Perang, Jarum dan Simbol Kegelisahan KILLSKILL dalam Seni

Agniya Khoiri | CNN Indonesia
Sabtu, 08 Jul 2017 10:21 WIB
Kelompok seniman KILLSKILL menggelar pameran yang berisi kontemplasi maupun kegelisahan mereka atas kehidupan, di Galeri Nasional Jakarta, 8-17 Juli 2017.
Instalasi bertajuk 'Jarum Keras' karya Bonaficus Djoko Santoso. (CNNIndonesia/Agniya Khoiri)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok seniman KILLSKILL menggelar pameran ke-tiga yang bertajuk 'Quiet Riot on Stage' di Galeri Nasional, Jakarta. Pameran yang dibuka mulai Sabtu, 8-17 Juli ini merupakan artikulasi dari pengalaman generasi transisi abad 20 menghadapi laju perubahan dunia.

Generasi transisi yang dimaksud adalah enam perupa: Aris Darisman, Bonifacius Djoko Santoso, Dodi Hilmab, Lambok Hutabarat, Wahyudi Pratama, dan Yulian Ardhi. Keenamnya tumbuh sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an dan mengalami tahap demi tahap perubahan.

"Perubahan teknologi, pergeseran ideologi, interaksi sosial, pemaknaan terhadap spiritualitas hingga perilaku konsumsi budaya, merupakan bagian pengalaman sehari-hari yang direkam dan dituturkan kembali enam perupa KILLSKILL," kata Yuka Dian Narendra, salah satu kurator pameran 'Quiet Riot on Stage' di Gedung C Galeri Nasional, Jumat (7/7).
Salah satu instalasi dalam pameran KILLSKILL di Galeri Nasional.Salah satu instalasi dalam pameran KILLSKILL di Galeri Nasional. (CNNIndonesia/Agniya Khoiri)
Seluruh pengalaman tentang perubahan dijadikan bingkai sejarah generasi transisi. Kemarahan, kegelisahan, praktik kesenian yang dijelajahi sejak proses pendidikan, dan situasi sosial politik di masa akademis dipamerkan dalam berbagai medium dan teknik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pameran ini menjadi penting di tengah seni kontemporer yang didominasi media baru, menggunakan teknik yang dekat dengan manusia. Teknik drawing, kemudian isunya tentang refleksi kemanusiaan, sosial politik, khas '90-an seperti spiritualitas, ideologi dan urbanisasi," tambah Evelyn Huang, selaku kurator pameran.


Karya Hasil Kegelisahan

Kendati enam seniman yang terlibat dan berdomisili di Jakarta dan Bandung ini memiliki perspektif yang saling berbeda, mereka mengaku bahwa kegelisahan dalam memaknai perubahan dunia yang tidak kunjung usai menjadi benang merah dalam pameran kali ini.

Wahyudi Pratama misalnya, memaknai manusia dalam karya lukisannya yang bertema 'Manowar' sebagai representasi dari kegelisahan dan ketakutan yang pada akhirnya justru menimbulkan kesengsaraan bagi manusia lain. Karyanya tersebut terdiri dari empat seri yang diberi judul: 'Man of Fear,' 'Man of Intentions,' 'Man of Thorns,' dan 'Man of Nothing.'
Karya seni Wahyudi Pratama bicara soal manusia.Karya seni Wahyudi Pratama bicara soal manusia. (CNNIndonesia/Agniya Khoiri)
Lewat karya instalasi berjudul 'Jarum Keras,' Bonaficus Djoko Santoso menyatakan tengah mempertanyakan bangsanya yang menurut dia mengalami kecanduan ideologi, akibat pergeseran ideologi itu sendiri ditambah perubahan peradaban.

"Saya mengerjakan ini selain sebagai pameran sekaligus sebagai komunikasi dengan lingkungan. Ini saya ibaratkan sebagai mesin untuk memuaskan rasa kecanduan," katanya.
Instalasi 'Jarum Keras' karya Bonaficus Djoko Santoso.Instalasi 'Jarum Keras' karya Bonaficus Djoko Santoso. (CNNIndonesia/Agniya Khoiri)
Sementara Doddy Hilman membaurkan mitos dan bentuk sejarah dalam karyanya. Baginya, persoalan Keindonesiaan tidak kunjung usai karena bentuk sejarah bangsa kerap tergelincir dalam pemitosan.

Lambok Hutabarat lain lagi. Ia mengaku kerap tertarik dengan segala hal berbau militer. Maka ia mencoba menceritakan ilusi tentang perang. Baginya, perang selalu membawa persoalan kemanusiaan, namun pada saat yang sama juga terjadi atas nama kemanusiaan.

"Masa remaja saya terpapar film militer dan itu terbawa sampai tua, suka film perang. Film perang selain berfungsi mengingatkan manusia akan kejinya peperangan, pada saat yang sana menawarkan estetika tentang perjuangan manusia mencapai tujuan," katanya.
Lambok Hutabarat hobi bicara soal perang, termasuk dalam karya seninya.Lambok Hutabarat hobi bicara soal perang, termasuk dalam karya seninya. (CNNIndonesia/Agniya Khoiri)
Menawarkan konsep panggung dalam karya video instalasi, Yulian Dwi Ardhi mengatakan bahwa panggung konser musik merupakan potongan dari citra utuh yang mungkin tidak akan diketahui bentuk utuhnya.

"Citra menjadi sangat penting dalam kehidupan masa kini seperti yang sering ditemui dalam media sosial. Citra memberi kesan ini yang pada akhirnya mengelabui manusia untuk lebih percaya pada apa yang dinarasikannya dibanding apa yang dialami," tutur Yulian.

Dalam video instalasinya, Yulian mengatakan bahwa itu menggambarkan perasaan dia soal peristiwa '98.


"Ibu saya kena jarah, saat itu saya kuliah di Bandung. Video itu dari foto-foto lama yang saya abstraksikan, dari foto-foto yang saya ambil setelah ’98 di sekitar rumah di Pondok Bambu," ujarnya lebih lanjut.

Dan Aris Darisman, lewat instalasi keramik bernama 'Angst' dia mengatakan bahwa dirinya ingin berbicara soal fragmen kehidupan dan kematian. Karyanya itu terdiri dari sejumlah replika tengkorak dari keramik.

"Hidup manusia tak bisa lepas dari kecemasan. Kecemasan pada kematian, lalu muncul penyangkalan. Takut untuk mati padahal pasti, tapi takut juga dengan hidup. Di sini saya menghadirkan replika tengkorak sebagai wujud kematian, dan suara air serta degup jantung sebagai perwakilian kehidupan," tuturnya.
Karya seni Doddy Hilman bicara soal mitos.Karya seni Doddy Hilman bicara soal mitos. (CNNIndonesia/Agniya Khoiri)
Enam seniman ini mewadahi diri mereka dalam satu kolektif seni rupa yang awalnya berpameran sebagai wadah 'pelarian' dari pekerjaan rutin sebagai desainer, illustrator, serta pengajar seni rupa dan desain di beberapa kampus di Jakarta.

KILLSKILL yang menjadi nama kelompok mereka, diambil sebagai satire atau glorifikasi akan parodi, ironi, pola pikir, kebiasaan, nafas kultural, dan hidup masyarakat di kota besar yang berjalan terlalu cepat.

Dalam pameran-pameran sebelumnya di Jakarta (Suar Art Space, 2015) dan Bandung (Roemah Seni Sarasvati Gallery, 2016), konsep-konsep karya KILLSKILL menyiratkan napas ideologis, kritik sosial, dan pemberontakan kultural yang tersirat melalui simbol-simbol populer pengalaman pribadi, pandangan, kesukaan simbol, imaji, keresahan serta kegelisahan visi dari tiap anggota. (rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER