Jakarta, CNN Indonesia -- Isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) menggebrak dunia perfilman belakangan ini.
Beauty and the Beast dan
Power Rangers yang jelas-jelas mengusung konten LGBT ditolak di beberapa negara, bukan hanya dengan alasan agama. Namun itu terjadi di 2017.
Menurut penelitian terbaru yang dilakukan Glaad, dunia perfilman tahun lalu masih belum berhasil merepresentasikan LGBT. Studi tahunan yang dikenal dengan nama
Studio Responsibility Index itu menilai 125 film dari tahun lalu.
Hasilnya, hanya ditemukan 18,4 persen film yang mengandung karakter LGBT. Kebanyakan masih diberi peran yang minor, bukan utama. Bahkan, di 10 dari 23 film yang punya karakter LGBT hanya memunculkannya selama kurang dari satu menit di layar bioskop.
Masing-masing rumah produksi besar mendapat rating dari penelitian itu. Disney, Sony dan Lionsgate dinilai sebagai studio yang ‘gagal’ merepresentasikan LGBT. Fox, Paramount dan Warner Bros. disebut masih ‘miskin’ karakter maupun cerita LGBT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karakter LGBT di Universal disebut ‘belum cukup,’ meski mereka sudah merilis komedi Neighbors 2: Sorority Rising yang di dalamnya menceritakan pernikahan sesama jenis.
Menurut Presiden Glaad Sarah Kate Ellis, “[Representasi LGBT di film] tidak membaik.”
Ia melanjutkan, seperti dikutip
The Guardian, “Punya representasi, terutama di film yang didistribusikan luas, tidak hanya di Amerika Serikat, mereka mengubah hati dan pikiran. [Film-film] itu memungkinkan orang yang LGBTQ melihat diri mereka direpresentasikan. Itulah kenapa itu penting.”
Namun dalam laporannya, Ellis menyampaikan ada awal yang menjanjikan untuk film-film 2017, karena adanya karakter LGBT dalam karya besar seperti
Beauty and the Beast dan
Power Rangers. Hanya saja, program televisi masih merepresentasikan kepanikan atau homofobia.
“Millennials dengan usia 18 hingga 34 tahun dua kali lebih mungkin diidentifikasi sebagai LGBTQ daripada generasi tua,” tulis Ellis. Ia melanjutkan, jika film ingin tetap dianggap relevan dengan penonton, mereka harus merefleksikan keberagaman di dunia.