Jakarta, CNN Indonesia -- Andrea Hirata tak hanya mengangkat budaya Melayu melalui kisah dalam karyanya. Ia yang akrab dengan pantun itu juga punya upaya melestarikan yang tengah diajukan jadi warisan budaya takbenda UNESCO itu.
"Saya menyambut baik upaya mengangkat pantun jadi
cultural heritage karena kekayaan budayanya khususnya Melayu yang luar biasa," kata Andrea saat ditemui
CNNIndonesia.com di Jakarta, belum lama ini.
Sebagai sosok yang tumbuh dengan budaya pantun, Andrea yang mengaku sebagai anak Melayu kampung itu menilai saat ini pantun sudah semakin jarang digunakan ketimbang ketika ia kecil.
Kendati demikian, Andrea melihat masih ada minat terhadap pantun dalam jiwa pemuda masa kini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menjaga minat itu agar terus tumbuh dan menyebar kepada orang lain, pria asal Bangka Belitung itu punya kiat dan upaya dalam melestarikan pantun.
Selipan Pantun dalam Novel
Andrea mengaku kerap menyelipkan pantu Melayu dalam setiap bukunya, seperti
Laskar Pelangi,
Padang Bulan, hingga yang teranyar,
Ayah.
"Jadi kalau mengamati karya saya, akan tahu bahwa hampir dalam setiap novel saya itu ada pantunnya. Di
Laskar Pelangi malah saya masih ingat pantunnya," kata Andrea.
"
Kalau ingin pergi ke sawah / Jangan lewat hutan cemara / Kalau ingin buat aku tertawa / Cepat bunyikan pantun-pantunnya," tuturnya.
Bahkan, Andrea juga akan memasukkan lebih dari sepuluh pantun dalam novel terbaru dia yang akan rilis dalam waktu dekat.
Hanya saja, Andrea masih menemukan kendala dalam memasukkan pantun pada karya yang diterjemahkan ke bahasa asing.
"Cuma yang jadi masalah, selalu ketika novel saya diterjemahkan keluar negeri saya ingin agar pantun itu masuk. Namun susah ya. Di edisi Inggris, Jerman, Italia, Spanyol, Perancis itu enggak ada pantunnya, hanya ada di edisi Turki," tutur Andrea.
Kesusahan pantun diterjemahkan ke bahasa asing disebut Andrea karena faktor ritme pantun Melayu yang khas dan ketika diterjemahkan ke selain bahasa Indonesia, menjadi 'kurang terasa'.
Kesulitan ini yang kemudian membuat bait pantun dalam karya Andrea hilang, kecuali dalam edisi bahasa Turki. Dalam edisi Turki pun, Andrea mengaku kurang paham terjemahan pantun miliknya dalam bahasa itu.
Dalam menuliskan pantun, Andrea mengaku jika sedang
on, dia dapat menuliskan banyak pantun dengan hanya ditemani secangkir kopi.
Buku Khusus PantunTidak puas hanya dengan selipan dalam karya, Andrea yang besar dengan budaya berbalas pantun itu berencana akan menerbitkan buku khusus berisi pantun Melayu.
Andrea menyadari bahwa rencana ini tidaklah mudah. Menurut dia, buku yang berisi pantun Melayu itu kecil kemungkinan akan dilirik pasar. Meski begitu, Andrea tetap punya niat untuk merilis buku pantun.
"Saya ingin menerbitkan buku pantun saya, mudah-mudahan penerbitnya tertarik. Karena, ini saya tahu tidak akan mungkin dilirik pasar, dalam pengertian industri, ini bukan produk yang seksi," ucap Andrea.
Studi dan Lomba PantunSelain melalui buku, Andrea juga punya rencana untuk mempertahankan pantun lewat Museum Kata. Museum itu merupakan museum literatur pertama di Indonesia yang dibuat Andrea di tanah kelahirannya, Belitung.
Andrea mengatakan museum itu tahun ini memiliki program melakukan studi terkait pantun. Selain itu, Andrea bakal membuat lomba berbalas pantun untuk anak-anak.
Andrea bercerita, dia pernah punya pengalaman ikut lomba berbalas pantun saat duduk di bangku sekolah menengah. Ketika itu, Andrea pulang dengan membawa sebuah piala kecil dan piagam. Dia mendapat juara harapan ke-tiga.
"Dapat juara harapan tiga, lumayan, pialanya kecil, tapi dapat piagam. Wah bangga banget," ujar Andrea.
Keahlian dalam berpantun itu, menurut Andrea didapatkannya semasa sekolah dengan kawan-kawan
Laskar Pelangi."Jadi kami dulu itu, sekolah Laskar Pelangi, sering di bawah pohon gitu, sering berbalas pantun.
"Dua kalimah beranak dua / Banyak kata berima sama / Jadilah pantun apa adanya / Tinggal dipasang-pasangkan saja.""Jadi tidak susah," tutur Andrea memberi tips berpantun.