Jakarta, CNN Indonesia -- Sore hari menjelang berbuka puasa, pelataran Jakarta Islamic Center (JIC) tampak ramai hanya di beberapa bagian. Kebanyakan masyarakat datang untuk kajian keagamaan, atau sekadar menunggu waktu berbuka.
Di sisi bagian utara kawasan keislaman seluas 11 hektar itu, ada bagian gedung tiga lantai dengan arsitektur senada dengan masjid raya JIC yang penuh corak segi delapan dan bernuansa putih, abu-abu, dan hijau.
Di gedung yang mirip seperti bangunan kampus dengan taman berkolam di bagian tengah itulah rencananya sejarah Islam akan tersimpan. Pengelola JIC menggagas gedung itu untuk menjadi Museum Sejarah Islam Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gagasan itu sudah diumumkan sejak Januari lalu. Disebut-sebut museum itu akan menggambarkan perkembangan Islam di Nusantara dan akulturasi yang terjadi khusus di Jakarta.
"Sejarah Islam di Nusantara memang tidak diambil semua, kami mengambil kronologisnya saja, kemudian kami khususkan ke Jakarta, karena di Jakarta ada percampuran budaya-budaya lain yang akhirnya bertahan di sini," kata Hairullah, kepala bidang sosial dan budaya JIC saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com di JIC, beberapa waktu lalu.
"Banyak juga peninggalan-peninggalan sejarah Islam di Jakarta, juga ulama-ulama yang berpengaruh ada di sini. Jadi kami mencoba menggambarkan perkembangan sejarahnya, sumbangsih Islam, dan yang penting edukasi dan corak Islam di Jakarta ini membawa pesan Islam yang santun, moderat, toleran, dan menerima perbedaan di Jakarta."
Jangan bayangkan museum itu sudah berbentuk seperti Museum Nasional atau Museum Gajah. Museum ini rencananya baru akan dibuka pada akhir 2018. Sampai saat ini, menurut Hairullah, masih dalam penyusunan konsep dan desain.
 Museum Sejarah Islam Jakarta rencananya menempati gedung sosial budaya Jakarta Islamic Center, Koja, Jakarta Utara. (CNN Indonesia / Endro Priherdityo) |
Bak meraba ide di awang-awang, museum itu sendiri nantinya akan menempati gedung utara JIC yang memang dikhususkan untuk bidang pendidikan dan kebudayaan seluas 6.000 meter persegi.
Dalam gedung itu, sementara ini, baru terisi sekolah Pendidikan Anak Usia Dini alias PAUD, dan perpustakaan JIC di lantai dasar.
Rencananya, museum itu akan menempati ruangan di lantai dua dan tiga, serta dua ruang auditorium audio-visual yang masing-masing mampu menampung ratusan orang.
Saat ini, yang sudah aktif baru perpustakaan dan auditorium untuk acar interaktif selama Ramadan, sisanya masih kosong-melompong.
"Inginnya, orang yang datang nanti bisa membaca referensi tentang perkembangan dan sejarah Islam, kemudian melihat diorama di ruang audio-visual," kata Hairullah. "Dan nanti pun akan ditampilkan berbagai dokumentasi digital serta film-film pendek yang bakal ditayangkan."
 Ruang auditorium rencananya menjadi bagian dalam Museum Sejarah Islam Jakarta di JIC. (CNN Indonesia / Endro Priherdityo) |
Sumbangan dari Belanda dan PerancisSelayaknya museum, benda peninggalan sejarah atau artefak adalah salah satu daya tarik menambah khasanah pengetahuan. Selama ini, berbagai artefak perkembangan Islam di Indonesia banyak disimpan di Museum Istiqlal TMII dan sejumlah museum keislaman di berbagai daerah.
Nantinya, papar Hairullah, koleksi museum akan lebih banyak dalam bentuk diorama dan digital dengan teknik
story telling alih-alih berbentuk pameran seperti museum pada umumnya.
Beberapa manuskrip kuno akan ada, namun dalam bentuk digital yang sebagian disumbang dari Leiden, Belanda. Banyak benda peninggalan sejarah Indonesia tersimpan dengan baik di Belanda, salah satunya di Leiden University.
"Kalau ada barang aslinya, akan mahal sekali untuk dibawa ke sini dan keamanannya patut pula diperhitungkan. Semua harus disesuaikan dengan keadaan. Yang penting kami tidak ingin seperti museum yang hanya memindahkan barang, memamerkannya, lalu tidak ada kelanjutannya. Meski ada nilai-nilai kreatif yang dibangun."
Rencana pembangunan Museum Sejarah Islam Jakarta ini tampaknya memang bukan sekadar wacana. Sebelumnya, Yannick Lintz kepala departemen seni Islam
Museum Louvre saat berkunjung ke Jakarta, Januari lalu, mengatakan hal senada terkait rencana Museum Islam Jakarta.
"Konsep Museum Sejarah Islam Jakarta ini berbeda bentuknya dari koleksi seni Islam Louvre. Selain itu, publiknya pun berbeda," kata Lintz.
"Selain menyertai koleksi dengan cerita narasi, saya mendorong adanya pemanfaatan teknologi baru atau digital yang menambah nilai dan mempermudah publik atau pengunjung memahami koleksi yang dipamerkan."
 Masyarakat terbiasa berkunjung ke JIC menjelang buka puasa. (CNN Indonesia / Endro Priherdityo) |
Lintz membenarkan bahwa kunjungannya kala itu adalah bagian dari kerja sama antara Louvre dan JIC. Ia sendiri menyebut peluang kerja sama yang mungkin terjalin adalah dalam bentuk pinjaman jangka panjang untuk memiliki kopian dari koleksi.
Koleksi departemen seni Islam yang ada di Louvre dan dikelola oleh Lintz sendiri termasuk yang terbesar di dunia. Tercatat, ada ribuan koleksi seni Islam yang berasal dari Timur Tengah sejak awal Islam lahir di abad ke-tujuh hingga abad ke-19.
“Bagi kami, di Barat, Islam berarti Timur Tengah atau Arab,” ujarnya.
Namun, kemudian disadari bahwa Islam tidak hanya dari Arab, tapi juga ditemukan di Iran dan India. Asia Tenggara, kata dia, belum dianggap sebagai sumbernya.
Khazanah Keislaman dan Wisata ReligiKeberadaan Museum Sejarah Islam Jakarta memberikan asa adanya oase khazanah penyebaran dan perkembangan Islam di Indonesia, khususnya Jakarta, yang selama ini masih belum terdokumentasi dengan baik.
Selama ini, perkembangan terkait khasan Islam di Indonesia disimpan oleh Bayt Alquran dan Museum Istiqlal Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Dalam museum yang didirikan pada 20 April 1997 ini, terdapat banyak koleksi karya intelektual muslim dan ulama di Indonesia.
Pun, dalam museum tersebut tersimpan beragam koleksi musaf Alquran seperti mushaf istiqlal, Sunda dan Malaysia, serta Wonosobo yang berukuran raksasa.
Di Indonesia bukan hanya ada Museum Istiqlal, ada pula Museum Perkembangan Islam yang masih menjadi bagian dari Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang. Di museum ini, ada penjelasan bagaimana Islam masuk dan berkembang di Jawa Tengah.
 Hairullah, kepala bidang sosial budaya JIC mengatakan Museum Sejarah Islam Jakarta ini akan jadi salah satu tujuan wisata religi di Jakarta. (CNN Indonesia / Endro Priherdityo) |
Secara global, hanya ada beberapa museum yang mengoleksi beragam benda bersejarah kebudayaan Islam.
Museum of Islamic Art di Qatar adalah museum Islam pertama di Teluk Persia dan menyimpan banyak koleksi dari berbagai negara seperti Iran, Irak, Turki, Mesir, Asia Tengah, India, dan Spanyol. Konon, museum ini adalah kolektor peninggalan Islam kedua terbesar selain di Louvre.
Museum lainnya yang dikenal dunia sebagai bahan referensi perkembangan Islam adalah Museum Islamic Art di Malaysia yang berisi senjata, tekstil, perhiasan, logam, manuskrip Alquran, serta koleksi budaya dari Melayu, India, dan China.
Selain itu ada Islamic Museum of Australia yang memiliki koleksi lukisan, kaligrafi, arsitektur, dan keramik peninggalan Islam dari seluruh dunia, serta Aga Khan Museum di Kanada yang disebut sebagai museum Islam termegah di Amerika Utara.
Keberadaan Museum Sejarah Islam Jakarta bisa jadi alternatif referensi khazanah keislaman di Indonesia sekaligus tujuan wisata religi di Ibu Kota. Namun, asa tersebut membutuhkan upaya serta kerja sama dari berbagai pihak.
"Ke depannya, bila memang sudah berjalan, bisa saja museum ini kerja sama dengan museum lain misal menghadirkan kitab-kitab klasik dari negara lain," kata Hairullah.
"Selain itu kami ingin juga bekerja sama dengan universitas di Indonesia. Karena saat ini kami masih dalam tahap penyusunan, desain dan maket masih dibahas, asal sabar semoga hasilnya nanti baik," katanya.
 Museum Sejarah Islam Jakarta menjanjikan perkembangan Islam di ibu kota yang santun, toleran, dan menerima perbedaan. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |