Syuting Film di Indonesia Mudah dan Murah bagi Sineas Asing

Agniya Khoiri | CNN Indonesia
Minggu, 01 Jan 2017 03:23 WIB
Sineas asing hanya perlu mengajukan permohonan pengambilan gambar. Tidak sampai satu hari, izin dari Kemendikbud sudah bisa keluar. Biayanya nol rupiah.
Indonesia terbuka bagi pembuat film dari mana saja (ilustrasi). (Thinkstock/Jag_cz)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam satu tahun terakhir, ada lebih dari 200 sineas asing yang mengajukan permohonan pengambilan gambar film dengan latar tempat di Indonesia kepada pemerintah. Itu disampaikan oleh Kepala Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Maman Wijaya saat dihubungi CNNIndonesia.com Jumat (30/12) malam melalui telepon.

Menurut Maman, mudahnya persyaratan dan tidak adanya biaya yang dibebankan, menjadi faktor tingginya permintaan pengambilan gambar di Indonesia. Apalagi, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan atau Daftar Negatif Investasi sudah dibuka 100 persen.

Dibukanya DNI—yang berarti asing bisa lebih mudah terlibat di perfilman Indonesia dari sisi produksi, distribusi, maupun eksibisi—berlaku sejak ditetapkan pada 18 Mei 2016.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak rumit [mengajukan permohonan syuting di Indonesia]. Pertama melalui pengajuan visa untuk syuting film. Misalnya disetujui, bisa langsung syuting. Kecuali tempat-tempat tertentu seperti Borobudur, mereka harus izin lagi ke pengelolanya," ujar Maman.


Visa pengajuan syuting film sendiri akan melalui persetujuan Kemendikbud terlebih dahulu.

"Alurnya dari KBRI di negara mereka, akan minta persetujuan ke Kemenlu, lalu ke Kemendikbud. Tidak sampai satu hari, langsung kami [Kemendikbud] setujui. Tidak ada biaya, nol rupiah," katanya. Tapi, ada beberapa hal yang harus dilakukan sineas dalam pengajuan izin itu, sebagai bahan pertimbangan. "Skenario turut dilampirkan, beserta CV yang akan melakukan syuting, itu untuk syarat pengajuan visanya," imbuh Maman.

Hanya saja, yang masih disayangkan adalah kelambatan proses masuknya permohonan visa. Itu membuat proses pengajuan izin pengambilan gambar pun jadi terhambat.

"Permohonan Visa misal untuk 10 Desember, tapi baru masuk di kami 15 Desember. Itu beberapa kali terjadi sehingga mereka [sineas] melayangkan protes ke pemerintah. Fatalnya, mereka tidak sempat datang karena visa telat dan mengundur hingga tahun berikutnya.”


Pendampingan Khusus

Perkara pengambilan gambar langsung di lokasi terkait, tidak ada persyaratan khusus. Hanya saja, untuk pengambila gambar aset-aset yang dilindungi negara butuh pendampingan.

"Seperti syuting binatang langka, itu perlu didampingi tim koordinasi pengawasan orang asing [Tim Pora]. Itu menyangkut 12 kementerian, seperti BIN, Kemendikbud, Kemenlu yang tergabung dalam Tim Pora," ujarnya. Selama proses syuting, mereka yang bertanggung jawab.

Keputusan soal perlu didampingi atau tidaknya, berada di bawah kewenangan Kemendikbud. "Itu pun tidak dibebankan biaya, karena Tim Pora punya anggaran sendiri," imbuh Maman.

Kewajiban Sineas

Setelah memenuhi persyaratan pengajuan dan disetujui, sineas sudah langsung diperbolehkan melakukan kegiatan sesuai yang diajukannya. Tapi itu tidak berarti mereka bebas tanggung jawab. Setelah filmnya rampung, sineas masih punya kewajiban mengirimkan salinannya.

"Mereka punya kewajiban ketika film jadi, mengirimkan salinan ke kami sebelum disebarkan dan dinyatakan selesai, untuk mengindikasi kesesuaian skenario yang diajukan," ujarnya.

Baca juga: Melongok Infinite Studios, 'Kembaran' Indonesia di Batam

Bila ada yang tidak sesuai, kewenangan selanjutnya diserahkan ke Kemenlu untuk ditindak lebih lanjut. Maman sendiri pernah menemui proses pengambilan gambar yang tidak sesuai. Itu dilakukan oleh sineas asal Perancis, yang tidak disebutkan namanya oleh Maman.

Saat itu, sang sineas meminta izin mengangkat tema soal hutan lindung di Sumatera Barat.

"Mau lihat cara perlindungannya, lalu pembiayaan dan wawancara pengelola. Tapi saat itu tidak didampingi PKLH dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lalu dalam video ada indikasi malah soal kebakaran hutan. Lami layangkan protes," Maman menceritakan.


Setelah itu, ia melanjutkan, sang sineas mengajukan permohonan maaf.

"Itu makanya kami harus memastikan bahwa [filmnya] dibuat sesuai. Dan kebanyakan mereka mengirimkan kewajiban itu sebagai bentuk pertanggungjawaban, juga demi menjaga kredibilitas mereka sendiri," tutur Maman lagi.

Selain itu, sineas tak punya kewajiban lain. Mereka bahkan tak harus mencantumkan identitas Indonesia. Nama Indonesia pun tak harus ada di film yang dibuatnya.

“Tapi biasanya mereka sendiri yang mencantumkan itu untuk kepentingannya," katanya.

(rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER