Jakarta, CNN Indonesia -- Lantunan musik dari instrumen tradisional khas Minang menghanyutkan suasana konser KLa Project di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Kamis (15/12).
“Ayun berayun pikir mengalun, beterbangan khayal keinginan. Lelah memilih arah terpasti, jelaga malam halangi,” lirik menggelegar pun terdengar.
Bertajuk ‘Passion, Love and Culture,’ konser itu dibuka dengan lagu
Saujana yang juga diiringi lantunan alat musik saluang, talempong, bansi, dan serunai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai mendendangkan lagu itu, ketiga personel KLa Project pun menyapa hangat para penggemarnya. Riuh tepuk tangan membahana.
"Malam ini kami akan mengajak menjelajahi Indonesia lewat musik," ujar Adi Adrian, sang pianis dan kibordis.
Tak hanya permainan musik yang memadukan nuansa modern dan tradisional dengan kental. Masing-masing personel juga mengenakan songket Palembang untuk menyelaraskan suasana.
Sang vokalis, Katon Bagaskara mengenakan kemeja hitam yang dipadukan vest dari kain songket berwarna merah. Adi memilih kemeja putih yang dipadukan vest kain songket berwarna ungu. Sementara Romulo ‘Lilo’ Radjadin sang gitaris, menggunakan
outerwear ungu kemerahan.
Setelah lagu pertama yang berasal dari Barat Indonesia, penampilan ke-dua KLa Project menghidupkan instrumen khas Sunda. Musik Sunda itu mengiringi lagu
Waktu Tersisa. Tepuk tangan penonton, yang menandakan kepuasan sekaligus apresiasi, tak henti berkumandang.
Menjelang penampilan lagu ke-tiga, lampu panggung gelap. Diikuti teriakan yang menggema di ruang pertunjukan. Teriakan itu terdengar beberapa kali, membuat bulu kuduk merinding.
Lampu sorot akhirnya mengarahkan cahaya pada dua pemain musik tradisional di atas panggung. Kali ini ini tampak alat musik tradisional dari Timur Indonesia. Ia mengiringi dendangan lagu
Terpuruk Ku Di Sini. Lagi-lagi busana KLa Project menyempurnakannya.
Pada lagu ke-empat yakni
Terkenang, KLa Project kembali ke bagian Barat Indonesia. Musik dan tampilan yang ‘dicuri’ kali ini berasal dari tanah Batak.
Lilo bercerita, ia butuh kurang lebih enam bulan untuk mempersiapkan konser itu. "Adi sampai keliling Indonesia mempelajari ini dan mengenalkannya kepada kami. Budaya bersatu.”
Hingga lagu ke-lima yang berjudul
Pasir Putih, iringan musik tradisional masih mengiringi penampilan grup yang tahun ini merayakan perjalanan karier selama 28 tahun itu.
Penampilan lebih meriah. Tidak hanya diiringi musik tradisional, lagu juga dibuka dengan tarian tradisional dari Pulau Dewata.
Kejutan lain menanti di penampilan selanjutnya. Lilo mendadak muncul seorang diri. Busananya telah berganti. Kali ini ia mengenakan luaran emas dengan selendang merah.
 Foto: CNN Indonesia/Agniya Khoiri Suasana Konser KLa Project di TIM, Kamis (15/12). |
Katon tidak lagi bernyanyi. Sebagai gantinya adalah Lilo, yang dengan enerjik ditemani dua penyanyi latar. Ia sudah seperti vokalis sungguhan yang mengajak penonton ikut bernyanyi.
Lilo menyanyikan
Laguku. Alih-alih berubah canggung, suasana justru makin meriah. Penonton terus bersorak. Apalagi saat personel lain akhirnya kembali ikut bergabung. Katon menyapa penonton, mengungkapkan perasaannya soal perjalanan musik KLa Project selama 28 tahun ini.
"Selama 28 tahun KLa dapat bertahan karena
passion, love dan
culture. Dan kami ingin membuat musik Indonesia go internasional dengan sesuatu," katanya, yang disambut intro lagu legendaris milik KLa Project.
Menjemput Impian.Sesuai dugaan, riuh rendah penonton semakin memuncak. Tampak raut-raut kebahagiaan kala lagu favorit mereka dibawakan. Mereka pun larut dalam nyanyian. Tanpa dipandu, serentak para penonton ikut bernyanyi bak paduan suara.
Setelah tiga lagu dengan format penampilan mereka biasanya, lagu selanjutnya pun menghadirkan para musisi yang mengiringi penampilan mereka dengan instrumen tradisional.
Kali ini datang musik khas Melayu. Kala instrumen awal dilantunkan, tampak seorang wanita memberikan surat pada Katon. Itu ternyata menjadi
gimmick pada lagu Belahan jiwa yang pada lirik awalnya yang terdengar ‘membaca lagi surat-suratmu, hatiku jatuh rindu.’
 Foto: CNN Indonesia/Agniya Khoiri Konser KLa Project yang bertajuk Passion, Love and Culture. |
Selama dua setengah jam, KLa Project menghibur para penonton. Itu termasuk penampilan lagu-lagu seperti
Romansa yang diiringi alat musik Sasando, kemudian penampilan
Lagu Baru, Gerimis, juga
Tentang Kita.Penonton tak hentinya bertepuk tangan. Pada
Lagu Baru, semua penonton bahkan berdiri dan berdendang mengikuti irama.
Tak terasa, pertunjukan terasa akan segera berakhir kala satu penampilan lagu
Yogyakarta yang ditunggu-tunggu dibawakan. Dibuka dengan penampilan seorang sinden bernama Lidya Waw, ini menjadi penampilan termagis yang disuguhkan KLa Project malam itu.
Dendangan musik gamelan khas Jawa, ditambah empat penari dengan busana tradisional ikut menghangatkan suasana. Gemuruh riuhan tepuk tangan dan nyanyian dari kursi penonton menggema satu ruangan Teater Jakarta.
Bulu kuduk dibuat merinding akan penampilan yang juga membuat berdecak kagum tak henti.
"Sudah ya, sudah selesai. Kita sudah capai,” kata Lilo menyadarkan penonton yang masih terkesima. Tapi mereka belum puas. Penonton meminta penampilan tambahan.
Lilo yang berbaik hati pun mengabulkan permohonan para penonton, sembari melontarkan celotehan yang mengundang gelak tawa kembali.
"Tapi janji ya satu lagu habis itu pulang. Kita capai, umur sudah kepala lima," candanya.
Lagu
Semoga menjadi persembahan terakhir konser malam itu. Lagu itu juga menjadi harapan yang disampaikan Katon, agar bangsa Indonesia dapat bersatu.
 Foto: CNN Indonesia/Agniya Khoiri Alat musik daerah seperti Sasando, mengiringi lagu-lagu di konser KLa Project. |
Celoteh SosialDi sela penampilan dari lagu satu ke lagu berikutnya, antar personel kerap berceloteh akan kondisi terkini Indonesia. Lilo misalnya, menyuratkan dukungannya pada calon gubernur DKI Jakarta selanjutnya.
"NKRI nomor satu, tapi gubernur nomor dua," celotehnya yang disambut gelak tawa dan tepuk tangan penonton.
Celoteh lainnya yakni pada akhir penampilan yang menyampaikan salam perpisahan, “Pulanglah dengan damai, jangan demo.”
Sementara Katon, lebih menyampaikan pesan bahwa Indonesia yang begitu kaya budaya seharusnya dapat bersatu. Dia membuat perumpaan akan kehidupan yang KLa Project jalani.
"Kami bertiga jarang bertemu, tapi ketika dipanggung kami bersatu dalam musik, dalam perbedaan. Bukankah Indonesia juga seharusnya begitu?" kata Katon di sela penampilan lagu terakhir
Semoga. "Untuk Indonesia... Semoga," ujarnya menutup penampilan.
(rsa)