Pemilihan Rusia bukan tanpa alasan. Menurut Aksan Sjuman selaku kepala bidang program DKJ, Rusia dengan standar dan kesulitan yang tinggi dalam musik klasik dapat membantu kemampuan komposer Indonesia saat memainkannya.
"Ini juga jadi ajang untuk meningkatkan kualitas. Kalau kami tidak pakai tingkat tingkat kesulitan yang seperti itu, kami tidak akan meningkat," kata Aksan.
Namun tidak seluruh penampilan bernuansa Rusia. Pihak JCP juga mengombinasikan budaya Negeri Vladimir Putin itu dengan nuansa Indonesia melalui penampilan Trisuji Djoeliati Kamal.
Karya Trisutji sangat dipengaruhi oleh nuansa kultur nasional bangsa Indonesia. Pernah mengenyam pendidikan musik di Paris dan Roma, karya komposer wanita senior Indonesia itu dianggap mampu bersanding dengan karya standar dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trisutji sendiri membawakan Puisi Simfoni Kemenangan.
Orkes JCP dimulai dengan sebuah doa yang bakal memunculkan beragam tangga nada dan ritme. Di balik nada yang beragam, terdapat makna yang dalam.
"Ini tidak mudah dijadikan satu, bukan cuma soal teknis tapi memang disengaja untuk menunjukkan bahwa manusia itu bermacam-macam," kata Budi.
Nanti bakal ada harmoni sejenak lalu kacau lagi. Sampai akhirnya berbuah kemenangan," lanjutnya.
Menurut Budi, kemenangan itu tak berarti kemenangan pribadi tapi merupakan kemenangan bangsa.
Orkestra itu dimainkan oleh 56 pemusik terpilih yang sudah menjalankan audisi di dua kota yakni Jakarta dan Yogyakarta. Mereka rata-rata masih berusia 20-an dan tampil dalam dua babak yang masing-masing berdurasi 40 menit.