Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak sulit menemukan makam Chairil Anwar di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ada batu nisan yang khas. Berbentuk panjang mengecurut, setinggi kurang lebih satu meter. Bak sebuah pena yang menancap. Dari pintu masuk utama sudah terlihat batu berwarna putih itu.
Semakin mendekat ke Blok AA1 Blad 35 Nomor 248, tempat Chairil disemayamkan, terlihat jelas tulisan yang tercetak di batu nisannya. Kutipan dari puisi terkenal sang penyair.
Tak perlu sedu sedan ituAku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuang
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semasa hidupnya, Chairil dikenal sebagai penyair besar Indonesia angkatan ’45. Puisinya yang tertera di nisan itu berjudul
Aku, pertama dibacakan di Pusat Kebudayaan Jakarta pada 1943. Kata ‘binatang jalang’ lantas melekat pada Chairil, dikenang hingga kini.
 Foto: CNN Indonesia/Agniya Khoiri Ada cuplikan puisi Aku di makam Chairil Anwar. |
Dengan cuplikan puisi
Aku dan nisan yang khas itu, makam Chairil paling menonjol. Tempat peristirahatan penyair asal Medan, Sumatera Utara itu bahkan menjadi salah satu yang kerap diziarahi dibanding ribuan makam lainnya di lokasi yang sama. Ada saja setiap hari.
Biasanya sore hari, muda-mudi datang ke sana. Terkadang membawa bunga atau sekadar berdoa.
"Ramai sih, kadang kalau sore ada mahasiswa-mahasiswi yang datang, ada juga yang penampilannya kayak seniman, yang rambutnya gondrong-gondrong begitu juga sering," tutur Udin, penjaga TPU saat menemani
CNNIndonesia.com berziarah ke makam Chairil.
Dahulu, sekelompok pemuda mengusung jenazah Chairil dari RSCM di mana ia dirawat--dikabarkan karena tifus atau TBC--ke makam itu pada 29 April, sehari setelah ia meninggal. Chairil dikebumikan dikelilingi sahabat terdekat dan keluarganya.
Kini, tinggal beberapa mawar kering berserakan di sekitar batu nisan Chairil. Di salah satu sisi pembatas makam, terukir tanda tangan Gubernur DKI Jakarta Wiyogo dengan penanda tanggal 11 November 1990. Tanggal pemugaran makam.
Kata Udin, makam itu memang sempat dipugar oleh pemerintah DKI Jakarta sebagai bentuk penghormatan pada sosok sang penyair. Tapi perhatian pemerintah berkurang setelah itu.
Perawatan makam Chairil bahkan tidak seperti pejuang '45 lainnya. Makam milik Fatmawati misalnya, penjahit bendera merah putih saat Indonesia merdeka. Udin menyebut makam itu ditangani langsung oleh Departemen Sosial. Bahkan ada iuran khusus untuk merawatnya.
"Makam Umar Ismail juga dipegang sama Depsos, Ismail Marzuki [juga]. Kalau ini [makam Chairil] tidak dirawat khusus," katanya melanjutkan.
Makam itu juga kurang mendapat perhatian dari keluarga. Menurut Udin, ahli waris atau keluarga Chairil sendiri sudah lama tak mengunjungi makam itu. Yang merawat makamnya pun telah tiada. Ia dan penjaga makam lain hanya membersihkannya sesekali.
Memungut bunga kering atau menyiangi rumput liar di makam yang tak punya pohon peneduh itu.
"Ada kali sudah lima tahun tidak ada yang datang. Setahu saya anaknya memang kakinya sakit jadi sudah jarang ke sini. Dulu yang merawat makamnya itu ada [namanya] Pak Rapid, tapi dia sudah meninggal, jadi tidak ada yang merawat sekarang," ujarnya.
Evawani Alissa, putri semata wayang Chairil memang bercerita soal raganya yang tak lagi memungkinkan untuk berjalan jauh. Kepada
CNNIndonesia.com saat ditemui terpisah ia bercerita, kakinya patah sehingga harus berjalan dengan tongkat. Itu menyulitkan.
Akses jalan menuju makam Chairil pun, menurut Eva, membuatnya kesulitan berjalan. Di sekitar makam Chairil telah diisi banyak makam lain.
"Kalau ziarah ke makam Chairil Anwar sekarang sulit dicapai, apalagi dengan kondisi saya. Jalannya tertutup makam lain, sehingga untuk mencapai ayah saya sulit sekali. Jadi inshaalah saya mendoakan dari rumah," katanya.
 Foto: CNN Indonesia/Agniya Khoiri Jalan menuju makam Chairil Anwar di TPU Karet Bivak. |
Ia pun menaruh harapan pada pemerintah agar dapat memindahkan makam Chairil ke posisi yang lebih mudah untuk diakses.
“Dipindahin, dibuat lebih pantas, sehingga yang mau ziarah pun mudah. Dipugar begitu supaya bisa dikunjungi. Dia [Chairil] pun dulu berpesan kalau usianya tidak panjang, akan banyak anak sekolah yang berziarah," Eva berharap.
Hanya penggemar berambut gondrong, mawar kering atau rumput liar yang menjadi peneman Chairil di makam 'berpena' itu kini.