Nasyid dan Tantangan 'Perangkap Waktu' Ramadan

CNN Indonesia
Senin, 29 Mei 2017 09:13 WIB
Di mata pengamat musik, nasyid tidak sepatutnya hanya bersenandung saat momen Ramadan tiba. Nasyid, mestinya dapat muncul kapan pun.
Ilustrasi penampilan tim nasyid. (Dok. Izzatul Islam)
Jakarta, CNN Indonesia -- Meski sudah dikenal dan akrab dalam kehidupan masyarakat Indonesia, nasyid masih dianggap punya tantangan untuk kembali mendapatkan perhatian penuh publik. Musisi nasyid, atau munsyid, dianggap pengamat musik butuh lompatan kreatif dibanding hanya sekadar menciptakan lagu.

“Berbicara tentang penerimaan masyarakat, itu masalah selera. Ada memang yang suka dan nyaman dengan nasyid yang memperhatikan bentuk lama, namun ada juga yang barangkali senang yang eksperimental kolaborasi dengan berbagai jenis,” kata Denny MR, pengamat musik saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

“Selera itu faktor eksternal. Faktor internalnya, lebih penting lagi faktor dari musisinya, kalau mau bertahan, ya harus berinteraksi dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan dasarnya sebagi nasyid,” lanjut Denny.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Dalam musik itu tidak ada yang dianak-tirikan, tinggal bagaimana para musisinya punya lompatan kreatif.”
Nasyid pernah mendapat perhatian penuh publik Indonesia di akhir dekade '90-an dan awal 2000-an, namun seiring perubahan zaman, pamor nasyid pun luntur. Kini, masyarakat seolah lupa memiliki nasyid selain dari saat momen Ramadan.

Beberapa musisi nasyid atau munsyid pernah menguasai tangga lagu dan penampilan di berbagai acara, misalnya adalah Snada. Lebih dari itu, musik religi juga pernah menjadi ladang baru bagi para musisi ataupun pesohor mencari pundi-pundi keuntungan.

“Bila dibandingkan dahulu ketika nasyid masih bernuansa Timur Tengah, menurut saya perkembangan nasyid kini sudah cukup baik. Namun menurut saya di Indonesia masih terperangkap oleh waktu, artinya di sini, musik nasyid baru ramai ketika puasa tiba,” kata Denny.

“Padahal musik religi seperti Islami tidak harus terjebak oleh waktu. Harusnya berkumandang setiap hari, dari musisinya juga, jangan hanya saat puasa saja.”

Tren seperti itulah yang dinilai Denny membuat konotasi nasyid menjadi hanya sekadar proyek ketika momen Ramadan tiba, saat kebanyakan umat Muslim menjadi lebih religius dibanding momen sebelumnya.

Padahal musik religi seperti Islami tidak harus terjebak oleh waktu. Harusnya berkumandang setiap hari, dari musisinya juga, jangan hanya saat puasa saja.Denny MR, pengamat musik
“Harusnya nasyid bisa ada setiap saat. Itu mungkin ada pemahaman yang harus dipertimbangkan lagi dari musisi nasyid supaya dapat meletakkan musik nasyid dengan proporsi sebenarnya.”

Denny juga memberikan penilaian sebagai bagian dalam perkembangan kreativitas bahwa lirik nasyid juga semestinya berkembang mengikuti zaman. Dahulu, nasyid dan musik religi lainnya identik dengan pengingatan dosa dan siksa, alih-alih menjadi sumber kedamaian dan ingat Tuhan, justru cenderung menakutkan.

Mantan jurnalis musik ini juga menilai dalam proses kreatifitas, munsyid juga ada baiknya tidak terpaku akan penghargaan yang bakal diperoleh. Proses kreatif yang baik dan diterima secara utuh, menurut Denny, juga akan mendatangkan penghargaannya sendiri.

Namun Denny menilai bahwa penggemar musik nasyid ini akan selalu ada dan membuat genre ini terus eksis meski mungkin terasa senyap.

“Nasyid akan selalu ada, kalau apakah melebar atau tidak, itu relatif kembali ke musisi apakah mereka setia pada bentuk atau sanggup melakukan terobosan, karena namanya kreativitas itu tidak berbatas,” kata Denny.

“Kalau mereka membutuhkan pengakuan, ya mereka harus membuat terobosan baru yang membuat orang terperangah, melebar hingga banyak yang menerima. Itu yang bisa dilakukan oleh musik nasyid kini.”
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER