan kekerasan yang dialaminya, dalam hal ini kekerasan verbal yang membuatnya depresi. Menjadi janda dengan tiga anak, Putri memulai lagi hidup barunya.
Di saat yang sama, Andri juga bercerai dengan istrinya Lanny. Jika Putri tertekan karena sering dibentak, Andri juga mengalami kekerasan verbal karena sering dituduh selingkuh dan dicemburui. Andri menjadi duda dengan dua anak.
Pada suatu hari, keduanya kembali dipertemukan. Benih cinta yang tumbuh saat masih duduk di bangku kuliah itu, muncul kembali setelah waktu berlalu 17 tahun.
Kekerasan verbal Ada satu benang merah yang ingin disampaikan dengan tegas, dan berulang-ulang oleh Noorca dalam novelnya ini, yakni terjadinya kekerasan verbal pada dua tokoh utama.
Oleh karenanya, dalam kesempatan peluncurannya, ia turut menghadirkan Joice Manurung, seorang psikolog yang memahami akan persoalan psikologi akibat kekerasan verbal.
Menurut Joice, kekerasan verbal kerap menjadi salah satu faktor penyebab depresi seseorang, baik kekerasan verbal yang dilakukan orangtua terhadap anaknya, ataupun suami terhadap istri atau pasangannya.
"Kekerasan verbal justru kadang lebih berbahaya dampaknya daripada kekerasan fisik, tapi kerap diabaikan,' ujarnya.
Joice mengatakan, ada beberapa jenis kekerasan verbal yang sering terjadi, di antaranya lewat cara berteriak, menuduh, menjelek-jelekkan, menyepelekan, mengulang-ulang kesalahan, dan atau memanggil dengan nama sebutan yang merendahkan.
"Abuser merasa punya kontrol terhadap korban, siapa saja tidak harus perempuan, bisa juga terjadi pada laki-laki," ujarnya menambahkan.
Pembahasan novel
Setelah 17 Tahun mendapat reaksi positif. Para pencinta buku yang turut hadir dalam peluncuran novel turut bercerita tentang kekerasan verbal yang pernah mereka alami, atau pernah dilakukan terhadap orang lain.
Novel
Setelah 17 Tahun menjadi novel ke-tujuh Noorca setelah pernah menerbitkan;
Sekuntum Duri (1979),
Mereka Berdua (1982),
September (2006),
d.I.a cinta dan presiden (2008),
Straw (2014), dan
180 (2015).
Sebelum diterbitkan buku,
Setelah 17 Tahun juga terlebih dahulu dimuat sebagai cerita bersambung di Koran Sindo pada Juli-Agustus 2016.