Jakarta, CNN Indonesia -- Di setiap Ramadan, sejumlah stasiun televisi lokal berlomba menyuguhkan konten yang bisa menemani pemirsa ketika sahur dan berbuka.
Indosiar misalnya, punya acara pemilihan ustaz bertajuk
Aksi (Akademi Sahur) Asia untuk sahur. Menjelang berbuka, stasiun ini menayangkan program ceramah
Nasihat Mamah Dedeh, yang disusul dengan acara audisi yang bisa melunasi hutang sang kontestan,
Mikrofon Pelunas Hutang pukul 18.00 WIB, kemudian
Keluarga Gunarso pada dua jam berikutnya.
Sementara MNC TV menyuguhkan
Semesta Bertilawah pada waktu sahur dan
Ngabuburit dan Buka Puasa Bareng Upin dan Ipin di waktu berbuka. SCTV menayangkan
Mutiara Hati bersama Prof Dr. Quraish Shihab setiap hari menjelang subuh, zuhur dan asar selama Ramadan.
Trans TV memiliki
Komedi Sahur yang disiarkan setiap hari pukul 03.00 WIB dan dilanjutkan dengan
Islam Itu Indah Spesial Ramadan. Untuk menemani pemirsa berbuka, stasiun ini menayangkan
Surga yang Tak Dirindukan The Series dan
Tausyiah Ramadan Bersama AA Gym dan Muzammil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trans7 menghadirkan program komedi
Opera Van Java (OVJ) untuk sahur. Sedangkan di waktu berbuka, pemirsa disuguhi tayangan
Ramadan di Rumah Uya yang menghadirkan talenta Uya Kuya dan Haruka.
ANTV melanjutkan acara komedinya, yakni
Sahurnya Perbukers saat sahur dan
Pesbukers Salam Ramadan untuk berbuka.
Komedian Sule dan Andre menghibur pemirsa NET TV setiap hari di waktu sahur melalui program bincang-bincang yang dibalut komedi,
Ini Sahur. Acara ini dilanjutkan dengan program jalan-jalan
Muslim Travelers. Untuk waktu buka, NET TV menayangkan acara lawak lainnya,
Bukanya Tuh Di Sini yang diramaikan komedian Komeng, Adul, dan bintang tamu pilihan.
Jika dilihat dari sejumlah tayangan yang disebutkan di atas, bisa ditarik pola yang sedang menjadi tren acara Ramadan beberapa waktu terakhir, yakni acara lawak yang menghadirkan banyak bintang. Acara itu termasuk
Komedi Sahur yang menghadirkan Prilly Latuconsina menjadi salah satu bintang utama.
Dua acara
Pesbukers yang mendapuk Rafi Ahmad dan Ayu Tingting sebagai bintang tetap pun berhasil menjadi salah satu pilihan masyarakat saat sahur dan berbuka.
Acara-acara ini biasanya bentuknya sederhana. Syuting di dalam studio dengan berbagai properti yang menampilkan logo dan produk sponsor utama, para bintang menyuguhkan sketsa atau cerita pendek dengan menonjolkan sisi lawak, dihadiri puluhan hingga ratusan penonton, serta disiarkan secara langsung.
Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta Hikmat Darmawan melihat fenomena dan tren yang sama di setiap tayangan Ramadan. Namun ia menilai, di era milenium ini, mutu tayangan Ramadan semakin buruk. Acara-acara yang ada lebih menonjolkan sisi komersial, alih-alih berisikan konten islami.
"Sebetulnya saya tidak keberatan ada tayangan hiburan seperti lawak atau musik untuk Ramadan, tapi tren lawak dan hiburan kita di televisi sejak awal 2000-an ini semakin menonjolkan lawakan-lawakan yang asal ramai dan berisik, sehingga aspek kesahajaan dan kekhusyukan ibadah sama sekali tidak tercermin pada umumnya tayangan Ramadan di televisi kita," ujar Hikmat kepada
CNNIndonesia.com Kamis (15/6).
Hikmat menuturkan, belakangan ini jarang ada tayangan yang benar-benar menemani masyarakat saat sahur dan jelang buka puasa dengan pengetahuan dan ajakan berhikmah. Namun itu seakan tidak menjadi masalah karena masyarakat sudah punya alternatif.
"Pada saat yang bersamaan, toh orang-orang, khususnya yang muda, sudah sangat berkurang menonton televisi. Jadi orang-orang yang membutuhkan ilmu dan hikmah tidak bakal ke televisi, kecuali ke siaran semacam siraman rohani dari Pak Quraish Shihab," katanya.
Lebih jauh Hikmat menuturkan, alternatif lain bisa ditemukan di internet. Masyarakat yang tetap ingin mendapatkan konten lebih berkualitas bisa menikmatinya. Ia pun mengaku tertarik dengan ramainya media sosial dengan tayangan Facebook Live para kyai berlatar Nahadlatul Ulama dan kajian kitab klasik oleh tokoh agama, seperti Ulil Abshar-Abdalla yang mengulas Kitab Ihya Ulumuddin dari Imam Al-Ghazali.
"Lebih bagus jika lebih banyak fitur tentang keragaman budaya Islam selama Ramadan di negeri ini. Tapi itu pasti dianggap mahal oleh stasiun-stasiun televisi kita. Lebih murah bikin acara hura-hura di studio, sering isinya malah joget-joget yang tidak ada hubungannya dengan nilai-nilai Ramadan," tuturnya.
Namun jika ingin menuju lebih baik, stasiun televisi harus mulai menampilkan tayangan yang berkualitas meski biaya produksinya lebih tinggi. "Kalau begitu [lawak dan hura-hura tanpa esensi] terus, televisi akan semakin ditinggalkan oleh publik," ujar Hikmat menegaskan.