Jakarta, CNN Indonesia -- Rusia bukan hanya terkenal dengan Istana Kremlin, namun memiliki orkestra klasik yang unik dan tergolong sulit. Kekhasan Rusia itu berkumandang di Jakarta melalui Jakarta City Philharmonic.
Jakarta City Philharmonic (JCP) yang rutin menggelar pertunjukan orkestra klasik kali ini memilih Rusia sebagai tema di konser ke-tiga, Kamis (4/5) di Gedung Kesenian Jakarta.
Sebelumnya, JCP mengusung tema Lanskap Skandinavia dan Pesona Romantik Jerman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tema Rusia yang diambil oleh acara yang digagas Dewan Kesenian Jakarta ini adalah berasal dari The Mighty Handful.
The Mighty Handful yang juga dikenal sebagai The Five adalah kelompok lima komposer yang tinggal di Saint Petersburg, Rusia, pada abad ke-19, tepatnya 1856 hingga 1870.
Kelompok yang beranggotakan Mily Balakirev, Cesar Cui, Nikolai Rimsky-Korsakov, Modest Mussorgsky dan Alexander Borodin itu dikenal sebagai pembaru musik klasik Rusia.
Meski beranggotakan lima orang, namun JCP kali ini hanya menampilkan karya dua personel The Mighty Handful, yaitu Borodin dan Rimsky-Korsakov.
Borodin diwakilkan dengan
Symphony No 2 in B Minor, sedangkan Rimsky-Korsakov dengan
The Sea and Sinbad's Ship serta
The Story of The Prince Kalendar.
 Dewan Kesenian Jakarta menggelar Jakarta City Philharmonic dengan tema Rusia: St Petersburg, The Mighty Handful. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman) |
Dirigen utama JCP, Budi Utomo Prabomo mengatakan kedua komposer tersebut dipilih karena memiliki latar belakang lain selain seorang komposer musik klasik.
"Mereka dari rakyat jelata. Semua adalah amatir. Borodin itu ahli kimia dan Rimsky-Korsakov pasukan perang Uni Soviet," kata Budi saat ditemui jelang konser pada Kamis (4/5).
"Karena kecintaan dengan musik, walau harus sambilan, mereka tetap bisa menulis untuk opera, balet dan sebagainya. Kehadiran mereka membawa warna musik tersendiri dalam khasanah musik Rusia," lanjut Budi.
The Mighty Handful lahir sebagai respons mereka terhadap pengaruh musik eropa, khususnya opera Italia dan Lieder Jerman. Mereka kemudian datang menciptakan aliran musik yang menunjukkan identitas bangsa Rusia.
Bersambung ke halaman selanjutnya...
Pemilihan Rusia bukan tanpa alasan. Menurut Aksan Sjuman selaku kepala bidang program DKJ, Rusia dengan standar dan kesulitan yang tinggi dalam musik klasik dapat membantu kemampuan komposer Indonesia saat memainkannya.
"Ini juga jadi ajang untuk meningkatkan kualitas. Kalau kami tidak pakai tingkat tingkat kesulitan yang seperti itu, kami tidak akan meningkat," kata Aksan.
Namun tidak seluruh penampilan bernuansa Rusia. Pihak JCP juga mengombinasikan budaya Negeri Vladimir Putin itu dengan nuansa Indonesia melalui penampilan Trisuji Djoeliati Kamal.
Karya Trisutji sangat dipengaruhi oleh nuansa kultur nasional bangsa Indonesia. Pernah mengenyam pendidikan musik di Paris dan Roma, karya komposer wanita senior Indonesia itu dianggap mampu bersanding dengan karya standar dunia.
Trisutji sendiri membawakan Puisi Simfoni Kemenangan.
Orkes JCP dimulai dengan sebuah doa yang bakal memunculkan beragam tangga nada dan ritme. Di balik nada yang beragam, terdapat makna yang dalam.
"Ini tidak mudah dijadikan satu, bukan cuma soal teknis tapi memang disengaja untuk menunjukkan bahwa manusia itu bermacam-macam," kata Budi.
Nanti bakal ada harmoni sejenak lalu kacau lagi. Sampai akhirnya berbuah kemenangan," lanjutnya.
Menurut Budi, kemenangan itu tak berarti kemenangan pribadi tapi merupakan kemenangan bangsa.
Orkestra itu dimainkan oleh 56 pemusik terpilih yang sudah menjalankan audisi di dua kota yakni Jakarta dan Yogyakarta. Mereka rata-rata masih berusia 20-an dan tampil dalam dua babak yang masing-masing berdurasi 40 menit.