Jakarta, CNN Indonesia -- Bukan hanya Hollywood yang membutuhkan jasa pemain pengganti atau
stuntman. Biasanya mereka menggantikan aktor utama seperti Daniel Craig, Tom Hanks, bahkan Vin Diesel untuk melakukan adegan berbahaya di film. Jasa semacam itu pun ada di Indonesia.
Achmad Ali Soekarno dekat dengan dunia itu. Ia memang tak pernah menggantikan aktor utama, namun ia biasa dipakai jika ada adegan berkelahi. Ali menyebut dirinya
stuntfighter.“Di
The Raid 2: Berandal, The Night Comes for Us, saya jadi
stuntfighter,” terangnya melalui pesan singkat, saat diwawancara
CNNIndonesia.com, Selasa (15/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di film-film laga lain, seperti
Wiro Sableng, Insight dan
Bima X Satria Garuda, ia menjadi
fighting coreographer alias pengarah koreografi khusus untuk adegan berkelahi.
Ali menyebut, ‘terceburnya’ ia ke dunia film berawal dari ketertarikan menonton film laga dan bela diri. “Dari situ saya menyadari, syuting film aksi itu sangat melelahkan, tapi juga seru banget. Akhirnya saya berniat terlibat lebih jauh lagi,” ia menerangkan.
Menjajal satu film ke film lain setelah mengenal Yayan Ruhian dari Vanara Action Team, Ali jadi tahu berbagai jenis
stuntman. Ada yang ditugaskan terlibat dalam adegan berkelahi, misalnya. “Dibutuhkan
skill fighting, aksi-reaksi, dan harus mau jatuh,” katanya.
Ada lagi
stuntman yang sekaligus menggantikan aktor utama, atau
body double.
Selain itu, ada
stuntman yang ditugasi melakukan adegan berbahaya, biasanya melompat atau jatuh dari ketinggian, menggunakan kabel pengaman tak terlihat.
Stuntman untuk adegan spesial bisa beda lagi. Biasanya mereka melakukan adegan sangat berisiko seperti terbakar.
Ali sendiri hanya pernah diminta ikut adegan berkelahi.
 (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani) |
Itu pun tetap berisiko. “Saya pernah patah tulang metatarsal kaki kiri,” tuturnya. Namun itu tidak terjadi di tengah proses syuting. Ali justru cedera saat latihan salto.
Ia pernah juga diminta melompat ke aspal. Tapi sejauh ini, semua cukup aman baginya.
Kalau pun ada yang cedera di lokasi syuting, seperti John Bernecker yang terjatuh di tengah proses produksi
The Walking Dead atau Joi ’SJ Harris yang kecelakaan motor saat syuting
Deadpool 2, kata Ali, penanganannya sangat sigap. Rumah produksi yang mengontrak stuntman sepertinya per proyek pun langsung bertanggung jawab, sesuai kontrak.
“Heboh sih enggak [ketika ada kejadian cedera], menurut SOP biasanya ada tim medis [yang
stand by] untuk adegan
action. Jadi ada pertolongan pertama kalau cedera,” ia bercerita.
Tapi soal pertanggungjawaban,
stuntman itu sendiri harus teliti saat membaca kontrak. Ada rumah produksi yang menyebut akan menanggung seluruh biaya medis. Ada pula yang tidak.
Soal asuransi juga perlu diperhatikan. “Kontraknya itu sendiri tergantung, ada yang harian ada yang per proyek. Soal asuransi pun, beberapa rumah produksi di Indonesia sudah mencakup asuransi untuk
stuntman, tapi masih banyak juga yang tidak,” ia mengatakan.
Sayang, Ali tidak merinci rumah produksi mana saja yang biasanya tak pakai asuransi.
 Joi 'SJ' Harris, stuntwoman yang tewas di tengah proses produksi Deadpool 2. (Screenshoot via Instagram/@sj24_sidewayz) |
Ia sendiri lebih memilih datang ke pengobatan tradisional saat cedera. “Kebetulan ada yang merekomendasikan tukang urut, dia biasa menangani pemain film aksi,” sebut Ali.
Lebih lanjut ia bercerita, meski sudah berpengalaman menjadi stuntman, terkadang ia masih merasa takut ketika harus diminta beradegan berbahaya. Namun itu bisa berkurang dengan banyaknya latihan. Jam terbang pun sangat berpengaruh, membuat
stuntman ‘sudah biasa.’
“Karena sudah tahu bahwa itu aman juga. Ada
workshop dan latihan, sudah diprediksi juga jatuhnya bakal bagaimana, benturannya ke bagian apa, safety padingnya di bagian tubuh mana,” ia mengatakan. Namun tak memungkiri, celaka masih bisa saja terjadi.
Lihat saja yang terjadi pada Harris, Senin (14/8) pagi waktu Kanada. Ia yang mantan pebalap profesional saja, bisa menabrakkan motor sampai meninggal dunia. Padahal
Deadpool 2 merupakan karier pertama Harris sebagai pemain pengganti. Ia menjadi Domino.
 John Bernecker, stuntman yang tewas dalam produksi The Walking Dead. (Dok. Facebook John Bernecker) |
Sebelumnya, ada pula Bernecker yang jatuh dari ketinggian sampai cedera kepala dan tewas.
Jangankan pemain pengganti, aktor seperti Tom Cruise yang sudah pengalaman melakukan adegan berbahaya tanpa stuntman, pun bisa cedera. Kakinya menabrak gedung saat hendak melompat untuk berakting di film
Mission Impossible 6, baru-baru ini. Ia baik-baik saja.
Risiko yang besar seperti itu, dianggap masih sebanding dengan bayaran yang didapat, menurut Ali. Meskipun, ia mengakui, uang yang dikantongi
stuntman tidak akan sebanyak aktor utama, walau ia menghadapi bahaya yang lebih. “Tergantung
deal sebelum kerja.”
“Semakin tinggi tingkat kesulitannya, semakin tinggi bayarannya,” lanjutnya.
Lagipula, katanya lagi, karier
stuntman masih bisa berkembang di perfilman. Dari
stuntman, bisa saja menjadi pemeran utama, bahkan sutradara. Tergantung usaha, kreativitas dan pintar-pintar membangun jaringan. “Banyak kok yang dari stuntman atau
stuntfighter jadi aktor. Jackie Chan saja berawal dari
stuntman,” tuturnya, menyebut nama aktor legendaris.
Tapi Ali merasakan, yang lebih seru dari ikut berkelahi dalam film adalah membuat adegan berkelahi itu sendiri. Ia jadi lebih tertantang untuk berkreasi, baik membuat gerakan berkelahi maupun mengeksplorasi cerita, lokasi, sampai pergerakan kamera.
Itu juga bisa membawa ke Hollywood, seperti Yayan yang terlibat di
Star Wars: The Force Awakens.